Awas Indonesia! Badai Kebangkrutan Melanda Amerika Serikat Karena Alasan Ini
Lembaga pemeringkat global S&P Global mengungkapkan fenomena kebangkrutan massal di Amerika Serikat. Per bulan Juni 2024 terdapat 346 pengajuan kebangkrutan. Angka ini lebih tinggi dibandingkan rekor sebelumnya 13 tahun lalu.
S&P Global juga melaporkan bahwa terdapat 75 pengajuan kebangkrutan perusahaan baru pada bulan Juni 2024, rekor bulanan baru sejak tahun 2020. Jika dibandingkan dengan tahun 2011, di mana angka kebangkrutan mencapai 313, angka 346 pada Juni 2024 tetap lebih tinggi, menjadikannya angka tertinggi dalam 11 tahun terakhir.
Beberapa perusahaan besar yang mengalami kebangkrutan di Amerika Serikat pada tahun 2024 antara lain:
- Consulate Health Care LLC dengan liabilitas lebih dari $1 miliar.
- Dinata LLC.
- Zahri Holding Corporation.
- Red Lobster Management LLC.
- Steward Health Care System LLC.
Sektor kesehatan menjadi sektor penyumbang kebangkrutan terbesar di Amerika Serikat pada tahun 2024. Menurut pengamat dari Wall Street, Daniel Di Martino, mayoritas sektor bisnis dan usaha mengalami kebangkrutan akibat tingginya suku bunga dan kondisi keuangan yang lebih ketat di Amerika Serikat.
Baca Juga: PHK Masif Sebabkan Deflasi 2 Bulan Beruntun di Indonesia
Sektor-Sektor yang Terkena Dampak
Secara sektoral, sektor consumer discretionary menjadi sektor dengan angka kebangkrutan tertinggi di tahun 2024, sebanyak 55 poin. Sektor ini mencakup produk kebutuhan sekunder atau tersier seperti restoran cepat saji, layanan hiburan, kendaraan, dan suku cadangnya.
Berikut adalah urutan sektor-sektor dengan pengajuan kebangkrutan tertinggi:
- Consumer Discretionary
- Healthcare
- Industrials
- Information Technology
- Consumer Staples
- Financials
- Materials
- Communication Services
- Energy
- Utilities
Penyebab Kebangkrutan Massal
Salah satu penyebab utama kebangkrutan massal di Amerika Serikat adalah tingkat suku bunga yang tinggi. The Fed terus mengerek suku bunga ke level yang cukup tinggi guna mengendalikan inflasi yang melesat.
Akibatnya, banyak perusahaan yang gagal membayar utang dan mengalami kesulitan refinancing. Kondisi keuangan yang lebih ketat ini memberikan tekanan besar pada perusahaan di berbagai sektor untuk masuk ke dalam jurang kebangkrutan.
Kondisi ini tidak hanya berdampak pada Amerika Serikat, tetapi juga pada pasar negara berkembang (emerging markets). Tingginya suku bunga The Fed mempengaruhi ekonomi global, dan beberapa sektor di negara lain, seperti sektor tekstil dan produk turunannya di Indonesia, juga terancam masuk ke fase deindustrialisasi. Ini memerlukan tindakan segera dari pemerintah untuk mengakhiri badai PHK, kebangkrutan, dan penutupan perusahaan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: