Diduga Galang Kekuatan untuk Salah Satu Paslon, Jokowi Dinilai Tunjukkan Sikap Rakus
Presiden Joko Widodo disebut-sebut menggalang kekuatan sebagai Presiden RI untuk memenangkan pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 2 Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.
Cara Jokowi menjadikan Gibran sebagai cawapres menjadi bukti bahwa segala cara dilakukan agar putra sulungnya tersebut naik menjadi RI 2 dan bisa meneruskan program yang sudah dilakukan di masa pemerintahannya.
Pengamat Politik Prof Ikrar Nusa Bhakti mengatakan, kehendak Presiden Joko Widodo yang menjadikan anaknya, Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto di Pilpres 2024 tersebut telah menunjukan sikap Jokowi yang rakus.
“Bukan cuma rakus kekuasaan, tapi rakus dalam artian uang juga. Anda bisa bayangkan dari mana itu Gibran kemudian Kaesang punya uang segitu banyaknya untuk usaha-usahanya (dulu),” kata Prof Ikrar saat menjadi narasumber Diskusi Daring bertajuk Gelagat Presiden Jokowi di Pilpres 2024: Netral atau Tuna Netral? Rabu (24/1/2024).
Baca Juga: Jokowi Tak Netral di Pilpres, Gerindra: Secara Etik Tidak Salah
Ia menjelaskan, saat Gibran dan Kaesang belum terjun ke politik, keduanya menjalankan bisnis makanan. Di sana, Jokowi diduga melakukan permainan dengan pengusaha besar. Hal ini karena usaha Kaesang dan Gibran itu terbukti menerima suntikan dana yang cukup besar dari perusahaan ternama. Di sana lah, kerakusan Jokowi juga dimunculkan.
Prof Ikrar mengungkapkan, kerakusan lainnya yaitu ketika Gibran menjadi Wali Kota Solo kemudian ingin didorong menjadi cawapres di Pemilu 2024. Jalan Gibran sangat mulus, tidak ada kendala apapun yang menjegalnya.
“Seandainya Gibran bukan anak Presiden dan Jokowi tak punya ipar ketua MK itu menurut saya hampir-hampir tidak mungkin Gibran itu lolos di MK. Atau Kaesang kalo bukan anak Presiden mana mungkin Kaesang jadi ketum PSI,” tuturnya.
Dia kemudian mengkritik para politisi muda Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang awalnya menolak Prabowo sebagai penculik 13 aktivis menjadi presiden, sekarang malah mati-matian mendukungnya.
“Saya heran dengan teman-teman PSI yang muda-muda itu ya, yang dulu sangat anti Prabowo sekarang ya kita lihat,” pungkas Prof Ikrar.
Kegiatan Diskusi Daring bertajuk Gelagat Presiden Jokowi di Pilpres 2024: Netral atau Tuna Netral? digelar Forum Intelektual Muda dengan menghadirkan Aktivis YLBHI Patra M Zen, Pendiri OM Institute Okky Madasari, CEO Founder Youth Society Bryan Pasek Mahararta dan Pengamat Politik Prof Ikrar Nusa Bhakti sebagai narasumber. Kegiatan ini juga diikuti puluhan mahasiswa dan pemuda dari berbagai daerah.
Co Founder Forum Intelektual Muda Muhammad Sutisna mengatakan, diskusi ini merupakan upaya membangun kesadaran kelompok intelektual terhadap sikap kesewenang-wenangan Jokowi dan upaya pelemahan demokrasi. Dia melihat bahwa Jokowi lebih mementingkan keluarga pribadinya ketimbang membangun bangsa dan negara.
“Ini yang menjadi perhatian kita bersama,” ucapnya.
Baca Juga: Singgung Gerakan Mahasiswa, Aktivis YLBHI Yakin Kekuasaan Jokowi Tak Berlangsung Lama
Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut bahwa presiden dan menteri mempunyai hak demokrasi dan politik yang membolehkan mereka untuk ikut kampanye pemilu. Hanya saja, tidak boleh menggunakan fasilitas negara.
Jokowi menyatakan hal itu untuk menanggapi adanya sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju yang masuk sebagai tim sukses untuk mendukung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (Capres-cawapres) Pilpres 2024.
"Hak demokrasi, hak politik, setiap orang. Setiap menteri sama saja, yang paling penting presiden itu boleh lho kampanye, boleh lho memihak. Boleh," kata Jokowi di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024).
Sontak pernyataan presiden ini mendapatkan respons yang beragam dari berbagai tokoh dan masyarakat. Banyak yang menilai, pernyataan Jokowi ini semakin menegaskan keberpihakan Jokowi untuk memenangkan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat