Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Hadapi Transisi Energi, Medco Energi Rancang Sejumlah Strategi Bisnis

        Hadapi Transisi Energi, Medco Energi Rancang Sejumlah Strategi Bisnis Kredit Foto: Djati Waluyo
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Guna memenuhi kebutuhan energi di wilayah Asia Tenggara, PT Medco Energi Internasional Tbk (Medco Energi) melakukan pengembangan usaha dengan fokus terhadap tiga segmen bisnis utama Perseroan.

        Manager of Capital Market Medco Energi, Ridho Wahyudi mengatakan, tiga segmen tersebut adalah minyak dan gas (migas), ketenagalistrikan yang bersih dan berkelanjutan, serta pertambangan tembaga dan emas.

        Ridho mengatakan, pada bidang migas, perusahaan terus melanjutkan proyek-proyek utama, yaitu lapangan Forel dan Bronang di PSC South Natuna Sea Block B, lapangan Suban di PSC Corridor, dan pengembangan fase 2 PSC Senoro-Toili.

        Baca Juga: Implementasi CCS dan CCUS: Tugas Hulu Migas dalam Transisi Energi

        "Pengembangan-pengembangan baru tersebut juga didukung dengan perpanjangan kontrak jual beli gas di Blok Natuna dan Blok Corridor yang memperpanjang umur cadangan (reserve life) dan keberlanjutan dari blok-blok tersebut," ujar Ridho saat ditemui di acara IPA Convex, Selasa (25/7/2023).

        Ridho mengatakan, untuk sektor ketenagalistrikan, melalui anak usahanya PT Medco Power Indonesia, perseroan berkomitmen untuk menyediakan energi bersih dan terbarukan dengan mengembangkan pembangkit listrik tenaga gas, geothermal, surya dan minihidro. 

        Keberhasilan perseroan untuk merampungkan PLTGU Riau 275 MW dan PLTS Sumbawa 26MWp pada tahun 2022 dirasa tidak cukup untuk dapat memenuhi keinginan perusahaan dalam mencapai bauran energi.

        Hal tersebut dilakukan dengan melanjutkan pengembangan proyek geothermal 34 MW fase 1 di Blawan-Ijen, Jawa Timur dan pengembangan PLTS 2x25 MWp di Bali, sehingga ditargetkan kapasitas terpasang dari energi terbarukan mencapai 26% di tahun 2025 dan 30% di tahun 2030.

        Sementara di bidang pertambangan tembaga dan emas, melalui Amman Mineral Nusa Tenggara, perseroan juga berkomitmen untuk membangun bisnis yang berkelanjutan dengan mengonversi energi dari pembangkit listrik tenaga batu bara 112 MW dan diesel 45 MW menjadi PLTGU berkapasitas 450 MW dengan terminal penyimpanan dan regasifikasi LNG di Teluk Benete. 

        "Kapasitas sebesar itu didukung PLTS Sumbawa 26 MWp akan dipakai untuk mendukung kegiatan pertambangan yang nantinya akan meningkat dengan dioperasikannya smelter dan perluasan pabrik konsentrator," ujarnya.

        Ridho menyebut bahwa upaya dan komitmen perseroan dalam membangun bisnis dengan pertumbuhan berkelanjutan, bertujuan untuk memberikan nilai dan imbal hasil jangka panjang bagi para pemegang saham dan berkontribusi terhadap pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah operasi.

        “Kami akan tetap fokus pada peningkatan ESG dengan target terukur sesuai strategi perubahan iklim kami dan memperluas portofolio energi terbarukan demi mencapai Net Zero Emission untuk Cakupan 1 dan 2 pada 2050 dan Cakupan 3 pada 2060," ucapnya. 

        Sebelumnya, Direktur Utama PT Medco Energi Internasional Tbk, Hilmi Panigoro memastikan, perseroan akan mengganti seluruh energi kotor untuk operasi PT Amman Mineral Nusa Tenggara Tbk (AMMAN) pada 2025.

        "AMMAN ada 145 MW batu bara dan diesel. Itu semuanya akan diberhentikan sebelum tahun 2025," ujar Hilmi saat ditemui di ICE BSD Tangerang, Rabu (12/7/2023).

        Hilmi mengatakan, nantinya pembangkitan untuk tambang tersebut digantikan dengan gas, matahari, dan angin.

        "Jadi, pada saat nanti 2025 itu semua coal dan diesel sudah di-decommission (nonaktifkan) sukarela dan diganti dengan gas plus RNE (Renewable Energy), matahari, dan angin," ujarnya. 

        Lanjutnya, sampai dengan saat ini, Medco Energi tengah mengejar proyek pembangunan EBT. Salah satunya dengan membangun geothermal di Ijen, Jawa Timur yang total kapasitasnya mencapai 110 MW. Pada tahap pertama atau yang tengah berjalan sebesar 40 MW. 

        Kemudian, di Bali perusahaan sudah mulai membangun geothermal 50 MW secara keseluruhan dan tersebar di Bali Barat sebesat 25 MW dan 25 MW di Bali Timur.

        Selain itu, perseroan juga tengah melakukan monitoring untuk mempelajari kecepatan angin di Nusa Tenggara.

        "Mudah-mudahan kalau sudah keluar datanya, itu pun satu rencana kita untuk bisa membangun pembangkit listrik tenaga angin di Sumbawa," ungkapnya.

        Hilmi menyebut, pembangunan tersebut memang membutuhkan biaya operasional yang tinggi. Namun, dengan memanfaatkan EBT, biaya tersebut hanya akan dikeluarkan di awal saja.

        "Kalau yang namanya energi terbarukan itu memang Capex (Capital Expenditures) di depannya besar, tapi kan mataharinya engak bayar. Capex untuk turbin angin di depan besar, tapi anginnya enggak bayar. Jadi, mungkin Capex tinggi dulu, setelah beberapa tahun akan turun jauh sekali dan di long run (jangka panjang) bisa jalan," jelasnya.

        Baca Juga: Langkah Medco Energi Bangun Bisnis Berkelanjutan

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Djati Waluyo
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: