Pemerintah Naikkan Gaji PNS 2024, Pakar Wanti-Wanti: Utang Sudah Bebani APBN, Apakah Publik Siap...
Baru-baru ini, pemerintah mengambil langkah berani dengan merencanakan peningkatan gaji untuk pegawai negeri sipil (PNS), aparatur sipil negara (ASN), personel TNI-POLRI, beserta pensiunannya. Lantas, apa yang perlu diperhatikan oleh pembuat kebijakan dalam realita fiskal?
Dilansir dari keterangan Narasi Institute pada Kamis (17/8/2023), CEO Narasi Institute yang juga pakar kebijakan publik dan ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengatakan bahwa meski langkah ini meningkatkan kesejahteraan, namun kenaikan drastis gaji PNS sebesar 8% dan pensiunan sebesar 8% tersebut dapat berdampak pada perekonomian.
“Sebaiknya para pengambil kebijakan (policymakers) mempertimbangkan lima poin berikut, yaitu kondisi fiskal terbatas 2024, beban fiskal yang berat, pembangunan daerah yang terbebani belanja ASN, stabilitas politik dan objektiftivitas dalam kenaikan gaji ASN,” ungkap Achmad secara tertulis dalam keterangannya pada Kamis (17/8/2023).
Baca Juga: Naikkan Gaji PNS dan Pensiunan, Sri Mulyani Ternyata Punya Dana Rp52 Triliun
Achmad merinci 5 poin yang perlu diperhatikan. Pertama, kondisi fiskal terbatas pada tahun 2024. Rancangan APBN 2024 telah menjadikan transformasi ekonomi, pengendalian defisit, dan program-program prioritas sebagai tujuan utama. Namun, kenaikan gaji tersebut akan berpotensi mengganggu alokasi dana untuk program-program penting tersebut.
Achmad pun mempertanyakan, apakah kebijakan kenaikan gaji ASN dapat memberikan manfaat seimbang dengan dampak fiskalnya. Menurutnya, pemerintah belum memaparkan risiko fiskal dari kenaikan gaji tersebut, terutama pengaruhnya terhadap alokasi dana yang seharusnya diperuntukkan bagi program lain seperti bansos, pembayaran utang luar negeri dan kesehatan.
“Jangan sampai Gaji ASN dinaikan tapi anggaran pertanian, anggaran kesehatan dikurangi,” sebut Achmad.
Kedua, beban fiskal yang semakin berat sebab kenaikan gaji berpotensi menekan APBN. Achmad menyebutkan, dalam kondisi ekonomi global yang tidak pasti dan kebutuhan akan buffer fiscal, langkah tersebut perlu dievaluasi kembali.
“Apalagi mengingat utang semakin besar membebani APBN. Apakah publik siap untuk memberikan beban yang lebih berat pada anggaran negara?” tanyanya.
Di samping itu, soal keseimbangan antara kenaikan gaji dengan inflasi juga menjadi perhatiannya. Meski kenaikan gaji bertujuan untuk mengatasi inflasi, namun langkah ini perlu pengawasan agar tidak menimbulkan inflasi lanjut.
“Peningkatan gaji sebesar 8% yang melebihi tingkat inflasi 3.09% (year-on-year per Juli 2023) bisa mengganggu stabilitas ekonomi. Kenaikan yang terlalu besar selain menciptakan gelombang inflasi yang merusak ekonomi nasional juga menciptakan kecemburuan sosial,” terang Achmad.
Ia pun membandingkan jumlah ASN Indonesia yang hanya 4,25 juta orang. Menurutnya, jumlah itu masih kecil jika dibandingkan dengan 220 juta penduduk yang masih mengalami kesulitan ekonomi akibat kenaikan inflasi. Di samping itu, Achmad menganggap, kenaikan gaji ASN saat ini kurang bijak.
Ketiga, situasi tantangan anggaran di daerah yang mungkin belum optimal. Achmad memaparkan, beberapa daerah mengalokasikan lebih dari 70% anggaran untuk belanja pegawai daripada pembangunan.
“Kenaikan gaji tanpa mempertimbangkan kondisi ini dapat menghambat pembangunan daerah,” tambahnya.
Keempat, Achmad juga menyinggung soal stabilitas politik dan pemilihan umum (pemilu) tahun 2024. Jelang pemilu dianggap berisiko, meskipun langkah kenaikan gaji dianggap sebagai prestasi pemerintah. “Hal ini mungkin menjadi tanggungan bagi pemerintahan berikutnya,” kata Achmad. Menurutnya, kebijakan tersebut seharusnya tidak membebani pemimpin yang akan datang.
Kelima, Achmad juga menyinggung tujuan dan efisiensi kenaikan gaji, termasuk peningkatan kinerja dan efisiensi.
“Jika kenaikan gaji tidak diimbangi dengan kemajuan yang nyata dalam pembangunan, risiko anggaran belanja pegawai yang melampaui pembangunan semakin besar. Presiden perlu menjelaskan peningkatan kinerja ASN seperti apa yang dijanjikan,” pungkasnya.
Achmad pun memberikan opsi alternatif yang perlu dilakukan pemerintah dan DPR, mulai dari evaluasi dan pendekatan menyeluruh secara jangka panjang, pilihan alternatif yang kreatif yang diwujudkan berupa skema insentif kerja atau lainnya demi penyelarasan ekonomi negara dengan kesejahteraan PNS, hingga kontrol inflasi yang melibatkan Bank Indonesia.
“Meskipun kenaikan gaji PNS dapat membawa manfaat, dampaknya terhadap fiskal negara harus diperhitungkan secara cermat. Menemukan keseimbangan antara kesejahteraan PNS dan keberlanjutan fiskal adalah esensi dalam kebijakan ini,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Nadia Khadijah Putri
Editor: Lestari Ningsih
Tag Terkait: