Kenaikan cukai rokok diprediksi akan berdampak signifikan pada perekonomian Indonesia, bukan hanya dari segi finansial dan inflasi, tetapi juga pada aspek pekerja.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, menekankan bahwa daya beli masyarakat harus menjadi pertimbangan utama pemerintah dalam menetapkan tarif cukai rokok tahun depan.
Baca Juga: Anak Kos Harus Siap, Kafe Hingga Kaki Lima Bakal Kena Pungutan Cukai
Tauhid Ahmad menjelaskan bahwa jika tarif cukai rokok terlalu tinggi, hal ini akan membuka ceruk pasar yang lebih luas bagi rokok ilegal karena gap harga dengan rokok legal semakin lebar.
"Kalau terlalu tinggi maka akan ada gap harga beberapa jenis golongan rokok (khususnya SPM golongan I dan SKM golongan I) dengan golongan di bawahnya sehingga rokok ilegal akan muncul," ujarnya dilansir Senin (05/08/2024).
Tauhid mengingatkan bahwa konsumen akan cenderung memilih rokok yang lebih terjangkau sesuai dengan daya beli mereka, termasuk rokok ilegal yang produksinya bisa mencapai 7 persen dari total rokok di Indonesia.
Tauhid juga menyebutkan bahwa kebijakan tarif cukai saat ini belum efektif dalam menekan konsumsi perokok dan meningkatkan penerimaan negara. Hal ini berdasarkan laporan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), realisasi penerimaan cukai nasional sebesar Rp101,79 triliun pada semester I/2024 mengalami penurunan 3,88% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, seiring dengan penurunan penerimaan cukai hasil tembakau sebesar 4,43%.
Baca Juga: Akademisi Khawatir Penyederhanaan Struktur Tarif Cukai Suburkan Rokok Ilegal
Ia menilai penurunan rokok legal yang terus berlangsung terjadi akibat kebijakan simplifikasi cukai yang diberlakukan pemerintah. Penyederhanaan tarif cukai dari 10 golongan menjadi 8 golongan dalam tiga tahun terakhir mengakibatkan penurunan produksi rokok legal yang cukup signifikan.
"Kenaikan cukai yang berbeda tiap golongan menciptakan gap harga rokok yang tinggi sehingga rokok ilegal membesar," jelas Tauhid.
Tauhid mengimbau agar dalam rencana penyesuaian tarif cukai rokok di 2025, pemerintah bisa memberlakukan kembali kebijakan tarif multiyears. Terobosan ini memungkinkan kenaikan harga bisa diprediksi oleh pelaku usaha dan disesuaikan dalam jangka waktu dua tahun serta implikasi sosial politiknya bisa diredakan.
Baca Juga: Kenaikan Cukai Rokok Turunkan Produktivitas Industri Hasil Tembakau, Penerimaan Negara Tergerus
Sebelumnya Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menegaskan bahwa kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) perlu dibarengi dengan pengawasan ketat untuk melindungi industri hasil tembakau (IHT) dari peredaran rokok ilegal.
"Harga merupakan variabel utama yang dapat mendistorsi perubahan keseimbangan berbagai pilar yang ada dalam IHT, penerimaan, kesehatan, tenaga kerja, dan peredaran rokok ilegal," katanya.
Misbakhun menambahkan bahwa peningkatan tarif cukai tidak serta merta menurunkan minat merokok masyarakat, namun justru konsumen cenderung mencari produk rokok yang harganya dianggap memenuhi kemampuan daya beli atau bahkan mencari alternatif lain dengan mengonsumsi rokok ilegal.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar