Dalam empat bulan terakhir, peta persaingan antara partai politik menuju gelaran Pemilu 2024 semakin dinamis. Temuan survei NEW INDONESIA Research & Consulting menunjukkan elektabilitas Gerindra melejit hingga 16,6 persen.
Kenaikan elektabilitas Gerindra terjadi sejak Mei 2023, semula hanya berkisar 12-13 persen melonjak menjadi 15,4 persen, dan terus naik mendekati PDIP. Sebaliknya dengan PDIP, anjlok dari 18-19 persen menjadi 16,7 persen, kini naik tipis menjadi 17,3 persen.
Baca Juga: Prabowo Subianto Perkasa di Survei Indikator, Ganjar dan Anies Kalah
PDIP sendiri tetap lebih unggul dengan menempati peringkat pertama, disusul oleh Gerindra. Tetapi peningkatan secara signifikan elektabilitas Gerindra berpotensi mengancam upaya PDIP untuk mencetak hattrick atau menang tiga kali berturut-turut dalam pemilu.
"Elektabilitas Gerindra terus bergerak melejit hingga mengancam bisa menggagalkan target PDIP mencetak hattrick," ungkap Direktur Eksekutif NEW INDONESIA Research & Consulting Andreas Nuryono dalam siaran pers di Jakarta, pada Senin (24/7/2023).
Menurut Andreas, kenaikan elektabilitas Gerindra berbanding lurus dengan menguatnya Prabowo Subianto dalam bursa calon presiden.
"Gerindra mendapatkan coattail effect (efek ekor jas) dari naiknya elektabilitas Prabowo," tandas Andreas.
Selama ini, Gerindra selalu berada pada posisi runner-up, atau di bawah bayang-bayang keunggulan PDIP.
"Anjloknya elektabilitas Ganjar Pranowo saat menolak timnas Israel dalam ajang Piala Dunia U20 turut menyeret jebloknya PDIP," Andreas menjelaskan.
Piala Dunia U20 merupakan bagian dari program Jokowi untuk menaikkan kiprah sepak bola Indonesia di pentas global. Manuver Ganjar dan elite PDIP yang menyebabkan Indonesia batal menjadi tuan rumah menuai sentimen negatif, terutama di kalangan publik penggila bola.
Baca Juga: Gerindra: Kans Utama Pendamping Prabowo Subianto Namanya Abdul Muhaimin Iskandar
Jokowi yang tampak kecewa dengan batalnya gelaran Piala Dunia U20 itu mulai mengalihkan dukungan kepada Prabowo. Hasilnya, elektabilitas Prabowo bergerak naik, dan efeknya terasa pada lonjakan elektabilitas Gerindra.
"Endorsement Jokowi terhadap Prabowo memberikan efek elektoral yang signifikan baik kepada figur Prabowo sebagai capres maupun Gerindra sebagai partai politik yang mengusung Prabowo," tegas Andreas.
Sebagai kader PDIP, memang Jokowi secara formal tetap memberikan dukungan kepada Ganjar. "Jokowi juga tetap menjaga hubungan dengan Ganjar dan PDIP, bahkan berupaya untuk menduetkan dengan Prabowo atau berkoalisi dengan Gerindra," jelas Andreas.
Langkah Jokowi tersebut didasarkan pada upaya menjaga keberlanjutan program, di mana baik Prabowo maupun Gerindra sama-sama menyatakan dukungan. Kalangan oposisi yang menyerukan perubahan masih berjuang agar bisa mengusung Anies Baswedan.
Baca Juga: Dukung Prabowo Subianto Tanpa Syarat, PBB: 1000 Persen Tidak Akan Ragu!
Bagi Jokowi, capres yang paling bisa memberikan jaminan atas keberlanjutan program akan mendapatkan endorsement yang lebih besar.
"Prabowo tampak memberikan komitmen yang lebih tegas, diperkuat dengan posisinya sebagai ketua umum Gerindra," lanjut Andreas.
Ganjar, sebagaimana Jokowi, hanya dianggap sebatas "petugas partai" oleh elite pimpinan PDIP. Berbeda dengan Jokowi yang telah menjelma sebagai kingmaker, Ganjar masih harus tunduk pada keputusan partai dalam menentukan arah kebijakan pemerintahan.
"Sebagai satu-satunya partai yang berhak mengusung capres-cawapres tanpa perlu berkoalisi, PDIP juga tampak belum secara serius membangun koalisi yang lebih luas untuk mendukung pencapresan Ganjar," ujar Andreas.
Partai-partai lain belum menentukan arah dukungan, seperti Golkar yang berada pada peringkat tiga besar dengan elektabilitas 8,7 persen. Berikutnya PKB (7,2 persen), yang secara formal berkoalisi dengan Gerindra membentuk Kebangkitan Indonesia Raya (KIR).
Lalu ada Demokrat (6,1 persen), PSI (6,1 persen), dan PKS (4,2 persen). Demokrat dan PKS bergabung dalam Koalisi Perubahan untuk mengusung pencapresan Anies, tetapi hingga kini masih belum menyepakati siapa nama cawapres pendamping Anies.
Nasdem yang paling gigih mengusung Anes masih terjerembab di bawah ambang batas parlemen, dengan elektabilitas hanya tersisa 2,8 persen. Posisi Nasdem dibayang-bayangi oleh PPP (2,6 persen), PAN (2,0 persen), dan Perindo (1,7 persen).
Baca Juga: Gerindra Tak Khawatir PKB Pindah Haluan Koalisi: Cak Imin Posisi Paling Utama Cawapres Prabowo
Sisanya adalah partai-partai baru dan non-parlemen, seperti Gelora (0,9 persen), PBB (0,6 persen), dan Ummat (0,5 persen). Lalu ada Hanura (0,3 persen) dan PKN (0,1 persen), sedangkan Garuda dan Buruh nihil, serta tidak tahu/tidak jawab sebanyak 21,9 persen.
Survei NEW INDONESIA Research & Consulting dilakukan pada 5-12 Juli 2023 terhadap 1200 orang mewakili seluruh provinsi. Metode survei adalah multistage random sampling, dengan margin of error +/-2,89 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: