Banyak cara yang dapat kita dilakukan untuk menghasil sesuatu bernilai ekonomis. Bagi Kelompok Maggot Petratonik, yang mereka lakukan bukan hanya sekedar mendapatkan nilai ekonomis tapi juga ramah lingkungan dan sehat. Hal itu dilakukan melalui pengembangan budidaya Maggot sekaligus ternak lele dan ayam kampung.
Ulat maggot ini, jika dibiarkan terus, akan bermetamorfosis menjadi lalat hitam atau dikenal lalat tentara hitam atau dikenal Back Soldier Fly (BSF).
Itulah yang dilakukan Ahmad Sodri (60) bersama enam anggotanya yang tergabung dalam Kelompok Maggot Petratonik. Budidaya maggot sekaligus berternak lele dan ayam kampung.
Lokasinya berada di Jalan Sei Wain Rt 36 Kelurahan Karang Joang, Balikpapan Utara, Balikpapan, Kaltim atau tidak jauh dari kawasan waduk Wein dan Hutan Kebun Raya Balikpapan Km 15 Jalan Soekarno Hatta.
Baca Juga: Was-was Risiko El-Nino, Pemerintah Siap Kucurkan Kredit Usaha Alat dan Mesin Pertanian
Baby Maggot ini mendapat asupan dari sampah organik berupa sisa sayuran, buah, nasi dan lainya. Setelah Maggot besar akan dipanen untuk tambahan pakan lele dan ayam. Maggot ini memiliki nutrisi dan protein yang baik untuk makanan lele dan ayam.
Sedangkan sisa makanan dari Maggot ini menjadi sampah organik atau dikenal kasgot. Pupuk organik ini bermanfaat bagi tanaman petani sayur seperti kacang tanah, kangkung, sawi, ketimun, jagung, dan terong.
Pengembangan Maggot pertama kali dikenalkan oleh Enviro Strategic Indonesia dari Bandung yang bekerja sama dengan PT Kilang Pertamina International (KPI) unit Balikpapan pada 2019 lalu kepada mitra binaan Petratonik (Peternakan ayam terintegrasi BSF dan sayuran organik).
“Bibit telur Maggot itu dari sana (Bandung) dikembangkan di sini, ditetaskan. Lalu kita kembangkan Maggot di sini. Maggot ini untuk tambahan pakan lele dan ayam,” ujar Ahmad Sodri Ketua Kelompok Petratonik mengawali ceritanya bersama 4 anggotanya saat ditemui, Sabtu lalu (6/10/2023).
Praktis, pengembangan Maggot berdampak cukup besar dalam mengurai sampah dan tidak berbau. Serta dapat dijadikan pupuk organik bagi pembudidaya sekaligus peternak. Dengan kata lain apa yang dilakukan pembudidaya dan peternak ini tidak ada yang terbuang. Suatu siklus mutualisme yang menguntungkan baik peternak maupun lingkungan sekitar yang ramah.
Sampah organik ini berasal dari sampah rumah tangga yang dapat diurai oleh Baby Maggot menjadi makanan. Kelompok ini selain mengumpulkan sampah rumah tangga sekitar Rt 36 juga mendapatkan pasokan sampah organik dari Pertamina tiap sepekan sekali sebanyak 25-30 kg.
Hasilnya sungguh menggiurkan. Selain hasil panen ternak yang cepat, juga tidak menyisakan sampah. Sebab pupuknya diolah menjadi kasgot bagi tanaman sayur mayur organik yang dikelola masyarakat sekitar lingkungan di Rt36 Sei Wain.
Diketahui, ulat Maggot ini memiliki kandungan protein (42%), lemak (34,8 %), serat (7%). Hal ini menjadi komponen penting dalam pertumbuhan hewan ternak seperti lele dan ayam.
“Tidak ada yang tersisa atau terbuang. Maggot itu untuk tambahan pakan ayam itu ayam cepat besar. Ayam kampung super dan lele menjadi cepat gemuk. Sedangkan kasgot untuk pupuk tanaman sayuran di sini,” beber Ahmad.
Jalan Sei Wain Rt 36 Kelurahan Karang Joang, Balikpapan Utara berada di Km 15 atau lebih dekat dengan lokasi tidak jauh dari Waduk Sungai Wain yang dikelola Pertamina.
Tujuh orang ini tinggal di Rt 36 Sei Wain KM 15, hingga kini terus tekun mengelola budidaya Maggot dan peternakan ayam dan lele termasuk sayur mayur organik.
Hasil Panen Lebih dan Cepat Besar
Budidaya Maggot ini baru berjalan 3 tahun. Awalnya ini dikelola kaum laki-laki yang juga hidup sebagai petani serta pekerjaan lainnya. Namun karena kesibukan, kegiatan ini dilanjutkan 5 orang ibu-ibu.
Pengembangan budidaya Maggot yang dilanjutkan ibu-ibu baru berjalan dua tahun. Mereka yakni Adolfina (40), Sri Widiastuti (37), Riri Juariyah (50)dan Nurhayan (43) serta Rizki (34). Sedangkan ketua kelompok Ahmad Sodri (60) dan penjaga ternak dan Maggot, Juwair (60).
“Kami melanjutkan saja. Gabung kemari baru dua tahun jalan. Saya ibu rumah tangga. Ya isi waktu saja di sini gak lama paling 2 jam datang kerjaan kasih makan Maggot, bersih-bersih, setelah itu pulang. Kalau ada ayam urusin ayam, lele kasih makan,” kata anggota Petratonik, Adolfina, yang menyebutkan baru panen ayam dan lele pada Agustus 2023 lalu.
Secara lugas Adolfina menjelaskan proses awal budidaya Maggot ini. Di lokasi yang sederhana ini terdapat kandang lalat hitam pejantan betina.
Mereka juga menyiapkan tempat seperti potongan kayu persegi panjang untuk lalat bertelur. Dengan luasan kadang Maggot petelur sekitar 2x3 meter.
Setelah menetas menjadi Baby Maggot pembudidaya memindahkan ke kandang untuk pembesaran Maggot. Luasannya sekitar 4x9 meter.
Di sini mereka menyiapkan rak-rak yang berjejer rapi dengan diisi sisa makanan berupa sayur, buah-buahan, nasi, sisa sampah lainnya lainnya. Untuk selanjutnya menjadi Maggot dewasa.
Di lokasi yang sama juga terdapat satu kandang ukuran 4x6 meter, dua kolam ikan lele luasan masing-masing 6x7 meter.
“Kalau untuk penetasan telur ke Baby Maggot itu empat hari. Terus pembesaran Maggot dewasa itu 14 hari sudah bisa panen,” urainya.
Untuk ukuran bergantung pada asupan dari Baby Maggot. Jika makannya cukup Maggot dewasa akan menjadi gemuk.
“Di sini keterbatasan kami dan PR utama kami soal makanan Maggot. Kekurangan di sini. Kami punya VIAR tapi anggota gak bisa kendarai untuk ambil sampah itu,” akunya.
“Paling sampah rumah tangga yang kami kumpulkan dan mengharapkan sampah rumah tangga dari Pertmaina dikirim tiap Jumat itu 25 kg. Tapi dua hari sudah habis,” ujarnya.
Pengembangan lalat hitam atau Maggot ini juga pernah menjadi lokasi studi banding mahasiswa ITK (Institut Teknologi Kalimantan) di Balikpapan. Termasuk juga mendapatkan kunjungan dari Yayasan Bina Taruna Bangsa dan dari LPM Karang Joang.
“Saat mereka magang itu (ITK) kalau ambil sampah buah, makanan itu sekali ambil 100 kg. Itu paling seminggu habis,” ungkapnya.
Untuk panen sebut Adolfina, dia mencontohkan untuk 3 gram Baby Maggot bisa menghasilkan 3 kg Maggot dewasa. Namun semakin banyak pakan Maggot akan semakin berat hasil panen Maggot.
Selain mengurangi penggunaan pelet, hasil panen dari ternak ayam dan lele setelah menggunakan campuran pakan maggot, waktu panen lebih cepat. Ikan juga jauh lebih gemuk karena protein yang ada dalam maggot.
Adolfina menyebut untuk ayam sudah 4 kali panen sedangkan lele 3 kali panen.
"Alhamdulillah hasilnya," kata Adolfina. "Lumayan untuk tambah di dapur ibu-ibu dari penjualan ikan dan ayam. Dapat dari penjualan itu. Semua penjualan tidak dibagi habis tapi disisihkan untuk modal selebihnya dibagi untuk anggota."
“Kalau ikan 5000 ekor sekali pembesaran, ayam 200 ekor. Itu kemarin agak cepat 1,5 bulan sudah panen ikan. Biasanya 2 bulan setengah, tiga bulanan tapi kemarin cepat,” sebutnya.
Bobot ikan dan ayam meningkat karen pemberian makan dari campuran pelet dan Maggot. Sehingga lebih cepat besar mengingat nutrisi dan protein yang ada dalam maggot. Untuk panen lele sudah tiga kali dilakukan peternak.
“Perbandingan lebih irit penggunaan pakan pelet karena ada tambahan dari maggot,” sebutnya.
Untuk ayam, pembudiya hanya menampung 200 ekor dan hasilnya sudah 4 kali panen selama dikelola ibu-ibu Lele lebih gemuk. Sayangnya saat mengunjungi lokasi budidaya, sejak kelompok Petratonik sudah panen ayam dan lele pada Agustus lalu.
Sri Widiastuti menambahkan untuk ayam besar yakni berat 1 kg lebih per ekor dijual Rp45 ribu sedangkan dibawah 1 kg dijual Rp42,5 ribu. Dari 200 ekor kadang mati 10 hingga 15 ekor ayam.
“Ayam itu 2,5 bulan atau 3 bulan sudah panen. Kalau lele kurang 1,5 bulan,” sebutnya.
Sedangkan Lele dari 5000 bibit dapat menghasilkan 500 kg lele. Dengan harga jual lele per kilogram Rp22-23 ribu dengan isi 7-8 ekor per kilogram. Atau, total penjualannya Rp10 juta untuk lele dengan modal sekitar Rp7 juta. Yakni modal pembelian 15 karung dengan berat perkarung 30 kg dan bibit 5000 ekor lele.
“Kalau lele ukuran itu segitu isi 7-8 ekor perkg. Itu banyak peminat ukuran segitu. Sudah ada yang ambil semuanya disini. Kalau panen itu ramai disini,” ungkap Sri Widiastuti yang mengurusi ternak lele.
Dengan penggunaan Maggot, tentunya dampaknya bagi kelompok Petratonik ini mengurangi biaya pakan ternak ayam dan lele. Selama ini diakui sebelum ada Maggot, lele dan ayam murni menggunakan pakan pelet.
“Jelas mengurangi biaya pakan pelet. Ya sekitar 30 persen kurang penggunaan pakan pelet,” kata Sri Widiastuti.
“Dulu kita pakai pakan pelet untuk ayam itu butuh 15 karung sekarang hanya 10 karung saja,” ungkapnya timpal Juarijah (50) anggota Petratonik yang biasa mengurusi ayam.
Lebih rinci dijelaskan Juarijah anggota Petratonik yang juga mengurusi ternak ayam kampung. Katanya untuk panen maggot dilakukan setiap 14 hari dengan berat sekitar 12 -15kg maggot.
Nantinya pakan ternak berupa pelet dicampur dengan Maggot. Perbandingan yakni 1 kg maggot dengan 3 kg pelet.
“Tiga kg pelet dengan 1 kg Maggotnya. Katanya kalau dikasih Maggot ayamnya agresif, lincah sehat lah karena protein bagus,” tambah Juarijah yang menyebutkan jika ayam hidup semua akan menambah keuntungan.
Pada awal panen pertama dan kedua, kelompok Petratonik masih mengalami kerugian. Karena awalnya belum dilakukan penimbangan pakan secara tepat.
“Akhirnya setiap pemberian pakan ditimbang. Misalnya 1 karung itu 150 kg dibagi 3 nanti itu habisnya berapa hari. Kalau gak ditimbang bisa gak ketahuan kok cepat habis,” tuturnya menyiasati penggunaan pakan ternak.
Pemberian pakan lakukan tiga kali dalam sehari baik ayam maupun lele. Untuk ayam kecil atau bibit dibutuhkan 150 kg pakan untuk 12 hari. Sedangkan ayam besar sekitar 10 hari,” katanya.
Dengan panen ayam kampung yang ketiga dan ke empat, sudah mulai ada keuntungan yang dirasakan kelompoknya.
Dari penjualan 200 ekor ayam, menghasilkan sekitar Rp8 juta. Disisihkan Rp5 juta untuk modal kembali yakni lebih pakan pelet 9-10 karung dengan berat perkarung 50 kg dan bibit 200 ayam (disesuaikan dengan ukuran kandang ayam).
“Sementara belum dimasukan ke kas jadinya sisanya dibagi 7 dengan pembagian sesuai porsi kerja,” ungkapnya.
Diakui Juarijah, pembudidaya juga pernah mendapatkan pelatihan dengan mencoba memanfaatkan susu bekas kadaluarsa yang berubah menjadi keju untuk makanan maggot.
“Kalau pakai itu bisa 7-8 hari sudah panen maggot,” sebutnya.
Hanya saja permasalahnnya sulit untuk mendapatkan susu bekas dari perusahaan tertentu mengingat perusahaan juga memiliki prosedur dalam membuang atau menghancurkan susu bekas ini.
Sementara hasil bercocok tanam sayur mayur sebagian digunakan sendiri dan sebagian dijual kepada warga sekitar lingkungan Rt36.
Pembudidaya berharap Petratonik terus berlanjut. Pakan Maggot menjadi hal penting untuk menyuplai kebutuhan Baby Maggot. Dengan tersedianya pakan maggot yang cukup, otomatis akan banyak mengurangi pakan pelet untuk ternak ayam dan lele. Ke depan maggot diharapkan pelan-pelan dapat mengantikan pakan alternatif pelet yang kini masih cukup menyedot modal usaha mereka.
Area Manager Communication, Relations & CSR PT KPI Unit Balikpapan Ely Chandra Peranginangin menambahkan Petratonik adalah program berbasis pengelolaan sampah organik. PT KPI Unit Balikpapan sendiri juga memiliki program pemilahan sampah organik dan non organik.
“Sampah-sampah organik yang sesuai dengan kebutuhan kelompok Petratonik, dipilah di PT KPI Unit Balikpapan dan dikirim ke kelompok untuk dapat diolah. Selain itu, kelompok juga melakukan pengumpulan sampah organik sendiri di sekitar lokasi mereka,” ujarnya.
Kelompok Petratonik ini telah memiliki kemampuan dalam mengembangkan Maggot. Pada tahun 2022 lalu, kelompok mampu membiakkan Maggot mencapai 385 kg dan kasgot sebanyak 255 kg.
"Selain itu, sepanjang tahun 2022 lalu juga mampu membesarkan lebih dari 1.000 ekor ayam sepanjang tahun. Selain itu, sampah organik yang dikelola mencapai lebih dari 5 ton," beber Ely Chandra.
Harapannya apa yang dilakukan kelompok Petratonik terus berjalan dan memberikan manfaat yang lebih bagi anggotanya serta menjadi inspirasi bagi masyarakat.
Baca Juga: Mitigasi Dampak El Nino, Pemerintah Dorong Realisasi Kredit Usaha Alat dan Mesin Pertanian
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Aliev
Editor: Amry Nur Hidayat