Mengulik Seberapa Besar Masalah Krisis Properti China dan Dampaknya ke Pasar Saham Indonesia
Krisis properti yang tengah melanda China mencuri kekhawatiran dunia keuangan dan ekonomi global. Salah satu tanda peringatan terbaru datang dari JP Morgan, yang memperkirakan bahwa gagal bayar oleh Country Garden, salah satu pengembang properti terbesar di China, akan berkelanjutan dan berpotensi memicu gagal bayar di kalangan pengembang properti yang lebih kecil.
Sebagai informasi tambahan, sektor real estat di China telah lama menjadi penopang ekonomi negara tersebut. Pada tahun 2021, sektor ini menyumbang sekitar 25,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) China.
Rivan Kurniawan, praktisi pasar modal dan value investor, menjelaskan bahwa kejatuhan Country Garden bisa saja menjadi lebih parah karena beberapa pengembang properti lainnya juga berisiko gagal bayar.
Baca Juga: Country Garden Terancam Gagal Bayar: Menggali Akar Permasalahan Krisis Properti China
“Sebelumnya, pengembang properti terbesar di China, Evergrande, telah mengajukan kebangkrutan di pengadilan New York, Amerika Serikat, dan sedang mencari perlindungan kebangkrutan untuk menghindari gugatan dari para kreditur,” jelas Rivan, dikutip dari kanal Youtube-nya pada Jumat (1/9/2023).
Utang Evergrande yang mencapai sekitar US$340 miliar setara dengan sekitar 2% dari PDB China, mencerminkan seberapa besar dampaknya terhadap perekonomian China. Situasinya tidak jauh berbeda dengan Country Garden, yang memiliki kewajiban bayar mencapai US$191,7 miliar.
Rivan mengungkapkan kekhawatiran bahwa Country Garden mungkin akan menyusul langkah Evergrande, bahkan dengan dampak yang lebih parah, mengingat beberapa pengembang lain juga berisiko gagal bayar.
“Jika masyarakat tetap membeli properti Country Garden, hal itu mungkin tidak akan cukup untuk menutup kekurangan finansial perusahaan, kecuali melalui likuidasi aset-asetnya,” terang Rivan.
Selain itu, Rivan juga menegaskan bahwa krisis ini akan berdampak pada ekonomi China secara keseluruhan, bukan hanya karena masalah yang dihadapi oleh dua raksasa properti (Evergrande dan Country Garden), tetapi juga karena banyaknya pengembang properti lain yang saat ini berutang besar kepada bank.
“Risiko gagal bayar ini dapat terus menyebar dan mengakibatkan lebih dari 50 pengembang properti di China mengalami gagal bayar dalam tiga tahun terakhir,” tuturnya.
Tak hanya di China, dampak krisis ini juga diproyeksi akan merembet ke sektor properti global, termasuk Indonesia. Mengingat China adalah mitra dagang terbesar Indonesia, sehingga permasalahan ekonomi di China dapat berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Hasil riset dari Bank Dunia menunjukkan bahwa setiap turunnya satu persen pertumbuhan ekonomi China, dapat menyebabkan penurunan sekitar 0,5% dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Meskipun demikian, hingga saat ini, dampak langsung terhadap sektor properti Indonesia belum terlalu signifikan. Laporan keuangan dari emiten properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan bahwa sebagian besar masih memiliki kesehatan keuangan yang baik dan pertumbuhan profitabilitas yang positif.
“Namun, situasi ini tetap harus dipantau lagi, mengingat ketidakpastian yang masih ada dalam dinamika ekonomi global,” tutupnya.
Baca Juga: Sektor Properti China Masih Anyep, Saham Evergrande Anjlok 87% Kian Merugi Hingga Rp36 Triliun!
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Nevriza Wahyu Utami
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: