Pusat Riset Agroindustri Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan teknologi untuk mengolah limbah dari sekam padi dan abu kelapa sawit menjadi produk ‘emas hijau’ yang bernilai ekonomi tinggi.
Menurut Peneliti Pusat Riset Agroindustri BRIN, Hoerudin, Indonesia mempunyai empat komoditas unggulan dalam agroindustry yakni kelapa sawit, padi, tebu, dan jagung. Keempat komoditas tersebut, kata Heorudin, tergolong sebagai silica akumulator atau tanaman yang banyak menyerap kandungan silica.
Baca Juga: Target 60.000 Ha Peremajaan, Begini Cara PalmCo Gandeng Semua Petani Sawit Indonesia
Untuk diketahui, silika atau silicon dioksida (SiO2) merupakan senyawa logam oksida yang banyak terdapat di alam seperti abu terbang batubara, lempung, pasir atau kuarsa, serta di dinding sel diatom.
Selain terkandung di alam, silika juga dapat dihasilkan oleh organisme hidup seperti tanaman yang disebut silika biogenik atau biosilika.
"Padi dan kelapa sawit adalah dua tanaman yang produksinya besar di Indonesia sehingga limbahnya pun banyak. Limbah sabut dan cangkang sawit saja sekitar 51,37 juta ton per tahun, sekam padi 10,95 juta ton. Ini adalah potensi biosilika," kata Hoerudin ditemui di pameran riset dan inovasi INARI Expo 2024 di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, ditulis Warta Ekonomi, Minggu (11/8/2024).
Dirinya menilai pemanfaatan biosilika belum diperuntukkan menjadi produk yang bernilai ekonomi tinggi. Hal ini dikarenakan sumber biosilika seperti sekam padi selama ini hanya dimanfaatkan untuk menjadi bahan bakar pengganti kayu atau minyak tanah.
Pengolahan Limbah Sekam Padi dan Kelapa Sawit
Dilansir dari data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag), Hoerudin menjelaskan jika pada tahun 2017 lalu impor silica non biogenic Indonesia mencapai USD 56,3 juta. Jumlahnya kemudian meningkat pesat menjadi USD 81,99 juta di tahun 2021.
"Impor silika kita besar sekali, mengapa tidak kita manfaatkan limbah ini untuk memenuhi kebutuhan tersebut?" tutur Hoerudin.
Sebagai alternatif silica dari bahan tambang atau proses sintesis, biosilika bisa dimanfaatkan untuk banyak hal. Di antaranya pembuatan pupuk, roda, alas kaki, bahan pangan, bahan farmasi, semikonduktor, dan berbagai macam cat.
Baca Juga: Diresmikan Menperin, Indonesia Bakal Olah Limbah Sawit Jadi Produk Bernilai Tinggi
Sejauh ini, riset Hoerudin beserta timnya sudah mengembangkan dua produk. Yakni biosilika cair dan sebuk dari limbah padi serta sawit. Hoerudin menjelaskan jika biosilika cair dikembangkan dari dua jenis bahan baku seperti abu boiler sekam padi, dan kelapa sawit.
Abu sekam padi, sambungnya, diubah menjadi biosilika cair dengan menggunakan pelarut alkali kalium hidroksida (KOH) teknis dan air. Sedangkan, untuk mengubah sekam padi menjadi abu menggunakan pemanasan atau pembakaran pada suhu 300 – 700 derajat Celcius.
"Silika cairnya diambil setelah ampas abu sekam padi dipisahkan dari ekstrak silika cair kasar. Jadi setelah yang cairnya didapat, abunya pun dimanfaatkan, tidak ada yang terbuang," jelasnya.
Sebagai informasi, biosilika cair ini sudah diuji di 22 provinsi Indonesia, bekerja sama dengan Lembaga Litbang, PT, Dinas Swasta, Gapoktan, dan Poktan untuk berbagai komoditas di antaranya padi, bawang merah, dna tebu serta ekosistem sawah lainnya. Di sisi lain, juga digunakan untuk lahan kering, rawa, hingga dataran tinggi.
Pihaknya menyebut jika silica cair ini lebih mudah diserap oleh tanaman serta cocok untuk penggunaan sebagai pupuk dan pestisida.
Adapun potensi aplikatif lainnya untuk biosilika yakni untuk tekstil, penyamakan kulit, kesehatan gigi, dan lain sebagainya. Lebih lanjut, Hoerudin menjelaskan jika studi terkait limbah agroindustry yang berpotensi diubah menjadi biosilika ini terus dikembangkan. Termasuk di antaranya meneliti aplikasi biosilika yang paling sesuai dengan kondisi Indonesia.
Baca Juga: Nestapa Industri Tekstil, Sulit Bangkit Diterjang Barang Impor
“Dengan potensi besar ini, pemanfaatan silika biogenik dari limbah agroindustri bukan hanya menjadi solusi inovatif mengurangi limbah, tetapi juga memberikan nilai tambah ekonomi yang signifikan,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: