Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Penundaan EUDR: Angin Segar bagi Sawit Indonesia, tapi Ekspor Masih Tertekan

        Penundaan EUDR: Angin Segar bagi Sawit Indonesia, tapi Ekspor Masih Tertekan Kredit Foto: Flickr/European Parliament
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Usulan dari Uni Eropa (UE) untuk menunda European Union on Deforestation-free Regulation (EUDR) atau UU Antideforestasi selama setahun dinilai membawa angin segar bagi industri sawit Indonesia. Meski begitu, hal tersebut tidak akan banyak membantu mengatrol ekspor minyak kelapa sawit (CPO) dan produk turunannya ke pasar Eropa.

        Pasalnya, berdasarkan catatan dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), total ekspor CPO dan produk turunannya mengalami penurunan menjadi 2,24 juta ton pada Juli 2024 dari 3,38 juta ton bulan sebelumnya, atau turun sebesar 1,14 juta ton, setelah naik pada sebelumnya dengan 1,42 juta ton.

        Baca Juga: Sinar Mas: Kolaborasi Lintas Sektor Kunci Dekarbonisasi di Industri Kelapa Sawit

        Selain itu, permintaan terhadap minyak sawit pun kian tergerus lantaran harga minyak nabati dunia seperti minyak kedelai atau soybean oil makin kompetitif.

        "[Penurunan ekspor sawit] lebih karena supply minyak nabati lain seperti bunga matahari, soybean, rapeseed bagus dan harga minyak sawit lebih mahal ini mereka mengurangi pembelian minyak sawit," jelas Ketua Umum Gapki Eddy Martono dalam keterangan yang dikutip Warta Ekonomi, Senin (7/10/2024).

        Sehingga, sambungnya, EUDR belum tentu menaikkan ekspor sawit apabila permintaan kurang akibat supply minyak nabati lain tersebut.

        Sebelumnya, dia juga menjelaskan bahwa produk CPO Indonesia di pasar global menjadi tidak kompetitif lantaran banyaknya kebijakan seputar domestic market obligation (DMO) yang menekan laju ekspor. Belum lagi, negara-negara tujuan ekspor CPO terbesar Indonesia seperti India dan China mulai mencari alternatif ke minyak nabati lainnya.

        Baca Juga: BMKG Siap Turun Bantu Industri Sawit Hadapi Perubahan Iklim, Ini Strateginya

        Seiring meningkatnya produksi minyak nabati lain, sambung Eddy, salah satu alasan mengapa rata-rata harga minyak kelapa sawit jadi cenderung lebih mahal daripada rerata harga minyak nabati dunia.

        "Sawit ekspor seperti biasa tidak dibanjiri karena minyak sawit tidak bisa disimpan lama," jelasnya.

        Untuk diketahui, selama ini Indonesia menjadi salah satu negara yang paling vokal dan menentang UU Antideforestasi Uni Eropa. Pasalnya, UU tersebut dinilai memberatkan dan berpotensi mematikan berbagai lini industri perkebunan mulai dari kakao, kopi, hingga kelapa sawit.

        Baca Juga: Ketua APKASINDO: Program Biodiesel Bukan Ancaman, Melainkan Peluang untuk Petani Sawit

        EUDR pun menjadi momok bagi ekspor komoditas Indonesia karena memengaruhi produk perdagangan Indoensia. Sehingga, regulasi yang baru itu mengatur dengan ketat soal kenihilan soal persinggungan penebangan hutan dengan produk tertentu.

        UE pun menyepakati bahwa aturan ini sebagai bagian dari upaya negara untuk melindungi hutan dunia sehingga, produk yang masuk ke UE harus dipastikan bebas dari deforestasi dan tidak memengaruhi kelestarian hutan. Akibatnya, ada sejumlah komoditas yang dinilai menyebabkan deforestasi di antaranya sawit, kopi, daging, kayu, kakao, kedelai dan karet.

        Indonesia sendiri bersama 16 negara lain sudah sempat menyampaikan surat bersama kedua kepada para pemimpin UE.

        Baca Juga: Disebut Identik dengan 'Minyak Orang Miskin', India Ogah Ekspor Sawit Lagi

        Surat tersebut ditandatangani di KBRI Brussel, Belgia oleh para duta besar yaitu Indonesia, Argentina, Brasil, Bolivia, Ekuador, Ghana, Guatemala, Honduras, Kolombia, Malaysia, Meksiko, Nigeria, Pantai Gading, Paraguay, Peru, Thailand, dan Republik Dominika pada 7 September 2023.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Uswah Hasanah
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: