Bukan Salah Kelola, Ternyata ini yang Bikin BPKH Alami Defisit di 2023
Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) telah mempublikasikan laporan keuangan tahun 2023 di berbagai media. Namun pemberitaan tentang defisit sebesar Rp317,36 miliar belum dipahami secara utuh. Selama pandemi covid-19, BPKH mencatat surplus aset netto dari akumulasi nilai manfaat yang tidak digunakan akibat pembatalan ibadah haji selama dua tahun.
Rasio-rasio keuangan utama seperti likuiditas, solvabilitas, dan profitabilitas masih cukup solid dan stabil serta berada di atas standar yang ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa dana haji tetap dikelola dengan baik.
Rasio likuiditas wajib BPKH berada pada level dua kali lipat dari BPIH sebagaimana yang digariskan undang-undang, menunjukkan kemampuan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek.
Baca Juga: Soal Fatwa MUI, BPKH Tunggu Kesepakatan Pemerintah dan DPR
Dengan rasio solvabilitas di atas 100%, BPKH tetap solid dan mampu mengatasi tantangan masa depan. Rasio YOI rata-rata 6,71% dan menjaga efisiensi dengan CIR 3,32% atau di bawah 5%.
Defisit 2023, merupakan dampak kebijakan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (Bipih) yang dinamis dalam beberapa tahun terakhir akibat pandemi COVID-19. Kebijakan ini bertujuan meringankan beban jemaah, terutama jemaah lunas tunda.
Sumber pembiayaan untuk jemaah lunas tunda diambil dari aset neto berupa akumulasi Nilai Manfaat yang tidak digunakan pada musim haji 2020 dan 2021. Serta tahun 2022 kuota keberangkatan jemaah hanya sebesar 50%.
Dengan kata lain, defisit yang dialami bukan karena pengelolaan keuangan yang kurang baik tetapi efek dari keputusan pemerintah dan DPR untuk mendukung jemaah lunas tunda 2020 dan 2022, yang secara akuntansi dicatatkan sebagai beban tahun berjalan 2023.
Pada tahun 2023, BPKH mengelola tiga skema Bipih untuk memastikan bahwa beban jemaah dapat diminimalkan. Yakni jemaah lunas tunda tahun 2020, tanpa ada tambahan Bipih (84.609 jemaah). Jemaah lunas tunda 2022 (9.864 jemaah) yang tidak berangkat karena pandemi hanya dikenakan Bipih 40% dari BPIH, sementara jemaah 2023 (106.590 jemaah) membayar 55% dari BPIH.
Baca Juga: Anak Usaha HAJJ Teken Kontrak Pengelolaan Hotel Senilai Rp183 Miliar dengan BPKH Limited
“Jemaah lunas tunda 2022 dikenakan Bipih 40% dari total BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) yang artinya mendapatkan subsidi nilai manfaat sebesar 60%. Sementara jemaah haji 2023 dikenakan Bipih 55% dari BPIH dengan subsidi nilai manfaat sebesar 45%. Sementara jemaah 2020 tidak dikenakan tambahan Bipih," jelas anggota Badan Pelaksana BPKH Bidang Keuangan Amri Yusuf dalam acara BPKH Connect di Jakarta, Kamis (1/8/2024).
BPKH bersama pemerintah dan DPR berdedikasi untuk meringankan beban jemaah yang tertunda akibat pandemi covid-19, sebagai wujud tanggung jawab BPKH untuk terus mendukung umat.
“BPKH berkomitmen untuk terus menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana haji. Kami percaya bahwa kolaborasi dengan semua pihak akan membantu mengatasi tantangan dan memastikan pengalaman haji yang lebih baik bagi semua," pungkas Amri.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: