Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Naik Ekstrem, Dugaan Adanya Kartel Minyak Goreng Kembali Menyeruak

        Naik Ekstrem, Dugaan Adanya Kartel Minyak Goreng Kembali Menyeruak Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI), Sultan B Najamudin mengaku heran dengan kenaikan harga minyak goreng yang cukup ekstrem di pasaran.

        Dirinya mengaku sulit untuk memahami fenomena pasar yang akan signifikan terhadap inflasi yang terjadi di negara yang memiliki perkebunan sawit terluas di dunia.

        Baca Juga: TRIPATRA Tanda Tangani Kontrak dengan AGPA Refinery Complex untuk Proyek Penyulingan Minyak Sawit di Kalimantan Timur

        Sultan pun menduga bahwa ada praktek kartelisasi minyak goreng dari fenomena pasar yang sedemikian ekstrem tersebut.

        Untuk diketahui, harga minyak goreng naik baik minyak goreng kemasan maupun minyak goreng curah. Dilihat pada kuartal I-2022, kenaikan harga minyak goreng menyentuh Rp18.000 per liter dan menyentuh Rp22.000 per liternya.

        Mantan Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Bengkulu itu menilai, jika kondisi tersebut dibiarkan berlarut-larut, maka manajemen industri sawit dan pasar minyak goreng Indonesia bakal sama seperti yang terjadi pada industri minyak bumi dan bahan bakar minyak.

        “Kita hanya mendapat manfaat sebagai penghasil CPO (minyak kelapa sawit). Meskipun sudah terdapat ratusan industri minyak goreng dalam negeri,” kata Sultan dilansir dari situs dpd.go.id, dikutip Warta Ekonomi, Jumat (12/7/2024). 

        Baca Juga: Industri Minyak Sawit Ternyata Masuk Pilar Ketahanan Pangan Global

        Meskipun pemerintah bersama Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) bisa mengendalikan jumlah ekspor CPO dengan kebutuhan dalam negeri, namun Sultan menilai pemerintah harus meningkatkan kapasitas dan volume tangka penampungan CPO dulu.

        Di sisi lain, pemerintah bersama pengusaha sawit juga harus seimbang dalam mengatur demand and supply di dalam negeri.

        “Melakukan ekspor CPO itu penting, tapi pastikan terlebih dahulu stok pasokan minyak goreng dalam negeri,” ujarnya. 

        Baca Juga: Butuh Kebijakan Tepat, Menilik Trend Naik-turun Harga CPO

        Dirinya mengaku khawatir adanya fenomena tersebut membuat para petani sawit harus menanggung beban pengeluaran yang lebih pada produk yang sumbernya berasal dari tanah dan kebun mereka sendiri. alhasil, dampaknya bakal merembet kemana-mana.

        Untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng dalam negeri dengan harga yang telah ditetapkan, Sultan menegaskan negara harus memutar otak untuk memaksa para konglomerat sawit dan industri minyak goreng terlebih dahulu sebelum memenuhi permintaan pasar ekspor global.

        Dirinya juga meminta satgas pangan untuk secara aktif melakukan penelusuran serta pemantauan di tiap titik produksi serta jalur distribusi minyak goreng.

        Baca Juga: Potensi Harga Minyak Naik, CTBN Incar Pertumbuhan Pendapatan dan Laba

        Menurut Kemendag, harga minyak goreng disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya diakibatkan oleh produsen minyak goreng di Indonesia yang kebanyakan masih belum terafiliasi dengan kebun sawit penghasil CPO sehingga produsen minyak goreng tergantung pada harga CPO global.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Uswah Hasanah
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: