
Beberapa tahun terakhir, beberapa negara seperti Tiongkok, Rusia, Afrika Selatan, Brasil, dan sebagian negara lain termasuk Indonesia dan Nigeria, telah mengadopsi beberapa gagasan untuk menciptakan dunia yang lebih inklusif dan multipolar.
Namun, ironisnya, dalam era yang semakin multipolar ini, multilateralisme justru terabaikan dan dikorbankan, menghadapkan para menteri perdagangan di seluruh dunia pada tantangan yang berat. Oleh karena itu, di tengah perubahan yang terus menerus, kompleksitas dan paradoks menjadi tantangan yang dihadapi.
Gita Wirjawan, mantan Menteri Perdagangan, hadir pada konferensi MEET 2023 sebagai pembicara yang menyampaikan pidato inspiratif tentang paradoks dan tantangan dunia dalam menghadapi perubahan di masa depan. Dalam pidatonya, Wirjawan mengatakan bahwa saat ini dunia semakin mengalami banyak perubahan, terutama paradoks mengenai ide dan informasi menjadi tantangan yang sedang dihadapi oleh masyarakat di dunia.
Baca Juga: Transformasi Digital Sektor Energi Kunci Keberhasilan di Era Globalisasi
“Banyak ide brilian yang telah dihasilkan, sayangnya, sebagian besar dari ide-ide tersebut tidak dapat diimplementasikan karena keterbatasan sumber daya finansial. Akibatnya, internet yang seharusnya menjadi alat pemerataan justru menjadi milik dan dikuasai oleh kelompok elit,” jelas Wirjawan, dikutip dari kanal Youtube-nya pada Senin (7/8/2023).
Wirjawan juga menyoroti paradoks mengenai pertumbuhan eksponensial dan efisiensi biaya yang terkait dengan teknologi. Saat ini, telah muncul teknologi canggih berbasis artificial intelligence (AI), yang terkenal ialah ChatGPT. AI ini telah dikembangkan oleh para ahli teknologi yang kurang mempedulikan tentang kemampuan untuk berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang, seperti orang-orang dari budaya, spiritualitas, filosofi, lingkungan, ekonomi, dan lain sebagainya.
“Jika ChatGPT diciptakan pada tahun 2012, tepat di sekitar munculnya AI, ketika AI menjadi sangat keren, akan menghabiskan biaya sekitar US$800 juta untuk menyiapkannya. Sedangkan di awal tahun 2022, mungkin biayanya sekitar US$50 juta. Jika Anda membuat ChatGPT hari ini, biayanya tidak akan lebih dari US$500.000,” terang Wirjawan.
Wirjawan menyebutkan paradoks antara keberlanjutan dan pembangunan yang menjadi fokus perhatian di tengah perubahan dunia yang terus berlangsung. Beberapa negara di dunia masih menghadapi kesulitan sosial, seperti kemiskinan, kelaparan, dan masalah kesehatan. Bagi mereka, kebutuhan dasar ini menjadi prioritas utama, sehingga belum bisa berpikir secara modern atau memperhatikan narasi keberlanjutan.
“Para ahli di bidang keberlanjutan, mereka optimis tentang kemampuan untuk mencapai netralitas karbon dalam 27 tahun mendatang, tepatnya pada 2050. Namun, pandangan optimis ini hanya resonansi bagi sekitar 15-20% dari populasi dunia, sementara sekitar 80% hingga 85% populasi planet masih lebih lebih prihatin dengan masalah yang lebih mendasar seperti memastikan kecukupan pangan di atas meja, termasuk banyak di antaranya berasal dari Indonesia, India, Nigeria, dan negara-negara di wilayah sub-Sahara,” paparnya.
Terdapat berbagai metrik untuk mendefinisikan modernisasi, tapi Wirjawan menekankan pada satu metrik sederhana, yaitu tingkat penggunaan daya listrik. Jika dilihat dua negara berkembang besar, India dan Indonesia, tingkat daya listrik keduanya hanya sekitar 1.300 kilowatt jam per kapita. Dibutuhkan waktu yang lama untuk mencapai tingkat modernitas atau modernisasi bagi sebuah negara, dibutuhkan aliran listrik setidaknya 5.000 hingga 6.000 ribu kilowatt jam per kapita.
“Akan muncul pertanyaan, berapa lama waktu yang dibutuhkan India dan Indonesia untuk naik dari 1.300 kilowatt jam per kapita menjadi 6.000 kilowatt jam per kapita dengan kemampuan Indonesia yang hanya mampu menghasilkan 3.000 megawatt kemampuan pembangkit listrik per tahun, sementara India 19.000 megawatt per tahun. Jawabannya adalah 100 tahun,” tegas Wirjawan.
Baca Juga: Ini Dia Peran Kecerdasan Buatan (AI) Microsoft dalam Dongkrak Produktivitas Kerja
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Nevriza Wahyu Utami
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: