Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Serikat Pekerja: Industri SKT Mulai Tumbuh Lagi, Tambah Peluang bagi Pekerja

        Serikat Pekerja: Industri SKT Mulai Tumbuh Lagi, Tambah Peluang bagi Pekerja Kredit Foto: Antara/Adeng Bustomi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Setelah lama mengalami tekanan akibat kenaikan cukai yang tinggi hingga tantangan saat pandemi, kini sektor sigaret kretek tangan (SKT) perlahan mulai bangkit dan kembali mulai membuka tambahan lapangan pekerjaan yang dapat membantu menggerakkan roda perekonomian.

        Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) sebagai wadah para pekerja SKT pun menyampaikan rasa syukurnya seraya mengapresiasi pemerintah yang konsisten memberikan perlindungan bagi industri padat karya ini.

        “Dapat dikatakan industri SKT mulai membaik dan ini sangat kami syukuri. Bahkan ada pabrik yang menambah tenaga kerja baru,” kata Sudarto, Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP RTMM-SPSI.

         Baca Juga: Asosiasi Petani Tegas Tolak Aturan Tembakau di RPP Kesehatan yang Dinilai Buka Lebar Keran Rokok Ilegal

        Fenomena ini pun seperti angin segar bagi industri yang sempat lesu akibat tekanan pandemi dan kenaikan cukai.

        “Oleh karena itu, kami sangat mengapresiasi pemerintah yang telah mempertimbangkan industri padat karya ini dalam menentukan kebijakan. Berkat berbagai kebijakan yang pro-perlindungan SKT, industri SKT sudah mulai membaik dan terjadi peningkatan serapan tenaga kerja SKT. Pelan-pelan SKT mulai bangkit lagi,” imbuhnya.

        RTMM menilai industri SKT memang layak diberikan perlindungan dari pemerintah atas kontribusinya yang besar secara sosial dan ekonomi.

        “Pekerja SKT itu ratusan ribu yang sebagian besar perempuan. Industri SKT juga memberdayakan perempuan, karena sekalipun dengan tingkat pendidikan yang terbatas, mereka bisa bekerja di sektor formal. Ini merupakan kontribusi yang sangat besar dari industri SKT, karena dengan bekerja sebagai pelinting SKT, para ibu-ibu pelinting bisa lebih sejahtera,” ujarnya.

        Bahkan, lanjut Sudarto, para pelinting kini bisa menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Secara ekonomi, industri SKT juga menambah pendapatan daerah melalui Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).

        “Tapi sebenarnya tidak itu saja, industri SKT juga memiliki efek pengganda yang luar biasa terhadap perekonomian daerah khususnya sentra tembakau di sekitar pabrikan. Keberadaan SKT mendorong terciptanya bermacam-macam aktivitas ekonomi,” katanya.

        Dengan adanya pabrikan SKT, warga sekitar dapat memanfaatkannya untuk berdagang, membuka kos-kosan atau kontrakan, angkutan umum, usaha kuliner, bahkan pasar juga dapat manfaat dari aktivitas pekerja pabrikan SKT.

        “Jadi adanya industri SKT itu memberikan keuntungan juga bagi masyarakat sekitar dan menggerakkan roda perekonomian di daerah tersebut.”

        Itulah sebabnya Sudarto meminta pemerintah untuk terus mendukung pertumbuhan SKT agar terus berkontribusi dalam jangka panjang.

        “Saya kira SKT ini perlu dukungan dari pemerintah. Dalam bentuk perlindungan melalui kebijakan yang tepat dan berpihak. Kontribusinya kan besar, maka pemerintah semestinya sepenuh hati memperjuangkan industri ini agar makin bertumbuh dan membuka peluang kerja yang lebih luas,” ucapnya.

        Secara konkret, Sudarto berharap agar pemerintah menyelamatkan industri SKT dari kenaikan cukai yang terlalu tinggi melalui kenaikan cukai nol persen.

        “Malah menurut saya sebaiknya untuk SKT tidak perlu ada kenaikan cukai setiap tahun. Industri SKT itu kecil-kecil sehingga sensitif dengan tekanan kebijakan. Saya khawatir apabila sektor SKT terdampak dari kenaikan cukai yang ketinggian, momentum pertumbuhan SKT ini malah tertekan dan berbalik,” tegasnya.

        Dia mengatakan jika pemerintah bersungguh-sungguh ingin melindungi industri SKT yang padat karya, harus dipertimbangkan soal cukai dan kebijakan lainnya. Sebab, sejauh ini belum ada industri lain yang mampu menyerap tenaga kerja seperti industri hasil tembakau, khususnya segmen SKT.

        “Maka itu SKT perlu kita jaga kinerja dan keberadaannya. Harapannya dengan dukungan itu, industri SKT akan makin maju dan menyerap lebih banyak lagi tenaga kerja dan mengatasi pengangguran. Apalagi, kalau tidak dilindungi dari sisi kebijakan, kami khawatir dengan nasib ibu-ibu pelinting. Kami mohon pemerintah dapat lebih memperhatikan kesejahteraan para pekerja melalui kemudahan dan insentif yang mendorong kepastian usaha untuk industri SKT,” pungkas Sudarto.

        Baca Juga: Aturan Produk Tembakau Dinilai Seharusnya Tidak Masuk RPP UU Kesehatan

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Amry Nur Hidayat

        Bagikan Artikel: