Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Mampu Kurangi Emisi, Mobil Hybrid Dinilai Layak Dapat Insentif

        Mampu Kurangi Emisi, Mobil Hybrid Dinilai Layak Dapat Insentif Kredit Foto: Kemenperin
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Taufiek Bawazier, mengatakan hybrid electric vehicle (HEV) dapat mengurangi emisi secara signifikan. Pasalnya, saat ini terdapat model HEV dengan emisi mencapai 75 gram/kilometer (km).

        Menurutnya, penjualan mobil HEV saat ini lebih tinggi dibandingkan BEV. Karena itu, masyarakat diimbau untuk tidak khawatir jika melakukan pengecasan baterai saat membawa HEV dengan jarak jauh. Sedangkan, jika konsumen menggunakan BEV harus memperhitungkan daya baterai dan infrastruktur pengisian di tengah perjalanan.

        Baca Juga: Minat Bekerja secara Hybrid Meningkat, IWG Bakal Buka HQ Terbaru di JIC Tower Jakarta Barat

        "Karena itu, Kemenperin menjajaki pemberian award kepada mobil hybrid. Namun, basisnya bukan pajak tapi emisi karbon yang dikeluarkan. Ini akan menjadi tambahan insentif mobil hybrid selain PPnBM 6% sesuai PP 74 Tahun 2021. Aturan ini akan dirilis secepatnya," jelas Taufiek dalam diskusi bertajuk Otomotif, Ujung Tombak Dekarbonisasi Indonesia yang digelar Forum Wartawan Industri (Forwin) di Jakarta, Selasa (8/8/2023).

        Pengamat otomotif LPEM Universitas Indonesia, Riyanto, mengatakan mobil hybrid atau HEV layak diberikan insentif. Pasalnya, dapat mengurangi emisi karbon hingga 49%, berdasarkan perhitungan emisi dari tangki bensin ke knalpot.

        "Artinya, pengurangan emisi dua mobil hybrid setara dengan satu mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) yang mencapai 100%," ujarnya.

        Dia menjelaskan, jenis insentif yang diberikan dapat berupa pengurangan pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

        Dalam hal ini, PKB dan BBNKB HEV sama seperti mobil bermesin pembakaran internal (internal combustion engine/ICE) yakni 12,5% dan 1,75%, sehingga totalnya mencapai 14,25%, sedangkan tarif PPnBM mencapai 6%, sesuai PP 74 tahun 2021.

        Jika dibandingkan dengan BEV yang diganjar PPnBM, PKB, dan BBNKB 0%. Selain itu, BEV mendapatkan diskon pajak pertambahan nilai (PPN) 10% menjadi 1% dari tarif normal 11%.

        "Tarif PKB dan BBNKB HEV diusulkan dipangkas menjadi masing-masing 7,5% dan 1,31%, sehingga totalnya mencapai 8,81%. Adapun PPnBM HEV diusulkan diturunkan ke 0% atau minimal sama seperti LCGC sebesar 3%," ujarnya.

        Dia pun menyatakan, rentetan insentif itu diyakini dapat memangkas harga HEV 8-11%. Harga HEV yang kini masih Rp450 jutaan bisa diturunkan menjadi Rp400 jutaan.

        "Bahkan, harga bisa di bawah Rp400 juta, jika HEV juga diberikan insentif penurunan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% seperti BEV," tambahnya.

        Baca Juga: BRImo FSTVL 2023: Ini Mekanisme Tukar BRIpoin Jadi Voucher Promo Hingga Mobil Listrik Keren!

        Dia menegaskan, banjir insentif HEV diyakini dapat mendongkrak penjualan HEV menjadi 104 ribu unit pada 2025. Dengan volume sebesar ini, Indonesia dapat mulai melokalisasi komponen HEV, seperti baterai sehingga ke depannya bisa menjadi basis produksi HEV untuk pasar dunia.

        "Di sisi lain, Kemenperin mengkaji pemberian tambahan insentif HEV di luar PPnBM 6%. Konsep Kemenperin, yang menjadi dasar pemberian insentif adalah emisi karbon yang dikeluarkan HEV. Semakin rendah emisi, mobil hybrid layak diberikan insentif, kendati bentuknya belum dirumuskan," tegasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: