Ajang Pemilu 2024 menjadi sangat strategis dan menentukan bagi arah Indonesia ke depan, setelah dua periode pemerintahan Presiden Jokowi. Temuan survei Nusantara Strategic Network (NSN) menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi mencapai rekor 80,8 persen.
Dari sebanyak itu, di antaranya 11,0 persen menyatakan sangat puas dipimpin oleh Jokowi. Hanya 16,4 persen yang menyatakan tidak puas, termasuk 2,6 persen yang merasa tidak puas sama sekali. Sisanya menyatakan tidak tahu/tidak jawab sebanyak 2,8 persen.
Baca Juga: Survei NSN: Kuatnya Elektabilitas Prabowo-Gibran, Jokowi Tak Abu-abu Lagi!
Angka kepuasan tersebut naik dalam kurun tiga bulan terakhir dan bertahan di atas kisaran 80 persen. Tingginya tingkat kepuasan menuju gelaran pemilu yang akan memilih kepemimpinan baru pasca-Jokowi menjadi menarik untuk dicermati.
Berbeda dari akhir periode kedua pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sikap Jokowi yang melakukan cawe-cawe terhadap siapa sosok yang bakal menggantikannya menyedot perhatian publik hingga dunia.
Bahkan sempat muncul wacana untuk memperpanjang masa jabatan Jokowi hingga tiga periode, atau setidaknya mengundurkan jadwal pemilu hingga 2-3 tahun. Hal itu sangat kontras dengan presiden sebelumnya khususnya SBY yang sama sekali tidak melakukan manuver semacam itu.
Munculnya kepemimpinan ala Jokowi terjadi setelah periode kestabilan politik yang tercapai selama dua periode SBY. Jika ditarik lagi ke masa sebelumnya, Indonesia menghadapi periode transisi pasca-reformasi di mana tiga presiden memerintah dalam jangka enam tahun.
Krisis moneter yang membuat perekonomian nasional terpuruk menyeret Indonesia menjadi pesakitan IMF. Waktu itu padahal digadang-gadang Indonesia bakal tampil sebagai macan baru Asia, nyatanya justru menjadi raksasa tidur yang sulit untuk dibangunkan.
Perlahan-lahan, Indonesia mulai menggeliat kembali dan berusaha untuk bangkit. Tetapi berbagai hambatan baik dari masa sebelum krisis maupun karena hantaman krisis menjadi kendala yang tidak mudah untuk diterobos.
Jokowi muncul dengan jurus menggenjot pembangunan infrastruktur, yang dilanjutkan lagi dengan hilirisasi sumber daya alam. Aksi jor-joran Jokowi membangun infrastruktur terutama ditujukan untuk mengatasi kendala mahalnya biaya logistik, lebih-lebih kondisi geografis Indonesia yang luas.
Baca Juga: PKS Sebut dari Awal Kekuasaan Rezim Jokowi Dapat Rapor Merah Soal Ketenagakerjaan
Sementara itu kekayaan alam seperti tambang dan minyak sawit mentah yang biasanya dikuras demi ekspor, ditahan oleh Jokowi. Tak gentar menghadapi penentangan dari negara-negara maju, Jokowi mendorong hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri.
Semua itu dilakukan demi mencapai apa yang disebut sebagai visi Indonesia Emas 2045, di mana bangsa ini memimpikan bisa melangkah sejajar dengan negara-negara maju. Proses regenerasi saat ini menjadi krusial karena adanya momentum bonus demografi yang takkan terulang lagi.
Apakah pemilu kali ini akan melahirkan kepemimpinan nasional yang bakal meneruskan pencapaian Jokowi, ataukah mengalami stagnasi bahkan mundur kembali, sangat ditentukan oleh dinamika yang bakal berlangsung hingga hari pencoblosan nanti.
Yang bisa dipastikan, aspirasi publik menginginkan keberlanjutan program-program yang sudah dilakukan Jokowi setelah hajatan pemilu kali ini. Tentu saja ada yang merasa tidak puas dan menginginkan perubahan, tetapi jumlahnya minoritas.
“Tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi mencapai 80,8 persen, menunjukkan bahwa publik mendukung keberlanjutan program Jokowi dari hasil Pemilu 2024,” kata Direktur Program NSN Huslidar Riandi di Jakarta pada Senin (1/1).
Menurut Riandi, figur capres-cawapres yang berlaga pada Pilpres 2024 merepresentasikan tendensi yang ada. Wacana keberlanjutan mendominasi, di mana hampir semua tokoh berada di kubu tersebut, kecuali Anies Baswedan yang sejak awal menarasikan perubahan.
Prabowo Subianto yang pernah menjadi rival Jokowi pada dua kali pemilu kini justru menjadi pendukung kuat keberlanjutan. Lebih-lebih tampilnya putera sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres pendamping Prabowo.
Lalu ada figur Ganjar Pranowo yang sebelumnya merupakan loyalis Jokowi lalu bergeser menjadi “petugas partai” yang mengusungnya. Ganjar didampingi oleh Mahfud MD yang menjabat Menko Polhukam dalam kabinet Jokowi saat ini.
Sementara itu Koalisi Perubahan yang mengusung Anies juga diisi oleh partai-partai dari kubu pemerintah, termasuk PKB di mana ketua umumnya Muhaimin Iskandar terpillih sebagai figur cawapres.
“Melalui rekam jejak dan gagasan yang dilontarkan, publik dapat menilai pasangan capres-cawapres mana yang paling memiliki komitmen soal keberlanjutan, dan dapat menjaga harapan publik itu menjadi kenyataan usai pemilu,” pungkas Riandi.
Baca Juga: Disaksikan Presiden Jokowi, 300 KPM Terima BLT El Nino di Kantorpos Utama Manado
Survei Nusantara Strategic Network (NSN) dilakukan pada 23-27 Desember 2023, secara tatap muka kepada 1.200 responden mewakili seluruh provinsi di Indonesia. Metode survei adalah multistage random sampling, dengan margin of error ±2,9 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: