Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Nusron Wahid mempertanyakan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) yang diklaim telah dikantongi Badan Pengusahaan (BP) Batam terkait proyek strategis nasional (PSN) di Pulau Rempang, Kepulauan Riau.
Pasalnya, kata Nusron, informasi yang diterimanya pada saat berkunjung ke Pulau Rempang, penduduk sekitar menyebut bahwa tidak ada HPL di Pulau Rempang.
Baca Juga: Tok! Sri Mulyani Dapat Restu DPR Suntik 16 BUMN Puluhan Triliun hingga 2024
"Di informasi dari 17.600 hektar itu, di Pulau Rempang, yang katanya 600 hektar itu sudah ada HPL atas nama BP Batam, saya minta tolong dibuktikan dalam rapat ini surat HPL-nya itu ada di mana? Karena informasi yang kami terima dari masyarakat belum ada yang namanya HPL di Pulau Rempang," kata Nusron dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (2/10/2023).
Nurson sendiri mengaku gembira dengan wacana dibatalkannya relokasi warga Pulau Rempang sebagaimana yang dikatakan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia seusai rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Saya bergembira penjelasan Pak Menteri hasil ratas, dengan Menteri dengan Bapak Presiden, yang meminta entah benar apa tidak, relokasi itu dihentikan, saya setuju kalau relokasi di hentikan," katanya.
Menurutnya, dalam persoalan di Pulau Rempang, diperlukan kebijakan yang arif dan bijaksana. Pasalnya, wacana relokasi yang dijanjikan dinilai memberatkan warga Pulau Rempang.
Baca Juga: Bahlil Minta Isu Rempang Tak Dipolitisasi: Kasihan Kita Dipertentangkan Terus dengan Rakyat
"Rumah penduduk tidak jadi direlokasi, tolong lah, cari kan lokasi yang lain yang tidak menggangu rumah tangga orang. Kalau toh memang terpaksa harus dipindah, pertanyaan saya, kenapa mereka harus di minta indekos? Kenapa nggak rumahnya itu dibuatkan dulu, baru mereka diminta untuk pindah," paparnya.
Seandainya pun rencana relokasi warga Pulau Rempang terjadi, Nusron sendiri menyayangkan hal tersebut. Menurutnya, persoalan investasi dinilai lebih dikedepankan dibanding kepentingan warga setempat.
"Selain hanya mendapatkan tenaga kerja dan pajak, negara mendapatkan apa? Kok sampai negara meminta rakyatnya pindah demi investasi? Apa tidak ada tempat lain untuk kepentingan Investasi?" tandasnya.
Baca Juga: Relokasi Warga Rempang Batal, Begini Rencana Bahlil Selanjutnya
Sebelumnya, Menteri ATR/Kepala BPN, Hadi Thahjanto menyebut bahwa tanah seluas 17 ribu hektare di Pulau Rempang, merupakan kawasan hutan dan tidak ada hak atas tanah di atasnya.
Saat ini, kata Hadi, di pulau tersebut juga ada pengajuan permohonan Hak Pengelolaan (HPL) oleh BP Batam seluas kurang lebih 600 hektare yang merupakan Area Penggunaan Lain (APL).
"Jadi masyarakat pun yang tinggal di sana juga tidak ada sertipikat," kata Hadi di Ruang Rapat Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Selasa (12/09/2023).
Lebih lanjut dia menyebut, pemerintah telah melakukan pendekatan kepada masyarakat dan sebagian di antaranya menerima usulan berupa solusi dari pemerintah sebelum konflik tersebut mengemuka.
Baca Juga: BPH Migas Perlu Dihapuskan atau Masih Dibutuhkan, Ini Kata DPR
Hadi menyebut, terdapat 15 titik tempat masyarakat hidup di Pulau Rempang yang mayoritas tinggal di pinggir pantai dan berprofesi sebagai nelayan. "Dengan adanya proyek ini pemerintah coba ketuk hati masyarakat, dengan tetap menghargai budaya lokal, yaitu dengan mencarikan tempat relokasi," tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: