Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional, Yadi Sofyan Noor, menilai bahwa merupakan kewajaran apabila para petani menikmati kala harga beras tinggi. Hal ini dikarenakan itu semua merupakan hasil jerih payah mereka selama bercocok tanam hingga masa panen.
Yadi menanggapi juga pernyataan dari World Bank yang menyebut bahwa harga beras Indonesia yang lebih tinggi menunjukkan petani kurang sejahtera. Dia menilai jika hal tersebut adalah pernyataan yang salah besar.
Baca Juga: BGR Logistik Indonesia Dukung Ketahanan Pangan Nasional melalui Penyaluran Cadangan Beras Pemerintah
"Justru saya bertanya apa kontribusi World Bank untuk beras Indonesia? Faktanya, tingginya harga beras menunjukkan daya beli petani dalam kondisi baik. Ini juga merupakan sinyal bagus untuk petani yang terus berproduksi," kata Yadi, di Jakarta, Senin (23/9/2024).
Tingginya harga beras di Indonesia menurutnya adalah sinyal yang sangat bagus bagi para petani yang tiap hari harus berproduksi dan merawat tanamannya. Dengan demikian, para petani bisa menikmati hasil keringatnya sendiri.
"Saat ini di lapangan harga GKP (gabah kering panen) antara Rp6.500 (per kilogram) sampai dengan Rp7.000 (per kg). Jadi, masih aman. Kalau urusan beras sudah urusan penggilingan padi dan pedagang," ujar Yadi.
Dirinya pun menyebut bahwa parameter naiknya kesejahteraan para petani sebenarnya bisa dilihat dari berbagai rilis resmi Badan Pusat Statistik (BPS) baik mengenai Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) maupun Nilai Tukar Petani (NTP) yang cenderung mengalami kenaikan dari waktu ke waktu.
Baca Juga: Dari Beras hingga Telur, Update Kenaikan Harga Pangan Hari Ini
Bahkan, menurut Yadi kenaikan NTP tahun ini merupakan yang tertinggi selama 10 tahun terakhir yang mana NTP pada periode awal Presiden Joko Widodo menjabat hanya beroleh sebesar 102,87 atau hanya naik sebanyak 0,50%.
Sedangkan untuk NTP pada tahun ini mencapai rata-rata yang sangat tinggi. Tercatat pada bulan April, NTP naik sebesar 0,40% atau 137,77. Pun dengan bulan Agustus yang mencapai 138,91 atau naik 0,76%.
"Kalau kita bandingkan dengan periode awal Presiden Jokowi pada 2014 lalu, NTP tahun ini merupakan yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir," jelasnya.
Baca Juga: Waduh! OJK Catat 37,17% Kredit Macet Pinjol Berasal dari Gen Z dan Milenial
Kenaikan NTP berdasarkan rilis BPS, rata-rata dipengaruhi oleh komoditas gabah. Hal tersebut merupakan bukti bahwa selama ini komoditas beras masih menjadi tumpuan sekaligus harapan petani yang sangat menjanjikan terutama dalam hal peningkatan daya saing komoditas, peluang pasar ekspor dan upaya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
"NTP merupakan indikator utama meningkatnya kesejahteraan petani di Indonesia. NTP juga merupakan bagian penting dalam menentukan sebuah kebijakan yang berfokus pada produksi," terang Yadi.
Senada dengan Yadi, Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), Rachmi Widiriani, menyatakan bahwa kenaikan harga beras menjadi masa-masa yang paling membahagiakan bagi para petani Indonesia.
Tingginya harga beras tersebut menurut Rachmi merupakan imbas dari biaya produksi yang juga semakin tinggi sehingga petani memiliki hak untuk mendapatkan keuntungan.
Baca Juga: Disebut Sengaja Mahalkan Harga Beras dari Vietnam, Begini Kata Perum Bulog
"Petani berhak mendapatkan keuntungan. Saat ini sebetulnya saat-saat yang membahagiakan petani, karena harga gabah mereka dibeli di atas HPP (Harga Pembelian Pemerintah)," kata Rachmi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: