Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Strategi 'Minta Balas Budi' Tidak Tepat, Pengamat: Kan Sudah Dapat Wagub DKI

        Strategi 'Minta Balas Budi' Tidak Tepat, Pengamat: Kan Sudah Dapat Wagub DKI Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Strategi komunikasi menagih balas-jasa atau mengangkat ‘Hutang-Budi’ dianggap Tidak Tepat. Balas jasa yang sejati, terpenting dan tertinggi serta wajib ditunaikan oleh Pemimpin — justru — adalah kepada masyarakat. 

        Hal ini ditegaskan oleh Nur Iswan, Pengamat Kebijakan dan Bisnis (Sabtu, 13/1/2024) di Jakarta saat dimintai pandangannya tentang balas jasa politik atau hutang budi politik.

        “Strategi penagihan balas jasa itu tak tepat. Hutang jasa sejati Pejabat Publik adalah kepada masyarakat maupun seluruh stake-holder yang dipimpinnya. Balas jasa atau balas budi yang wajib dilunasinya adalah dengan melayani dan memimpin sungguh-sungguh, sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Bukan kepada pribadi-pribadi atau kelompok politik tertentu,” tegas Iswan. Baca Juga: Tanggapi Sikap Baperan Prabowo, Anies: Kalau Debatnya Berhasil, Pasti Tenang

        Isu tentang ‘balas jasa’ politik atau ‘hutang-budi’ politik, dalam pengamatan Iswan, muncul akhir-akhir ini dalam konteks kompetisi Pilpres. Strategi komunikasi ini, dipergunakan Kubu Paslon 2 (Prabowo-Gibran) untuk menyerang Paslon 01 (Anies-Imin). 

        “Kira-kira ilustrasinya begini: Prabowo membangun narasi, Anies tidak pantas bicara etika. Karena Anies tidak tahu membalas budi baik ke Prabowo yang mengusungnya di Pilgub DKI 2017. Jika dicermati lebih jernih, maaf ya, narasi ini tidak tepat,” kata alumni Carleton University, Canada ini.

        Iswan menjelaskan lebih jauh, Pertama, Anies bisa maju jadi Cagub DKI dan kemudian menang Pilgub itu, bukan karena jasa atau budi baik seorang Prabowo saja. Banyak sekali pihak yang berperan dan terlibat.

        “Kalau PKS tidak terlibat dan tidak mendukung misalnya, emang Prabowo dan Gerindra bisa? emang Anies-Sandi bisa menang? Belum toloh masyarakat yang lain, tokoh betawi misalny. Diatas semua itu, kalau rakyat DKI juga tidak mendukung dan memilih pasangan ini, emang bisa menang gitu?” Kata Iswan yang mengamati dari dekat Pilgub DKI 2017.

        Makanya, tegas Iswan, lagi-lagi utang Anies terbesar adalah kepada warga DKI. Baik yang memilihnya atau tidak memilihnya. “Dan utang itu sudah dilunasinya selama 5 tahun. Mayoritas warga DKI puas dan bangga melihat Jakarta hari ini. Jauh lebih bersih, lebih baik dan lebih tertata.” Jelas Iswan.

        Hal yang Kedua, lanjut Iswan, Gerindra sesungguhya sudah mendapat balas jasa politiknya. Gerindra mendapat jatah Wakil Gubernur semasa Anies memimpin DKI 2017-2022. Baca Juga: Said Aqil: Anies dan Muhaimin Jadi Contoh Pemimpin Berilmu

        “Ingat ya, coba lihat kilas balik di peta politik DKI ini. Periode, 2017-2019 Wakil Gubernur DKI itu Sandiaga Uno. Saat itu, Sandi kan Kader Gerindra. Pada saat Sandi mundur karena tergiur maju Cawapres 2019, siapa yang menggantikan? Bukankah Ariza Patria, dari Gerindra juga. Mestinya kan dari PKS, bukan? Tapi Anies dan PKS legowo. Berarti lunas!” tegas Iswan sambil senyum.

        Terakhir, Iswan mengatakan, masyarakat sudah semakin cerdas dalam memilih. Strategi menagih hutang budi dan hutang jasa yng dilakukan oleh Paslon 02 itu sepertinya harus dikaji ulang oleh Prabowo-Gibran dan timsesnya. 

        “Kultur masyarakat kita kurang suka kalau ada orang yang menggembar-gemborkan jasa baiknya. Apalagi itu dilakukan pemimpin. Terlebih lagi dilakukan sambil mengumpat dan memprovokasi rakyatnya. Kurang elok. Lebih baik, komunikasikan saja hal-hal baik yang sudah, sedang, dan akan dilakukan,” ungkap Iswan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Fajar Sulaiman

        Bagikan Artikel: