Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Gulat Manurung membeberkan beberapa cara untuk menghadapi Undang-Undang Anti Deforestasi Uni Eropa (EUDR).
Menurutnya, syarat pertama adalah pemenuhan peraturan undang-undang yang ditetapkan asal produsen. Dengan kata lain, Indonesia wajib memenuhi segala bentuk perizinan. Sementara itu, untuk para petani, mereka wajib mempunyai bukti kepemilikan lahan berupa SKT, SHM, penguasaan fisik dan bukti budidaya atau STDB sampai dengan pemenuhan aspek lingkungan atau SPPL.
Baca Juga: Nextgreen Buka Jalan Atasi Limbah Biomassa Sawit dengan Inovasi Terbarukan
“Pertanyaannya sudah berapa luas sawit petani yang sudah STDB per bulan Oktober ini? baru 445.241,44 hektar atau baru 6,49% dari total luas kebun sawit yang dikelola petani. Sudah berapa hektar kebun petani yang sudah ISPO per Oktober ini? Baru 59.684 hektar atau baru 0,86% dari total luas sawit petani,” kata Gulat dalam Market Review ICDX, Senin (14/10/2024).
Menurut Gulat, pemerintah harus memberikan layanan prima afirmatif untuk permasalahan tersebut. Sebagai bangsa, Gulat mengingatkan Indonesia tidak usah meromantisasi bahwa luas hutan Indonesia 128 juta hektare. Padahal, kenyataan di lapangan sudah berbeda. Dia pun mengingatkan pemerintah untuk mulai dari kilometer nol untuk memulai segalanya dan membentuk tata kelola yang lebih baik.
“Kedua, tertanggal Desember 2020 ke atas bebas artinya tidak ada pembukaan lahan. Artinya 2020 ke bawah tidak termasuk. Makanya, petani sangat terdampak karena lahan-lahan kami dianggap lahan berhutan dan regulasi negara terkhusus Kementerian teknis (LHK) yang makin buat persoalan kami makin runyam,” ujarnya.
Masalah EUDR ini juga mewajibkan pemberian geolokasi lahan sawit Indonesia kepada EUR. Sementara itu, masalah ketiga adalah soal ketelusuran rantai pasok. Terkait hal tersebut, Gulat mengingatkan pemerintah harus berhati-hati.
“Mana mungkin kita membagikan by address, by location ke negara mereka. Ini sangat membahayakan Indonesia, wong kita bermain drone saja di EU langsung kena tilang karena terkait keamanan negara mereka,” ucapnya.
Oleh sebab itu, dirinya pun mengusulkan kepada pemerintah Indonesia agar segera mengeluarkan lahan-lahan petani sawit yang sudah bersertifikasi dari kategori kawasan hutan. Selain itu, lahan kategori 5 hektare ke bawah harus dilakukan penyederhanaan persyaratan terhadap pasal 110A.
“Bahwa yang sudah penguasaan lahan 5 tahun ke atas dibersihkan demikian juga yang sudah eksisting tertanam sebelum 2020 segera ditolong negara dan saya yakin Pak Prabowo pasti merah putih untuk itu dan itu janji kampanye Pak Prabowo,” beber Gulat.
Sementara itu, untuk yang kena pasal 110B, Gulat menegaskan jangan lagi dikenakan kewajiban satu daur jika setelah membayar denda yang masuk akal supaya semua bisa terselamatkan.
Baca Juga: BMKG Dorong Industri Sawit Terapkan Praktik Berkelanjutan: Tekan Emisi GRK
“Termasuk program strategis Presiden Prabowo yaitu kemandirian energi,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar