Program Studi Arsitektur Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), BeCool Indonesia dan Tatalogam Group, berkolaborasi menggelar simposium dan lokakarya internasional tentang Bangunan Berkelanjutan, Kota dan Komunitas (Sustainable Buildings, Cities and Communities/SBCC) 2024.
Kegiatan ini menyediakan wadah atau platform untuk berbagi ide, penelitian dan studi tentang cara melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap pemanasan dan perubahan iklim global. Narasumber hingga penggiat bangunan akan berkumpul tanggal 27-28 Februari 2024 di Hotel Pullman Bandung Grand Central.
Baca Juga: Hadir di BCA Expoversary, Bank BCA Syariah Tawarkan Beragam Promo Pembiayaan Emas hingga Rumah
Founder BeCool Indonesia, Dr. Eng. Beta Paramita, S.T., M.T., mengatakan peserta akan diajak melihat langsung proyek percontohan lingkungan binaan yang telah dibangun dengan mengedepankan prinsip bangunan, area dan komunitas berkelanjutan di Kampung BeCool, Desa Tipar, Padalarang, Kabupaten Bandung.
Kampung BeCool merupakan lingkungan binaan yang dibangun berbasis CSR yang digagas oleh BeCool Indonesia dan Tatalogam Group. Di lokasi ini, 20 rumah gentingnya telah dicat dengan cairan BeCool yang dapat berfungsi secara signifikan untuk memperbaiki iklim mikro di lingkungan sekitarnya.
Selain itu di lokasi yang sama, ada juga 3 rumah contoh yang mengaplikasikan rumah reflektif surya. Rumah reflektif surya adalah rumah berbasis disain pasif yang mendemonstrasikan penggunaan material bangunan rendah karbon guna mengurangi dampak urban heat island. Rumah ini sendiri merupakan pengembangan dari produk Rumah Domus produksi PT Tatalogam Group yang bagian genting metal dan penutup dindingnya telah dilapisi cairan BeCool sehingga mampu meredam panas dan memiliki reflektansi sinar matahari yang cukup tinggi.
Rumah hasil inovasi bersama ini lalu diberi nama Raflesia atau Rumah Reflektif Surya Indonesia. Material rendah karbon pada rumah ini diketahui memiliki emitansi 0,90, reflektansi surya hingga 72,1 %, serapan surya hingga 27,9 %, dan Indeks Reflektan Surya (Solar Reflectance Index/ SRI) yang sudah mencapai 88.0. Keberadaan rumah inipun diharapkan dapat membantu pemerintah dalam memenuhi kebutuhan hunian masyarakat Indonesia yang memadai, sekaligus mengurangi dampak lingkungan yang dapat timbul akibat pembangunan lingkungan binaan.
Adapun Beta mengingatkan, setiap tahun konstruksi bangunan terus mengalami peningkatan. Untuk itu, guna mencapai pembangunan berkelanjutan dibutuhkan inovasi baru yang lebih ramah lingkungan dalam pembangunan tersebut.
Baca Juga: Strategi Bisnis Inovatif Savyavasa, Sasar Kelas Menengah ke Atas dengan Hunian Eksklusif
“Konstruksi tahunan bangunan tempat tinggal dan komersial mengalami peningkatan tertinggi setara 5-6% per tahun. Backlog perumahan mencapai 8,76 juta unit per awal 2020. Tantangannya adalah memenuhi kebutuhan tersebut dengan tetap memegang teguh prinsip ramah lingkungan,” terangnya.
Bahan baku kayu yang dianggap kurang ramah lingkungan pun mulai tergantikan dengan bahan logam seperti baja ringan. Baja ringan banyak digunakan untuk rangka bangunan karena memiliki banyak kelebihan.
Selain dapat didaur ulang, baja ringan juga diketahui memiliki tegangan dan transfer regangan yang lebih baik, tahan terhadap suhu tinggi, kurang penyerapan kelembaban, tidak mudah terbakar, kuat tekan dan geser, serta memiliki ketahahan aus dan ekspansi termal yang lebih baik.
Baca Juga: Jelang Usainya Jalan Pemilu, Bagaimana Nasib UMKM?
“Dalam penggunaan baja ringan ini, tantangannya adalah pertama, yaitu proses produksinya harus menganut kepada industri berkelanjutan dengan tujuan menghasilkan baja rendah karbon. Kedua, baja ringan merupakan konduktor panas yang baik. Pada bangunan prefabrikasi baja ringan, maka radiasi matahari secara langsung tertransfer masuk ke dalam ruangan. Oleh sebabnya, kolaborasi antara BeCool Indonesia dan Tatalogam Group pada Raflesia ini bisa menjawab tantangan tersebut,” terang Beta.
Penggunaan cairan BeCool pada bangunan bermaterial rendah karbon dengan strategi desain pasif ini disebutnya mempunyai reflektifitas dan emisivitas tinggi yang secara efektif dapat memantulkan sebagian dari radiasi matahari kembali ke atmosfer sambil menyerap panas melalui kemampuan pendinginan radiasinya.
Dengan inovasi ini, diperkirakan dapat terjadi penghematan energi pendinginan hingga 2,9 Kw h/m2 per 0,1 peningkatan reflektansi matahari, serta rata-rata pengurangan 3°C pada suhu pengoperasian dalam ruangan dan hingga 11 °C pada suhu permukaan luar, dihitung, menyoroti fasad yang dilapisi cairan BeCool. Karena itu teknologi ini layak untuk meningkatkan efisiensi energy dan kualitas lingkungan di iklim panas dan lembab.
Sementara Vice President Operations Tatalogam Group, Stephanus Koeswandi menerangkan, Raflesia merupakan inovasi baru yang merupakan pengembangan dari rumah Domus, rumah instan berbasis baja ringan yang telah lama menjadi salah satu produk unggulan perusahaaan mereka yang telah mengantongi penghargaan rintisan teknologi industri dari Menteri Perindustrian tahun 2021.
Rumah ini sejak tahap desain hingga menjadi material dan bahan pendukungnya diproduksi di pabrik dengan mesin agar presisi. Dengan proses fabrikasi ini, rumah ini jadi lebih cepat dibangun dan yang terpenting lagi adalah tidak menyisakan limbah di lokasi konstruksi (zero waste construction).
Baca Juga: SCG Dukung Inisiatif 'Green Infrastructure' Kementerian PUPR dengan Bahan Bangunan Ramah Lingkungan
“Jadi material atap dan dinding metal pada rumah Domus dilapisi cairan BeCool dengan Color Coating Line (CCL) milik Tatalogam Group, kemudian dibentuk dan dipotong di pabrik sesuai ukuran pada desain kami hingga tidak menyisakan limbah di lokasi pembangunannya nanti. Dengan pelapisan cairan BeCool pada permukaan atap dan dinding, selain dapat menyejukkan bagian dalam rumah, dampak urban heat islands akibat pantulan sinar matahari di sekitar lokasi juga bisa diminimalisir. Karena itu, untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, diharapkan ke depan ada standar produk baja lapis warna dengan kriteria Solar Reflector Index (SRI) yang optimum dan prototipe rumah reflektif surya yang dapat mendemonstrasikan urban heat islands sebagai salah satu wujud dari bangunan hijau dan cerdas,” terang Stephanus.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: