- Home
- /
- Government
- /
- Government
Polemik Mirage 2000-5, Wakil Ketua MPR: Rencana Pembelian Alutsista Bekas Harus Dibatalkan
Wakil Ketua MPR RI, Syarief Hasan, menilai rencana pembelian 12 jet tempur bekas Mirage 2000-5 dari Qatar senilai total Rp11,8 triliun harus dibatalkan. Pasalnya, pesawat tersebut telah berusia tua sehingga tidak optimal untuk menjaga wilayah udara Indonesia. Selain itu, mahalnya biaya pemeliharaan dan perawatan yang membuat rencana ini menjadi tidak opsional ditindaklanjuti.
"Ini juga yang menjadi alasan mengapa rencana hibah jet tempur bekas ini ditolak di era Presiden SBY. Menjadi polemik karena Pemerintah Jokowi malah membelinya dengan harga yang fantastis," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (8/7/2023).
Menurutnya, biaya pemeliharaan dan perawatan adalah komponen biaya yang juga mesti dipertimbangkan, selain memang teknologi pesawat ini telah ketinggalan zaman. Karakteristik ruang udara Indonesia yang sangat luas menuntut pesawat yang baru dan bertahan lama.
Baca Juga: Eko: Dulu Dikasih Pesawat Tempur Bekas dari Qatar Ditolak, Kini Prabowo Malah Bayarin Rp12 Triliun
Karena itu, pembelian Mirage 2000-5 hanya akan menjadi beban keuangan negara. Dirinya juga meminta evaluasi kritis atas rencana tersebut.
"Kebijakan ini hanya akan menjadi beban keuangan negara di masa depan. Saya kira membeli pesawat baru tetap opsi kebijakan yang lebih baik dibandingkan membeli pesawat bekas,” kata Politisi Senior Partai Demokrat ini.
Syarif menjelaskan, rencana anggaran yang akan digunakan untuk membeli Mirage 2000-5 sebaiknya dialihkan untuk pembelian pesawat baru atau dialihkan untuk perawatan alutsista pesawat tempur yang telah ada. Apalagi, Mirage 2000-5 ini dikirimkan 24 bulan setelah kontrak yang disepakati pada 31 Januari 2023.
"Ini hanya selisih 1 tahun dengan kedatangan jet tempur Rafale yang diperkirakan sampai Indonesia pada 2026. Dunia memang tengah dilanda situasi geopolitik yang tidak berkepastian, namun pilihannya bukan dengan membeli pesawat bekas. Apa artinya punya alutsista bekas, namun kemampuannya lemah?" jelasnya.
Menteri Koperasi dan UKM di era Presiden SBY ini menganggap meskipun dunia sedang menegang, potensi terjadinya invasi atau perang dalam skala global sangat kecil kemungkinannya. Tidak ada urgensi pengadaan alutsista bekas dengan menggelontorkan sejumlah besar uang negara.
Dia menegaskan, dengan kapasitas fiskal yang terbatas maka harus digunakan seefisien mungkin. Selain opsi pembelian alutsista baru, yang juga penting adalah peningkatan kapasitas alutsista yang ada.
"Kita harus menjamin angkatan perang kita siap sedia menghadapi ancaman perang. Tentunya kualitas alutsista perlu diperkuat, selain perlunya mendorong kapasitas SDM, teknologi, dan finansial industri pertahanan. Dengan begitu, ketahanan nasional semakin kuat dan maju, baik di tataran regional maupun global,” tegasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Editor: Yohanna Valerie Immanuella
Tag Terkait: