Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Bantah KLHK, Kementerian ATR Pastikan Lahan HGU Bukan Kawasan Hutan

        Bantah KLHK, Kementerian ATR Pastikan Lahan HGU Bukan Kawasan Hutan Kredit Foto: Antara/Raisan Al Farisi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Klaim sepihak yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan maraknya Hak Guna Usaha (HGU) masuk dalam kawasan hutan dinilai tidak tepat. Pasalnya, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memastikan bahwa lahan yang mendapatkan status HGU telah dikeluarkan dari kawasan hutan.

        Hal tersebut disampaikan Koordinator Substansi pada Subdit Penetapan HGU Kementerian ATR/BPN, David Cristhian. Menurutnya, dasar dari perolehan tanah seluruh sertifikat HGU yang diterbitkan ATR/BPN dipastikan berada di Areal Penggunaan Lain (APL).

        Baca Juga: Kembangan Lapangan Lengo, KJG teken MoU dengan AWE (Satria) NZ, Ltd.

        "Sejak awal proses, semua HGU harus berada di Areal Penggunaan Lain (APL). Karena  panitia yang turun ke lapangan salah satunya berasal dari Dinas Kehutanan," kata David dalam keterangannya, dilansir pada Kamis (26/10).

        Menurut David, untuk memperoleh HGU, pelaku usaha wajib melengkapi persyaratan dan menjalani proses yang cukup komprehensif dari hulu sampai hilir. “Dipastikan, jika syarat tersebut tidak dipenuhi, HGU tidak akan terbit,” tegasnya.

        Hal itu juga berlaku apabila lahan yang diajukan pemohon berada dalam kawasan hutan. Jika demikian, sudah pasti Kementerian ATR/BPN tidak akan mengeluarkan sertifikat atau Surat Keputusan HGU.

        "Jadi untuk BPN, kami pastikan clear and clean. Bahwa proses pemberian HGU melalui proses hulu sampai hilir dan melibatkan berbagai stakeholder terkait. Apabila salah satu persyaratan tidak bisa terpenuhi, sertifikat tidak bisa terbit," tegas David.

        Dia juga mengatakan bahwa sejauh ini Kementerian ATR/BPN secara intens telah melakukan diskusi dan komunikasi dengan Satgas Sawit, untuk memperjelas posisi HGU yang diklaim masuk ke kawasan hutan. Pasalnya, pada saat proses pengurusan HGU, lahan yang diajukan telah berstatus sebagai Areal Penggunaan Lain (APL) atau telah dilepaskan dari kawasan hutan.

        Baca Juga: Danone Indonesia Tunjukkan Komitmen dalam Penerapan ESG Guna Mewujudkan Visi Keberlanjutan Indonesia Emas 2045

        "Dalam berbagai diskusi dengan Satgas Sawit, kita selalu berkoordinasi dan menjelaskan bahwa sertifikat yang kami terbitkan sebelum ada kawasan hutan yang sekarang diklaim sebagai hutan. Sebelumnya status lahan itu sudah dilepaskan dari kawasan hutan atau APL," paparnya.

        Diketahui, APL adalah areal di luar kawasan hutan negara, yang diperuntukkan bagi pembangunan di luar bidang kehutanan sehingga legal untuk dijadikan sebagai areal produktif. Pakar Hukum Kehutanan dan Pengajar Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia Jakarta, Dr Sadino menegaskan, secara hukum HGU itu bukan lagi kawasan hutan dan sudah menjadi wewenang Kementerian ATR, sehingga KLHK tak lagi berwenang mengurusnya, apalagi memasukkannya dalam Datin KLHK.

        Memang sumber tanahnya bisa dari Surat Keputusan (SK) Pelepasan Kawasan Hutan tetapi ada juga yang bersumber dari tata ruang yang tidak memerlukan pelepasan. Jadi, untuk memperoleh HGU bisa dari pelepasan kawasan hutan (parsial) dan ada yang karena perubahan tata ruang sudah bukan kawasan hutan atau sering disebut Areal Penggunaan Lain (APL), atau sering kali disebut secara tata ruang untuk kawasan budidaya non kehutanan (KBNK) yang menjadi prasyarat untuk mendapatkan HGU.

        Baca Juga: Benarkah Jokowi Sudah Mundur sebagai Kader PDIP?

        Lahan yang bisa dimohonkan pelepasan juga bersumber dari hutan produksi yang dapat dikonversi (Hutan Produksi Konversi/HPK).

        “Karena itu, saat SK Pelepasan sudah terbit, kawasan tersebut sudah bukan kawasan hutan lagi dan beralih kewenangannya kepada Menteri ATR/BPN dan Pemerintah Daerah karena telah menjadi HGU,” kata Sadino.

        Menurut dia, saat izin pelepasan diberikan, statusnya bukan lagi sebagai kawasan hutan. “Apalagi jika HGU telah terbit karena ini merupakan hasil penetapan pemerintah dalam hal ini Kementerian ATR/BPN,” tegasnya.  Menurut Sadino, jika ingin memasukkan lagi kawasan hutan yang telah lebur menjadi HGU ada prosedur tersendiri yaitu melalui perubahan tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

        Namun, Sadino mengingatkan, HGU dilindungi oleh UUPA yang merupakan kewenangan Menteri ATR/BPN dan tata cara pencabutannya sesuai ketentuan di Kementerian ATR/BPN.HGU, lanjut Sadino, bukan izin tetapi hak atas tanah yang dipergunakan untuk melakukan investasi dalam bidang perkebunan yang secara hukum tunduk kepada sejumlah regulasi.

        “Regulasi tersebut antara lain UU Perkebunan, UU Pokok Agraria, UU Penataan Ruang, UU Pemerintahan Daerah dan UU Penanaman Modal,” tambahnya.HGU bukan dalam kategori kawasan hutan, dan peruntukannya untuk usaha pertanian seperti perkebunan, perikanan, peternakan. Jadi tidak bisa dikatakan melanggar produk hukum.

        Terkait tugas dan fungsi Satgas Sawit, Sadino berharap bisa menjadi wasit yang adil dalam penyelesaian HGU yang diklaim KLHK sebagai kawasan hutan, dan tidak dikategorikan sebagai istilah pemutihan.

        Baca Juga: Kebakaran TPA Rawa Kucing Tangerang Masih Menyala, KLHK Terapkan Sistem Injeksi dalam Pemadaman

        “Karena hak atas tanah termasuk HGU sudah putih secara hukumnya. Jika hak atas tanah tetap tidak diperhatikan dikhawatirkan putusan Satgas Sawit akan ramai-ramai mendapat penolakan dan kemungkinan akan berujung sengketa di pengadilan. Ingat, banyak pemegang HGU mengajukan gugatan dan menang,” pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: