Geger Oknum Guru Diduga Cabuli Puluhan Siswinya, Begini Tanggapan Kementerian PPPA
Seorang oknum guru di Bogor diamankan petugas kepolisian diduga melakuakn pencabulan terhadap puluhan siswanya. Menanggapi kasus tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengecam kasus pencabulan murid sekolah dasar (SD) yang dilakukan oleh oknum guru di Bogor.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak, Nahar mendesak pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus tersebut, pasalnya jumlah korban diperkirakan lebih banyak dari yang terlaporkan.
Baca Juga: MODENA Rangkul Habitat for Humanity Tingkatkan Kualitas Hunian di Kampung Gunung Batu Kidul, Bogor
“Kami jajaran KemenPPPA menyayangkan terjadikan kasus pencabulan terhadap beberapa murid di salah satu sekolah di Kota Bogor. Terduga pelaku adalah seorang wali kelas yang harusnya membimbing dan melindungi murid-muridnya, serta dipercaya oleh para orang tua. Untuk memutus mata rantai kekerasan seksual yang terjadi di sekolah, kami mendorong pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini. Jangan sampai ada korban lain yang tidak mendapatkan penanganan dan memendam trauma berkepanjangan sampai dewasa nanti,” jelas Nahar dikutip dalam siaran pers, Jumat (15/9/2023).
Nahar menyampaikan, dari hasil koordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Jawa Barat diketahui bahwa pencabulan terjadi sejak akhir tahun 2022 hingga Mei 2023 terhadap murid berusia 10-11 tahun di kelas 5 hingga 6 sekolah dasar. Adapun jumlah korban yang melapor ke pihak yang berwajib sebanyak 5 (lima) orang, dan 4 (empat) diantaranya telah diberikan pendampingan. Namun demikian, jumlah korban diduga mencapai 30 anak.
“Sesuai dengan pasal 82 ayat (1), (2), dan (3) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang maka pelaku terancam pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda paling banyak 5.000.000 (lima miliar rupiah). Jika dalam hal ini dilakukan oleh pendidik, tenaga pendidikan, atau pengasuh anak dan juga mencabuli lebih dari 1 (satu) orang, maka dapat dikenakan tambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana.” ungkap Nahar.
Lebih lanjut, Nahar mendorong penyelesaian tindak pidana kekerasan seksual juga tidak dilakukan di luar proses peradilan sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Baca Juga: LRT Jabodebek Diprotes Anggota Komisi V Fraksi Gerindra Tak Sampai Bogor, Menhub Buka Suara!
“Tim Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) KemenPPPA akan terus berkoordinasi dengan UPTD PPA Provinsi Jawa Barat dan UPTD PPA Kota Bogor untuk memantau perkembangan proses hukum dan kondisi korban untuk melakukan asesmen bagi korban untuk mengetahui kondisi mental mereka. Dari hasil asesmen nantinya dapat ditentukan kebutuhannya dan pemberian dukungan seperti apa yang perlu diberikan,” tutur Nahar.
Nahar mendorong UPTD PPA dan pihak sekolah untuk menguatkan orang tua korban dan mengedukasi para orang tua yang anaknya diduga mengalami kekerasan seksual. Hal itu diharapkan bisa mendorong lebih banyak korban dan keluarga korban untuk melaporkan kasusnya.
Kurangnya pendampingan dari orangtua terkait kondisi anak akan menjadi pemicu anak tidak mendapatkan dukungan emosional dari sosok terdekat (orang yang dipercayai oleh anak). Dampaknya anak akan sulit menemukan sosok yang bisa membantu dalam proses resiliensi ataupun mengekspresikan emosi sehingga dapat membantu anak dalam proses pemulihan psikisnya kedepan. Pendamping anak pun perlu memberikan keterampilan manajemen emosi agar anak dapat mengelola emosi negatif yang dirasakan anak dengan baik dan benar.
Baca Juga: Oknum ASN di Alor NTT Tega Cabuli 5 Anak di Bawah Umur, KemenPPPA Akan Dampingi Para Korban
“Pihak sekolah diharapkan bisa mendukung penyelesaian kasus kekerasan seksual yang terjadi. Mulai dari terus melakukan koordinasi dengan pihak/lembaga terkait dalam rangka penyelesaian tindak kekerasan, hingga menjamin hak peserta didik yang menjadi korban agar mereka bisa terus mengenyam pendidikan tanpa stigma,” kata Nahar.
Nahar menambahkan, hasil asesmen psikologi awal ditemukan indikasi kondisi mental anak yang cukup berdampak seperti penurunan motivasi belajar disekolah. Artinya anak masih merasa sekolah merupakan tempat yang tidak aman dan nyaman untuk belajar sehingga perilaku anak cenderung malas untuk kesekolah.
“Peran sekolah untuk menciptakan ruang belajar yang aman bagi peserta didik adalah hal yang amat penting. Pencegahan terjadinya kekerasan seksual melalui edukasi perlu diberikan sejak dini untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan,” jelasnya.
Baca Juga: Tega! Oknum Guru Honorer di Minahasa Cabuli 13 Siswi SD, KemenPPPA: Pelaku Bisa Kena Tambahan Pidana
KemenPPPA mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak untuk berani melapor ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat oleh UU TPKS, seperti UPTD PPA, Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian. Masyarakat juga dapat melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08 -111-129-129.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Aldi Ginastiar