Jokowi Gencar Suarakan Hilirisasi Nikel, Kubu Anies Baswedan Beri Peringatan Serius: Industri Cari Bahan Baku Lain!
Co Captain Timnas Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) Thomas Lembong menilai terdapat sejumlah masalah dalam kebijakan hilirisasi pemerintahan Jokowi khususnya soal nikel.
Hal ini Thomas sampaikan di acara, diskusi publik “Pandangan Capres/Cawapres 2024-2029 terhadap Kebijakan Industri, Hilirisasi, dan Perubahan Iklim” yang diselenggarakan Centre For Strategic And International Sudies (CSIS) Indonesia, Rabu (6/12/23).
Thomas mengungkapkan hilirisasi era Jokowi khususnya nikel tidak berorientasi pada pasar yang mana menurutnya akan melahirkan dampak lanjutan di mana pembeli akan merasa tersandera dengan harga tinggi.
Akibat dari situasi ini, maka kemungkinan besar pembeli atau nasabah akan mencari opsi bahan baku lain untuk keperluannya.
“Jadi nasabah/pembeli kita tidak mau disandera dengan harga tinggi, ketersediaan yang bergantung kepada sentimen pemerintah, akhirnya mereka beralih pada bahan baku lain,” jelasnya sebagaimana dilihat live di kanal Youtube CSIS Indonesia.
Di awal kebijakan hilirisasi menurut Thomas masih relevan di mana penggunaan nikel sebagai bahan baku baterai masih tinggi yang menurutnya sampai 70 persen.
Namun kekinian menurut Thomas hal itu makin tidak relevan karena mahalnya nikel dan tidak stabilnya pemasokan karena ekspor nikel Indonesia dibuka-tutup.
Eks Menteri Perdagangan itu menyebut bahan lain yang kini mulai dijadikan bahan baku membuat baterai sebagai substitusi dari nikel yang dihilirisasi Indoneisa adalah Lithium Ferro Phospate.
“Diperkirakan kira-kira 6-7 tahun dari sekarang baterai yang masih pakai nikel paling cuma 30 persen dikalahkan oleh formulasi bahan baku baterai lain seperti lithium Ferro Phospate dll,” ungkapnya.
Pemerintah saat ini menurut Thomas punya fokus yang berlebihan pada sektor nikel khususnya dan baterai menyebabkan kebijakan terkesan sempit. Pemerintah menurut Thomas selalu berbicara nikel dan baterai dsj, padahal hilirisasi masih punya potensi di sektor lain.
“Hemat kami perlu kebijakan pemerintah industri dan tambang yang juah lebih luas dan komprehensif daripada hanya nikel, baterai dan mobil listrik saja,” jelasnya.
Thomas tak menampik bahwa hilirisasi pertambangan seperti nikel berperan dalam pertumbuhan ekonomi, tetapi hal itu tak serta merta menyelesaikan masalah mendasar lainnya seperti ketersediaan lapangan pekerjaan.
“Mungkin kontribusi pada angka pertumbuhan ekonomi lumayan tapi ini tidak berujung pada lapangan pekerjaan dan penghasilan pekerja karena ini padat modal mulai dari tambangnya sampai smelternya, akhirnya sektor ini kebanyakan mengutungkan pemodal yang mendanai,” ungkapnya.
Sementara itu, Drajad Wibowo yang mewakili Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran mengungkapkan hilirisasi akan dilanjutkan pihaknya sebagai bentuk strategi mengeluarkan Indonesia dari Middle Income Trap.
Drajad menilai wajar apabila Nikel saat ini jadi prioritas hilirisasi karena proses UU-nya sudah berlangsung lama dan baru dieksekusi di kepemimpinan Jokowi.
Lanjutnya, atas apa pun kritik yang dilontarkan soal hilirisasi, menurutnya hal tersebut menjaga surplus perdagangan.
“Apa pun kritik yang ada, kebijakan hilirisasi ikut menjaga surplus perdagangan kita. Kalau tadi mas Tom menyampaikan data tidak sesuai pasar, faktanya proyeksi 2030 kalau itu benar masih 40 persen yang masih pakai nikel based baterai. Jadi pasar masih ada,” jelasnya di acara yang sama.
Drajad menegaskan hilirisasi akan Prabowo-Gibran lanjutkan jika terpilih di Pilpres 2024 sebagai strategi mengeluarkan Indonesia dari middle income trap.
“Jadi kami di Prabowo-Gibran melihat Industrialisasi dan hilirisasi serta mitigasi perubahan iklim adalah bagian integral dari strategi Prabowo-Gibran membawa Indonesia keluar dari Middle Income Trap,” ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Bayu Muhardianto
Tag Terkait: