Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Profesor Ini Singgung Kecurangan Sistematis di Pemilu 2024, Lembaga Survei Jadi Sorotan

        Profesor Ini Singgung Kecurangan Sistematis di Pemilu 2024, Lembaga Survei Jadi Sorotan Kredit Foto: Antara/Antara/Rafiuddin Abdul Rahman
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Profesor Didin Damanhuri menyinggung soal indikasi kecurangan sistematis di Pemilu 2024 salah satunya soal apa yang dilakukan lembaga survei.

        Hal ini Didin sampaikan di acara Pernyataan Sikap 100 Tokoh Menolak Pemilu Curang Terstruktur, Masif, Sistematis pada Rabu (21/2/24).

        Kecurangan terjadi secara sistematis menurut Didin terlihat dari orkestrasi lembaga survei yang jauh-jauh hari telah melakukan pengiringan opini.

        Persoalan transparansi sumber dana lembaga survei hingga metode yang digunakan jadi sorotan Didin.

        “Mereka melakukan sebuah manipulasi survei dengan cara-cara di mana saya sebagai pengajar tahu betul bahwa metode samplingnya manipulatif, yaitu dipersiapkan di wilayah tertentu dan ada orang yang dipersiapkan siapa yang responden yang bahkan dibrifing menjawab kuisioner.

        Awalnya menurut Didin soal elektabilitas dikaitkan dengan kedekatan pada presiden, tetapi seiring berjalannya waktu khususnya setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia capres/cawapres, elektabilitas mengarah pada satu nama yakni Gibran Rakabuming Raka.

        Baca Juga: Anies Baswedan Ogah Gegabah Soal Kecurangan Pemilu: Kami Ingin Rakyat Dapat Informasi Akurat

        Gibran merupakan anak dari Jokowi yang usianya belum 40 tahun tetapi bisa maju di Pilpres 2024 setelah adanya putusan MK terkait batas usia capres/cawapres.

        “Misal sejak awal elektabilitas capres digiring pada endorsment pada presiden tapi jelang beberapa bulan pemilihan kemudian elektabilitas dari lembaga survei terarah pada satu nama, ada lagi cawapres juga tapi setelah menjelang keterpilihan di MK itu nama kemudian itu lembaga survei menggiring akhirnya nama Gibran yang kemudian terpancing elektabilitasnya, bukankah ini cara yang sistematis dan terstruktur untuk menggiring elektabilitas?” jelasnya.

        Didin mengungkapkan kecurangan terstruktur bisa terlihat dari Presiden yang sudah menunjukkan favoritisme kepada salah satu paslon tertentu.

        Jauh sebelumnya menurutnya kecurangan terstruktur telah terjadi dimulai dari agenda 3 Periode dan penundaan pemilu yang pada akhirnya gagal dan kini berujung ada favoritisme ke paslon tertentu yang merupakan bagian dari keluarga. Langkah tersebut bahkan menurutnya dilakukan lewat utak-atik aturan di Mahkamah Konstitusi (MK) soal usia batas Capres-Cawapres. Sanksi pelanggaran etik yang diterima Ketua MK dan kekinian menimpa Ketua KPU soal penerimaan salah satu Paslon sebagai peserta pilpres.

        Terkait kecurangan masif, Didin menyoroti sengkarut masalah Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik atau Sirekap yang menurutnya menguntungkan perolehan suara calon tertentu. Soal adanya dugaan politisasi bansos dan intimidasi terhadap sejumlah pihak menurut Didin masif terjadi.

        “Menurut saya memang kecurangan ini sudah bersifat TSM,” ujar Didin.

        “Jadi menurut saya secara scientifc TSM memenuhi syarat. Dan pernyataan yang hari ini disampaikan bahwa tuntutan kecurangan yang bersifat TSM ini valid dan itu memenuhi syarat saya kira untuk diskualifikasi calon tertentu,” jelasnya.

        Baca Juga: Pengamat Sebut Keberpihakan Jokowi Jadi Salah Satu Alasan Pemilu 2024 Jadi yang Terburuk

        Mengutip laman polpum.kemendagri.go.id, Menteri Dalam Negeri yang saat itu juga menjabat Plt Menko Polhukam Tito Karnavian mengklaim tak ada desain kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM) dalam gelaran Pemilu 2024.

        “Kalau ada kekurangan sana sini ya mungkin terjadi. Yang penting tak ada desain terstruktur sistematis dan masif,” kata Tito usai menghadiri acara BNPT di Menara Bidakara, Jakarta, Selasa (20/2).

        Tito menyarankan kandidat menggunakan mekanisme resmi jika tak puas atau keberatan terhadap hasil pemilu.

        “Saya sarankan gunakan mekanisme yang ada. Ada bukti, laporkan Bawaslu. Enggak puas Bawaslu ada DKPP, nanti ada proses lain MK. Jadi jalur-jalur resmi disampaikan. Gunakan jalur itu,” katanya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Bayu Muhardianto
        Editor: Bayu Muhardianto

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: