Guna mendorong perkembangan industri Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPR/ BPRS), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan lampu hijau bagi BPR dan BPRS untuk mengeruk pendanaan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Hal itu tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) No. 7 Tahun 2024 tentang penguatan BPR dan BPRS dalam memperkuat aspek kelembagaan bank perekonomian rakyat. Adapun POJK ini merupakan turunan dari Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yang memuat ketentuan bagi industri BPR/ BPRS yang hendak mengajukan permodalan melalui skema Initial Public Offering (IPO) di BEI.
Kendati demikian, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae menuturkan, tidak serta merta semua BPR/ BPRS dapat melantai di BEI. Ada sejumlah syarat dan pengelompokan BPR sebelum mereka melakukan IPO.
"Tentu akan ada pengelompokan nanti, misalnya kekekuatan permodalan dan lain sebagainya, itu dengan tingkat kesehatan dan lain sebagainya, yang akan memungkinkan mereka bisa diterima untuk IPO," kata Dian kepada wartawan selepas peluncurkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri BPR-BPRS 2024-2027 (RP2B) di Hotel Raffles, Jakarta, Senin (20/5/2024).
Di sisi lain, Dian juga menekankan reputasi kinerja bagi BPR yang hendak masuk IPO. Pasalnya, reputasi yang bermasalah bisa menghambat BPR lain yang hendak melakukan IPO.
"Oleh karena itu betul-betul kita akan selektif, akan secara gradual dan secara bertahap itu akan kita memulai memolehkan BPR-BPR ini secara tahapan-tahapan," jelasnya.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, OJK berencana mengelompokan BPR-BPR menjadi tiga tingkatan. Pengelompokan itu menjadi bagian dari proses selektif kesiapan BPR melakukan IPO.
"BPR tier satu, BPR tier dua, BPR tier tiga, kira-kira begitu (pengelompokannya). Dan masing-masing berdasarkan permodalan dan lain sebagainya. Ini yang sedang kita kerjakan secara lebih detail, sebelum memang bisa IPO," pungkasnya.
Bukan tanpa alasan, tata kelola sejumlah BPR/BPRS saat ini terkesan tak mematuhi ketentuan regulator. Hal itu terbukti dari pencabutan izin usaha beberapa BPR/BPS yang dilakukan OJK di empat bulan pertama 2024.
Terbaru, di bulan April 2024 terdapat empat BPR/BPRS yang dicabut OJK, yakni PT BPR Sembilan Mutiara (2 April 2024), PT BPR Bali Artha Anugrah (4 April 2024), PT BPRS Saka Dana Mulia (19 April 2024) dan PT BPR Dananta (30 April 2024).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Fajar Sulaiman