Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Bahaya Deforestasi Bisa Bikin Perusahaan Rugi hingga 26 Persen di 2030

        Bahaya Deforestasi Bisa Bikin Perusahaan Rugi hingga 26 Persen di 2030 Kredit Foto: Djati Waluyo
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Global Director Forest CDP Thomas Maddox menyebut, kinerja perusahaan dalam menghentikan deforestasi makin terlihat jelas dengan meningkatnya jumlah perusahaan yang saat ini mengungkapkan kemajuannya.

        "Sebanyak 1.043. Jumlah ini memecahkan rekor dengan kenaikan hampir 300 persen perusahaan melakukan pelaporan melalui CDP mengenai pengelolaan risiko deforestasinya pada tahun 2022 dibanding tahun 2017," ujar Thomas dalam paparan laporan CDP 2022, Rabu (2/8/2023). 

        Thomas mengatakan, kondisi tersebut menggambarkan dampak yang besar bagi perusahaan atas risiko deforestasi, tapi mitigasi risiko dianggap relatif terjangkau.

        Baca Juga: Terpantau Turun! Segini Catatan Deforestasi di Indonesia dalam 2 Tahun Terakhir

        CDP mengungkapkan analisis terbarunya menunjukkan bahwa deforestasi berisiko menjadi seperti batu bara baru.

        "Dalam portofolio lembaga keuangan karena paparannya terhadap perusahaan yang memicu deforestasi, menimbulkan risiko keuangan, regulasi, dan reputasi yang cukup besar," ucapnya. 

        Lanjutnya, transisi iklim dan alam yang semakin cepat serta pergeseran kebijakan dan permintaan yang ada dapat membuat 40 perusahaan pangan dan pertanian terbesar di dunia mengalami kerugian.

        "(40 Perusahaan) yang bernilai lebih dari US$2 triliun berpotensi mengalami kerugian hingga 26% pada tahun 2030, dengan rata-rata sektor yang terdampak mencapai lebih dari 7%," ujarnya. 

        Nilai ini setara dengan kerugian lembaga keuangan sebesar US$150 miliar yang kemudian menjadi kerugian permanen dan tidak bersiklus, yang juga sebanding dengan kerugian nilai setelah krisis keuangan pada tahun 2008.

        Thomas menyebutkan kerusakan ekosistem alam seperti hutan menciptakan risiko bagi perusahaan sekaligus lembaga keuangan karena ketergantungan perusahaan terhadap alam. Efek buruk yang muncul dari dampak perusahaan terhadap alam, di antaranya membuat perusahaan kehilangan pelanggan atau seluruh pasar, tindakan hukum berbiaya tinggi, dan perubahan peraturan yang merugikan akibat dampak langsung dan tidak langsung dari kegiatan perusahaan terhadap alam, dan dampak yang lebih luas dari kerusakan alam terhadap masyarakat.

        Risiko akibat deforestasi dapat bersifat tidak linear dan sistemis karena risiko tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada seluruh sistem, dan bukan kerusakan pada bagian-bagian tertentu yang dapat ditangani secara individual.

        Lebih lanjut, risiko sistemis yang berkaitan dengan alam seperti deforestasi memiliki titik kritis rendah yang ketika digabungkan akan menghasilkan kegagalan besar dari adanya interaksi risiko fisik dan transisi.

        "Satu kegagalan memicu rantai kegagalan lainnya dan menghentikan sistem untuk pulih sehingga hal ini pun berdampak buruk terhadap perusahaan dan pasar keuangan yang bergantung pada sistem tersebut," jelasnya.

        Thomas menyebut, laju deforestasi saat ini menunjukkan bahwa titik kritis tersebut sudah sangat dekat. Jika laju hilangnya hutan terus berlanjut dan 20-25% hutan hilang, wilayah tersebut dapat mencapai titik kritis yang menyebabkan sebagian besar hutan mati dan berubah menjadi ekosistem bukan hutan.

        Sebagai contoh, deforestasi hutan Amazon yang berskala besar nyatanya tidak hanya berdampak pada wilayah tersebut, tetapi juga mengubah pola cuacanya dan mengurangi ketersediaan air sekaligus produktivitas pertaniannya.

        "Jika hutan mati, maka kekeringan akan meningkat di wilayah tersebut, dan di Brasil, produksi pertanian tahunan akan mengalami kerugian sebesar US$422 juta. Mengingat Brasil merupakan eksportir pangan global dengan skala signifikan, penurunan tajam produksi pertanian negara ini juga dapat memperburuk ketidakstabilan harga pangan secara global," paparnya

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Djati Waluyo
        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: