Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan bahwa industri kelapa sawit Indonesia berhasil menyediakan lapangan pekerjaan sebesar 16 juta tenaga kerja baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam webinar berjudul ‘Akselerasi Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR)’, komoditas perkebunan tersebut merupakan andalan bagi pendapatan nasional dan devisa negara yang mana nilai ekspor Crude Palm Oil (CPO) terakhir mencapai angka lebih dari Rp460 triliun rupiah.
Baca Juga: BRIncubator 2024 Dorong UMKM Menuju Pasar Global
Kontribusi sub sektor perkebunan terhadap perekonomian nasional pun makin meningkat dan memperkuat pembangunan perkebunan kelapa sawit secara menyeluruh. Kendati demikian, BRIN mengaku jika pihak mereka dihadapkan pada kondisi penurunan produktivitas maupun akhir siklus produksi kelapa sawit 25 tahunan untuk sebagian besar perkebunan kelapa sawit eksisting di Indonesia.
Hal ini memerlukan upaya khusus dimana pemerintah meluncurkan program PSR yaitu Peremajaan Sawit Rakyat yang dimulai tahun 2017 lalu.
Kepala Pusat Riset Tanaman Perkebunan, Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (ORPP) BRIN, Setiari Marwanto, menjelaskan jika program PSR merupakan program untuk membantu rakyat memperbaharui perkebunan kelapa sawit mereka dengan kelapa sawit yang lebih berkualitas dan berkualitas serta mengurangi resiko pembukaan lahan illegal.
Dalam keterangan yang sama, Peneliti Ahli Utama Pisat Riset Tanaman Perkebunan ORPP BRIN, Sukarman, menyampaikan bahwa Indonesia merupakan produsen kelapa sawit nomor satu di dunia.
“Minyak kelapa sawit adalah salah satu komoditas perkebunan andalan perekonomian Indonesia dan memiliki peran besar pada ekspor non migas, penyerapan tenaga kerja, dan pendapatan domestik bruto,” kata Sukarman, dikutip Warta Ekonomi, Jumat (28/6/2024).
Lebih lanjut Sukarman merinci sebagian besar produk minyak kelapa sawit dan turunannya berhasil diekspor dengan kontribusi tingkat volume mencapai 83,92% dan nilai ekspornya terhadap total ekspor komoditas perkebunan yakni 66,80%.
Adapun salah satu permasalahan perkebunan sawit rakyat adalah tingkat produktivitasnya yang lebih rendah. Rata-rata produktivitas sawit rakyat secara nasional hanya mencapai 3,44 ton/hektare/tahun. Sedangkan, produktivitas PBS dan PBN masing-masing sebanyak 4,04 – 4,23 ton/hektare/tahun.
“Rendahnya produktivitas perkebunan sawit rakyat disebabkan karena tanaman sudah tua dan rusak, selain itu banyak menggunakan benih bukan unggul dan tidak bersertifikat, kurangnya pengelolaan kebun termasuk penggunaan pupuk yang masih kurang sesuai dengan kebutuhan karena harga pupuk masih dianggap mahal, sehingga produktivitasnya rendah,” tutur Sukarman.
Dirinya juga menjelaskan bahwa upaya yang bisa dilakukan yakni peremajaan terhadap kebun kelapa sawit rakyat yang tidak produktif seperti PSR.
Pasalnya, Program PSR telah dilaksanakan pemerintah sejak 2017 lalu. Hal ini dilakukan sebagai upaya pemerintah dalam membantu serta mendorong peremajaan sawit rakyat itu sendiri seperti yang diimplementasikan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
“Adapun tujuan dilakukannya PSR adalah untuk meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat, meningkatkan daya saing dan mengatasi tantangan internasional berupa pembangunan yang ramah lingkungan,” ucapnya.
Baca Juga: Dongkrak Produksi Kelapa Sawit, Petani Wajib Paham Sertifikasi SNI
PSR juga merupakan program untuk membantu perkebunan rakyat yaitu memperbaharui kebun menjadi perkebunan yang lebih berkelanjutan dan berkualitas, dan mengurangi risiko pembukaan lahan illegal. Untuk memenuhi hal tersebut diperlukan empat unsur yang harus dipenuhi, yakni Legal, Produktivitas, Sertifikasi ISPO, dan Prinsip Sustainabilitas.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar