Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Peneliti Temukan Intervensi Rewetting di Perkebunan Sawit

        Peneliti Temukan Intervensi Rewetting di Perkebunan Sawit Kredit Foto: WE
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Peneliti dari Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) menjabarkan hasil penelitian bahwa restorasi pada lahan gambut melalui pembahasan kembali secara signifikan bisa menekan emisi gas karbondioksida sehingga berdampak positif untuk mitigasi perubahan iklim.

        Dalam keterangannya, Peneliti Utama YKAN, Nisa Novita, menjelaskan jika penelitian yang mereka jalani menemukan intervensi ‘rewetting’ melalui pembangunan sekat kanal di perkebunan sawit.

        Baca Juga: Pemkab Bangka Raup Cuan Rp20 Miliar dari DBH Sawit

        "Rewetting melalui pembangunan sekat kanal di perkebunan sawit pada lahan gambut dapat mengurangi emisi gas karbondioksida secara signifikan dan tidak ada efek untuk emisi metana," kata Nisa dalam keterangan yang diterima Warta Ekonomi, Kamis (12/9/2024).

        Senior Manager Karbon Hutan YKAN ini juga menyebut bahwa riset itu dilakukan oleh pihaknya berkolaborasi dengan Universitas Tanjungpura, IPB University, Badan Nasional Riset dan Inovasi (BRIN), Stanford University, United Nation University, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Oregon State University, dan The Nature Conservancy.

        Bahkan, hasil riset tersebut telah dipublikasikan dalam jurnal Science of The Total Environment dengan tajuk "Strong Climate Mitigation Potential of Rewetting Oil Palm Plantations on Tropical Peatlands" yang diterbitkan pada tanggal 26 Agustus 2024.

        Penelitian tersebut, dalam Humas YKAN, disebutkan berangkat dari kondisi selama beberapa dasawarsa akibat lahan gambut tropis di Indonesia yang mengalami deforestasi, kemudian dikonversi menjadi penggunaan lahan lainnya, khususnya perkebunan kelapa sawit.

        Padahal, diketahui lahan gambut merupakan ekosistem penyimpan karbon di dalam tanah terbesar daripada hutan tropis di lahan mineral maupun mangrove.

        "Lahan gambut yang dikeringkan dan terdegradasi diperkirakan berkontribusi hingga 5 persen dari seluruh emisi gas rumah kaca (GRK) global yang disebabkan oleh aktivitas manusia," katanya.

        Sementara itu dalam keterangan yang sama, Peneliti Ahli Utama Pusat pada Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN, Wahyu Catur Adinugroho, sebagai salah seorang peneliti yang terlibat menyampaikan bahwa selama ini sudah dilakukan sejumlah riset tentang dampak pembasahan kembali lahan gambut yang terdegradasi.

        "Kami melakukan penelitian ini untuk menghitung secara akurat penurunan emisi dari kegiatan pembasahan kembali lahan gambut yang terdegradasi," ucapnya.

        Selain itu, para peneliti tersebut juga melakukan riset di tiga area berbeda yakni perkebunan kelapa sawit yang telah dikeringkan, pada perkebunan kelapa sawit yang telah dibasahi kembali, serta di hutan yang tumbuh kembali serta mengalami kerusakan atau hutan sekunder.

        Adapun lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Mempawah dan Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Para peneliti mengukur fluks (aliran) GRK dalam bentuk gas karbondioksida dan gas metana menggunakan metode dynamic closed chamber, termasuk mengukur suhu tanah, tinggi muka air tanah, dan parameter iklim.

        Baca Juga: Lomba Batik Sawit Nasional Pertama dari Yogyakarta

        “Penelitian kami menemukan upaya 'rewetting' melalui pembangunan sekat kanal dapat mengurangi laju dekomposisi gambut sebesar 34 persen dibandingkan dengan gambut yang tidak dibasahi,” ujar Wahyu.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Uswah Hasanah
        Editor: Aldi Ginastiar

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: