Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Indonesia Tak Bisa Mengandalkan Nikel Untuk Devisa Negara

        Indonesia Tak Bisa Mengandalkan Nikel Untuk Devisa Negara Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Peneliti Center of Economic and Law Research (Celios) Fiorentina Refani menilai, Indonesia tidak bisa lagi mengandalkan mineral seperti Nikel untuk menjadi sumber devisa yang bisa diandalkan. 

        "Tidak (bisa diandalkan untuk cadangan devisa). Indonesia sudah puluhan tahun mengandalkan ekstraksi sumber daya alam, termasuk nikel, sebagai penopang ekonominya," ujar Fiorentina saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Jumat (16/2/2024). 
        Baca Juga: Tutupnya Tambang Nikel Dunia Sejalan dengan Agenda Transisi Energi

        Fiorentina menyebut, hasilnya, bisa dilihat sekarang. Dalam kasus kebijakan hilirisasi nikel, kerusakan lingkungannya mulai dari tambang hingga smelter begitu masif dan banyak yang tidak dipulihkan. 

        Dimana, Jika dampak lingkungan dan sosial ini dihitung, devisa Indonesia yang didapat dari nikel sangat kecil. 

        "Kerugian Indonesia dari hilirisasi itu berasal dari kebijakan seperti pembebasan bea keluar, yang saat ini berlaku bagi ekspor feronikel dan nickel pig iron (NPI), juga potensi pajak yang hilang seperti dari pajak korporat tambang nikel," ujarnya. 

        Menurutnya, perusahaan-perusahaan yang menjalankan hilirisasi itu memperoleh insentif pembebasan pajak (tax holiday), sehingga negara kehilangan potensi penerimaan sekitar Rp32 triliun sejak 2020. 
        Baca Juga: Anjloknya Harga Nikel Dunia Harus Menjadi Evaluasi Untuk Indonesia

        Oleh karena itu, potensi penerimaan yang hilang akan jauh lebih besar dari manfaat ekonomi hilirisasi nikel.

        "Belum lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang bisa saja ada penemuan baru menggantikan peran penting nikel pada baterai kendaraan listrik," ungkapnya. 

        Lanjutnya, dengan menggunakan LFP seperti saat ini, kedepan, bukan tidak mungkin akan muncul alternatif lain.

        "Atas dasar ini, Indonesia harus menggeser andalan devisanya dari industri ekstraktif, termasuk nikel, ke sektor lain yang lebih ramah lingkungan dan manusiawi, atau yang dikenal dengan ekonomi hijau," tutupnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Djati Waluyo
        Editor: Annisa Nurfitri

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: