Beda Karakteristik, Begini Wejangan Nafas Terkait Solusi Polusi Udara di Indonesia
Presiden Jokowi beberapa waktu lalu telah menginstruksikan agar masalah polusi udara di wilayah Jabodetabek segera ditangani. Mengenai hal ini, Co Founder Nafas Piotr Jakubowski mengungkapkan pentingnya dilakukan skrining per wilayah penyebab polusi udara.
Piotr mengibaratkan menangani polusi sama dengan penanganan ketika ada keluhan sakit di tubuh. Menurutnya, jika dokter umum tidak bisa menjalankan diagnosa, maka kita menjalankan lebih banyak tes (CT Scan, tes darah, MRI, dll) untuk memungkinkan dokter spesialis menemukan apa yang menjadi penyebab sakit tersebut.
Baca Juga: Polusi Udara Masih Tinggi, Co-Founder Nafas Sebut Ada Faktor El Nino
“Hal yang sama bisa dilakukan dari sisi polusi udara, ada salah satu strategi di mana masing-masing daerah misal Jabodetabek, semua daerah ini menjalankan kelompok (skrining) polusi dalam waktu tertentu, karena polusi itu memang debu yang secara scientific kita bisa melihat sumbernya dari mana,” ujar Piotr saat bincang di sesi Digital Forces of Sustainability dalam acara Indonesia Knowledge Forum (IKF) 2023 ke-12 di Grand Ballroom Hotel Ritz-Carlton Jakarta, Rabu (11/10/23) lalu.
Sebagai contoh, Piotr mengungkapkan Jakarta utara jika diukur debu polusi tahun ini, maka 10 persen debu ini dari pabrik baterai, 10 persen ini hasil truk diesel.
Penyebab polusi di Jakarta Utara itu menurut Piotr tidak akan sama dengan yang terjadi di wilayah lain.
“Hanya dengan kita ada informasi seperti itu kita bisa menyesuaikan strategi antara daerah-daerah ini karena memang sumbernya beda,” jelasnya.
Baca Juga: Polusi Udara Masih Mengkhawatirkan, CO-Founder Nafas Minta Masyarakat Tetap Waspada
Piotr mengungkapkan langkah menutup pabrik yang dinilai jadi penyebab polusi bukan sebuah solusi. Bagaimanapun menurutnya pabrik menjalankan roda perekonomian sehingga perlu ada solusi bersama.
Ia mencontohkan kasus di salah satu pelabuhan besar dunia yakni Port of Long Beach Amerika Serikat di mana setelah dilakukan skrining penyebab, maka didapatkan sumber masalah adalah pada bahan bakar kapal yang masuk ke wilayah pelabuhan.
“Pelabuhan besar di dunia (Port of Long Beach), apa yang mereka lakukan? Bukan tutup portnya dan pindah ke tempat lain, karena itu sumber ekonomi yang gede banget untuk di situ, apa yang mereka lakukan? Mereka lihat sumber polusinya dari ship yang masuk,” ungkapnya.
Baca Juga: Dukungan Udara Bersih, Rifan Financindo Berjangka Bagikan Paket Peduli Pulih polusi
“Di Port of Long Beach sekarang ada law di mana beberapa kilometer sebelum masuk pada kawasan long beach ini, tanker ship tak boleh pakai bunker fuel (bahan bakar), bunker fuel ini paling parah memang dan itu kerusakannya tinggi banget,” tambahnya.
Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyetop aktivitas pabrik arang di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur karena disebut menjadi salah satu pemicu polusi udara di Ibu Kota.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan, penutupan itu dilakukan pada Rabu (23/8/2023) kemarin.
"Kami hentikan juga ini di Lubang Buaya," ujar Ridho kepada wartawan Kamis (24/8/2023), dikutip dari laman Suara.
Baca Juga: Singgung CO2 Trading, Megawati Akui Alergi Debu dan Polusi Udara
Ridho menilai, pabrik arang itu telah melakukan pembakaran terbuka sehingga menyebabkan produksi emisi berlebih. Padahal upaya mengatasi polusi udara harus dilakukan dengan cara pengendalian emisi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Aldi Ginastiar