Koordinator Fungsi untuk Wilayah India dan Bhutan Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Syafran Haris, menyebut jika ekspor minyak sawit Indonesia ke India mengalami penurunan yang signifikan belakangan ini. Adapun salah satu penyebab dari turunnya ekspor tersebut lantaran adanya hambatan mengenai tarif impor yang tinggi.
Pada September 2024 lalu, kata dia, India menaikkan pajak impor minyak sawit dari yang semula 12,5%, menjadi 32,5%. Hal tersebut tak ayal menambah tantangan bagi Indonesia dalam bersaing dengan negara eksportir minyak nabati lainnya.
“Selain tarif, kampanye negatif mengenai minyak sawit di India juga menjadi tantangan. Minyak sawit dicitrakan sebagai minyaknya orang miskin dan buruk bagi kesehatan, serupa dengan kampanye di Uni Eropa,” jelas Syafran di Jakarta, Selasa (1/10/2024).
Sementara itu, pada Juli 2024 lalu, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat bahwa produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) nasional mengalami penurunan baik secara bulanan maupun tahunan. Berdasarkan negara tujuannya, penurunan ekspor terbesar terjadi untuk tujuan India yang turun 49- ribu ton menjadi 293 ribu ton setelah naik sebanyak 599 ribu ton pada bulan sebelumnya.
Selain terganjal citra, Syafran juga menyebut bahwa India saat ini tengah menjalankan program National Mission on Edible Oils – Oil Palm (NMEO-OP). tujuannya yakni mengurangi ketergantungan pada impor minyak sawit. Kendati target peningkatan produski lokal tersebut diprediksi sulit tercapai, namun upaya tersebut tetap menjadi ancaman bagi eksistensi pasar ekspor minyak sawit Indonesia di India.
Baca Juga: Selain Wilmar dan Musim Mas, Ini Taipan Sawit Penerima Subsidi Biodiesel
Dalam kesempatan tersebut, Farid Amir selaku Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kementerian Perdagangan (Kemendag) turut menyoroti pemerintah yang berperan penting dalam mendukung peningkatan ekspor ke India. Menurut Farid, pemerintah terus berupaya menanggulangi masalah, terutama terkait tariff, dengan berbagai inisiatif.
“Kami selalu mengembangkan promosi dan misi dagang, baik di dalam maupun luar negeri. Termasuk dengan promosi melalui kerja sama kementerian lain, seperti Kementerian Perindustrian dan Kementerian Pertanian. India memiliki potensi besar, meskipun produk yang diekspor ke sana lebih banyak bersifat curah dan melibatkan perusahaan menengah ke atas,” ujar Farid Amir.
Ia juga menegaskan bahwa pemerintah terus berupaya memanfaatkan perjanjian perdagangan, seperti ASEAN-India Free Trade Area (AIFTA) untuk membuka akses pasar lebih luas bagi komoditas Indonesia.
“Kami sedang meninjau AIFTA dan mengejar PTA (preferential trade agreement/perjanjian perdagangan preferensial) yang lebih menguntungkan bagi produk seperti CPO,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement