Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Transaksi di TikTok Shop Resmi Ditutup, INDEF: UMKM Harus Lakukan Penyesuaian Strategi Bisnis

        Transaksi di TikTok Shop Resmi Ditutup, INDEF: UMKM Harus Lakukan Penyesuaian Strategi Bisnis Kredit Foto: Nadia Khadijah Putri
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengatakan, ketika transaksi di TikTok Shop resmi ditutup, maka pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah harus melakukan penyesuaian strategi bisnis. 

        “Pelarangan social commerce berpotensi meningkatkan transaksi dan pengguna e-commerce. UMKM harus melakukan penyesuaian strategi bisnis untuk memasarkan produknya secara daring melalui platform e-commerce,” tulis Direktur Program INDEF, Esther Sri Astuti dalam pemaparannya di acara diskusi publik bertajuk “Larangan Social Commerce, Tepatkah?” pada Selasa (3/10/2023) secara daring. 

        Esther menjelaskan, akibat penggunaan media sosial yang disertai jumlah pengguna yang luar biasa peningkatannya, seharusnya ini menjadi peluang bagi UMKM untuk meningkatkan pangsa pasar secara masif. 

        Baca Juga: Menilik Imbas Penutupan TikTok Shop Ke Penjual, Konsumen, TikTok, dan Investasi di Indonesia

        “Nilai transaksinya dan jumlah penggunanya pun sangat pesan peningkatannya. Jadi sebaiknya nanti UMKM itu memang didorong ke arah sana [e-commerce], untuk apa? Untuk bisa go public, go international, naik kelas. Jadi menurut saya, sebenarnya ini adalah peluang yang bisa untuk usaha-usaha UMKM,” tambah Esther. 

        Meskipun begitu, dengan adanya larangan transaksi melalui aplikasi media sosial, seperti TikTok Shop yang baru-baru ini dilarang pemerintah untuk melakukan transaksi jual-beli, maka pelaku UMKM yang notabene adalah penjual atau seller tersebut tidak dapat bertransaksi di sana. Namun di sisi lain, adanya regulasi Permendag No. 31 Tahun 2023, justru mengatur media sosial hanya dapat digunakan untuk media promosi barang dan jasa. 

        “Tapi kalau sampai ada fasilitas pembayaran dalam transaksi jual-beli tersebut, nah itu harusnya masuk ke platform e-commerce, bukan media sosial,” sambung Esther. 

        Lantas, apakah dengan adanya larangan tersebut membuat pelaku UMKM berhenti? Ternyata tidak juga. Esther memaparkan, karena lokapasar atau online marketplace di Indonesia beragam—bahkan sempat menjadi kompetitor satu sama lainnya—pelaku UMKM dapat memiliki opsi lain untuk berjualan. Bahkan konsumen pun dapat window shopping antara satu marketplace dengan lainnya dalam waktu bersamaan. 

        “Dampak pelarangan satu media sosial yang menyediakan transaksi belanja sekaligus pembayarannya, sebenarnya dilarang satu, itu tidak terlalu signifikan di masyarakat. Kenapa? Masyarakat baik itu penjual dan pembeli, masih punya banyak opsi dan alternatif untuk bisa melakukan promosi, jual-beli. Jadi, dilarang satu enggak masalah,” pungkas Esther. 

        Baca Juga: E-Commerce TikTok Shop Resmi Ditutup, Gimana Nasib UMKM Indonesia?

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Nadia Khadijah Putri
        Editor: Amry Nur Hidayat

        Bagikan Artikel: