Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Elektabilitas PDIP-Gerindra Semakin Terang, NasDem Tenggelam

        Elektabilitas PDIP-Gerindra Semakin Terang, NasDem Tenggelam Kredit Foto: Antara/Risky Andrianto
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Persaingan antara Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo dalam bursa capres memperkuat pula rivalitas partai pengusungnya. Temuan survei NEW INDONESIA Research & Consulting menunjukkan elektabilitas Gerindra terus menempel ketat PDIP.

        PDIP tetap unggul dengan elektabilitas mencapai 17,8 persen, tetapi selisih elektabilitasnya makin mengecil terhadap Gerindra. Partai runner-up tersebut kini membukukan elektabilitas sebesar 17,4 persen.

        Baca Juga: Bantah Keretakan Hubungan Megawati dan Jokowi, PDIP: Hubungan Keduanya Itu 'Krek'

        Sementara itu partai-partai pengusung Anies Baswedan yang tergabung dalam Koalisi Perubahan cenderung masih stagnan. PKB menjadi partai terbesar dengan elektabilitas 7,0 persen, disusul PKS 4,4 persen dan Nasdem hanya 2,7 persen.

        “Persaingan antara PDIP dan Gerindra semakin ketat, sedangkan partai-partai dari poros perubahan masih stagnan,” ungkap Direktur Eksekutif NEW INDONESIA Research & Consulting Andreas Nuryono dalam siaran pers di Jakarta, pada Selasa (26/9).

        Menurut Andreas, Gerindra terus menikmati coattail effect dari tingginya elektabilitas Prabowo. “Terus melejitnya Prabowo dalam bursa capres mendorong pergerakan elektabilitas Gerindra hingga menempel ketat PDIP,” tandas Andreas.



        Sedangkan Ganjar yang baru mulai pulih setelah sempat anjlok pasca-heboh Piala Dunia U20 belum cukup kuat mengungkit elektabilitas PDIP kembali ke posisi tertinggi yang diraih pada bulan Maret 2023, yakni sebesar 19,1 persen.

        “Sementara Prabowo telah memimpin dalam bursa capres, kini Gerindra pun tengah mengintip kemenangan serupa,” jelas Andreas. Jika tren tersebut terus berlanjut, bukan tidak mungkin Gerindra akan menyalip PDIP dan keluar sebagai partai pemenang Pemilu 2024.

        Padahal PDIP bertekad untuk mengulang kembali kemenangan yang pernah diraih dua kali berturut-turut. “Melambungnya kekuatan Prabowo yang berbuah pada lonjakan elektabilitas Gerindra mengancam upaya PDIP untuk mencetak hattrick,” tegas Andreas.

        Baca Juga: Gelar Rakernas Minggu Ini, PDIP Bakal Bahas Isu Pangan hingga Pilpres

        Waktu kurang dari sebulan lagi menuju pendaftaran pasangan capres-cawapres ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). “Baik kubu Prabowo maupun Ganjar masih belum memutuskan siapa cawapres yang bakal mendampingi sang capres,” lanjut Andreas.

        Bahkan mencuat wacana untuk menggabungkan keduanya dalam satu koalisi besar. “Berlarut-larutnya pembahasan nama cawapres melahirkan spekulasi bahwa PDIP dan Gerindra kemungkinan berkoalisi, memasangkan Prabowo dan Ganjar,” terang Andreas.

        Jika koalisi besar terwujud, maka sebagian besar partai akan bergabung, menjadikannya sebagai koalisi yang sangat gemuk. Selain PDIP dan Gerindra, di dalamnya ada Golkar (8,4 persen), Demokrat (6,7 persen), PSI (6,0 persen), PAN (2,4 persen) dan PPP (2,2 persen).

        Baca Juga: Waketum Gerindra soal Khofifah Jadi Favorit: Bu Khofifah Tipikal Pejuang seperti Pak Prabowo, Gagal Bangkit Lagi'

        Selain itu ada partai-partai papan bawah seperti Perindo (1,6 persen), Gelora (1,3 persen), PBB (0,7 persen), Hanura (0,4 persen), dan Garuda (0,0 persen). “Tersisa PKN dan Buruh, masing-masing 0 persen, yang belum menyatakan sikap atau arah yang jelas,” ujar Andreas.

        Sisanya berkumpul di kubu Koalisi Perubahan, yaitu PKB, PKS, dan Nasdem, dengan tambahan partai baru Ummat (0,4 persen). “Demokrat sebagai partai oposisi terbesar kini telah bergabung ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mengusung Prabowo,” kata Andreas.

        “Stagnasi yang dialami koalisi partai-partai pengusung Anies berkorelasi dengan elektabilitas capres yang tren-nya menurun sejak awal tahun, baru dalam tiga bulan terakhir mulai melandai,” Andreas menjelaskan.

        Dideklarasikannya Anies berpasangan dengan Muhaimin Iskandar yang didukung PKB berhasil mengungkit elektabilitas Anies dari tren penurunan. Tetapi kenaikan tipis tersebut belum cukup mumpuni untuk memberikan coattail effect bagi partai-partai pengusungnya.

        PKB secara mendadak keluar dari koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR), yang menjadi elemen pengusung Prabowo sebelum merger menjadi KIM. PKB memutuskan bergabung dengan Koalisi Perubahan setelah Cak Imin ditawari posisi sebagai cawapres Anies.

        Masuknya PKB membuat Demokrat merasa terdepak, karena sebelumnya berharap tiket cawapres akan diserahkan kepada ketua umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono. Hasilnya, Demokrat tukar guling dengan PKB, yakni berpindah kubu ke koalisi KIM.

        Sedangkan PKS perlu waktu lebih dari dua minggu untuk bisa menerima realitas baru, dengan masuknya PKB dan Cak Imin. “Apakah koalisi ini akan tetap solid hingga pendaftaran, akan sangat menentukan konstelasi capres-cawapres dan koalisi pengusung,” pungkas Andreas.

        Baca Juga: PKB, PKS, dan NasDem Gelar Rapat Perdana, Siap Daftarkan Anies-Cak Imin Jadi Pasangan Pertama

        Survei NEW INDONESIA Research & Consulting dilakukan pada 11-17 September 2023 terhadap 1200 orang mewakili seluruh provinsi. Metode survei adalah multistage random sampling, dengan margin of error ±2,89 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: