Country Garden Terancam Gagal Bayar: Menggali Akar Permasalahan Krisis Properti China
Permasalahan sektor properti di China telah menjadi sorotan dunia dalam beberapa waktu terakhir, dengan banyak perusahaan pengembang properti yang mengalami krisis keuangan. Salah satu nama yang mencuat dalam perbincangan hangat adalah Country Garden, perusahaan pengembang properti terkemuka di Tiongkok.
Rivan Kurniawan, praktisi pasar modal dan value investor, mengatakan bahwa sektor properti di Tiongkok telah mengalami guncangan serius ketika pemerintah mulai mengambil tindakan terhadap tingkat hutang yang terus meningkat di kalangan pengembang properti sejak tahun 2020.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat di China selama bertahun-tahun telah mendorong banyak pengembang untuk membangun properti secara besar-besaran. Mereka bahkan membeli lahan dan membangun tanpa henti, diperkuat oleh keyakinan bahwa permintaan akan terus tumbuh.
Baca Juga: Sektor Properti China Masih Anyep, Saham Evergrande Anjlok 87% Kian Merugi Hingga Rp36 Triliun!
“Penumpukan utang ini disebabkan oleh pertumbuhan pesat ekonomi China selama bertahun-tahun, sehingga menyebabkan banyak developer yang membangun properti secara besar-besaran dan pihak developer juga sering membeli land bank dan over building di China,” jelas Rivan, dikutip dari kanal Youtube pada Jumat (1/9/2023).
Namun, langkah yang diambil oleh para pengembang justru membawa dampak negatif. Rivan menjelaskan bahwa pasokan properti melebihi permintaan, dan beberapa kota yang telah dibangun menjadi kota hantu dan tanpa penghuni. Hal ini menciptakan ketidakseimbangan yang merugikan ekonomi dan pasar properti secara keseluruhan.
“Secara sederhananya, supply itu melebihi dari permintaan karena developer berupaya memanfaatkan keinginan masyarakat untuk membeli rumah dan investasinya di bidang properti secara masif. Eh tapi enggak tahunya malah blunder karena kota yang dibangun itu ada yang menjadi kota hantu dan enggak ada yang nempatin,” ungkap Rivan.
Presiden Tiongkok Xi Jinping pun ikut angkat bicara terkait masalah ini. Ia menyatakan bahwa rumah seharusnya digunakan untuk tempat tinggal, bukan untuk spekulasi.
Pada tahun 2020, pemerintah Tiongkok mulai memberlakukan aturan ketat yang membatasi kemampuan perusahaan real estat untuk mengumpulkan uang dan memicu serangkaian gagal bayar dari para developer properti.
“Aturan tersebut mengharuskan pengembang untuk membatasi hutang mereka yang terkait dengan arus kas, aset, dan tingkat permodalan perusahaan,” terangnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Nevriza Wahyu Utami
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement