Sektor Properti China Masih Anyep, Saham Evergrande Anjlok 87% Kian Merugi Hingga Rp36 Triliun!
Pengembang properti paling berutang di dunia, China Evergrande Group, baru saja mengalami penurunan nilai saham sebanyak 87% ketika perdagangan dilanjutkan kembali setelah penangguhan selama 17 bulan. Alhasil, ini menghapus hampir USD2,4 miliar (Rp36,7 triliun) nilainya.
Evergrande berada di tengah krisis di sektor properti China yang telah menyebabkan serangkaian gagal bayar utang sejak akhir tahun 2021. Bulan depan, pengadilan akan memutuskan rencana Evergrande untuk merestrukturisasi aset luar negeri senilai hampir USD32 miliar (Rp489 triliun) kewajiban utang.
Baca Juga: Miliarder AS Puji India Habis-Habisan, Ray Dalio: Saya Seperti Melihat China
Melansir Reuters di Jakarta, Senin (28/8/23) saham Evergrande telah ditangguhkan sejak 21 Maret 2022. Unit perusahaan yang terdaftar di Hong Kong, China Evergrande New Energy Vehicle Group dan Evergrande Property Services Group keduanya telah melanjutkan perdagangan dalam sebulan terakhir setelah terhenti selama 16 bulan.
Dimulainya kembali perdagangan di ketiga perusahaan tersebut sangat penting bagi Evergrande Group karena rencana restrukturisasi utang luar negerinya mencakup pertukaran sebagian utangnya ke instrumen terkait ekuitas yang didukung oleh mereka.
Evergrande akan menghadapi delisting jika penangguhan telah mencapai 18 bulan.
“Di masa depan, segala sesuatunya akan semakin sulit baik bagi operasional maupun kinerja sahamnya,” kata Steven Leung, direktur UOB Kay Hian yang berbasis di Hong Kong. “Ada sedikit harapan bahwa Evergrande dapat mengandalkan penjualan rumah untuk membayar utang karena pembeli rumah akan lebih memilih pengembang milik negara, dan Evergrande tidak akan mendapatkan keuntungan dari kebijakan stimulus.”
Dimulainya kembali perdagangan juga terjadi setelah pengembang pada hari Minggu melaporkan kerugian bersih yang lebih kecil untuk paruh pertama tahun ini karena peningkatan pendapatan.
Liabilitasnya sedikit turun 2% menjadi 2,39 triliun yuan (USD328,14 miliar/Rp5 kuadriliun) selama periode enam bulan, sementara total aset menyusut 5,4% menjadi 1,74 triliun yuan.
Evergrande membukukan kerugian bersih gabungan sebesar USD81 miliar (Rp1.238 trilliun) untuk tahun 2021 dan 2022 dalam laporan pendapatan yang telah lama tertunda bulan lalu, dibandingkan laba 8,1 miliar yuan pada tahun 2020.
Seperti dua laporan keuangan tahunan Evergrande sebelumnya, auditor Prism Hong Kong dan Shanghai belum mengeluarkan kesimpulan atas laporan ini, dengan alasan berbagai ketidakpastian terkait kelangsungan bisnis, termasuk arus kas masa depan.
Evergrande mengatakan kemampuannya untuk melanjutkan akan bergantung pada keberhasilan implementasi rencana restrukturisasi utang luar negeri, dan keberhasilan negosiasi dengan pemberi pinjaman lainnya mengenai perpanjangan pembayaran.
Pengadilan di Hong Kong dan Kepulauan Cayman akan memutuskan pada awal September apakah akan menyetujui rencana restrukturisasi utang luar negeri yang melibatkan instrumen senilai USD31,7 miliar (Rp484 triliun) termasuk obligasi, agunan, dan kewajiban pembelian kembali.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait:
Advertisement