Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        GAPKI: Eropa Bakal Tetap Membutuhkan Sawit

        GAPKI: Eropa Bakal Tetap Membutuhkan Sawit Kredit Foto: Uswah Hasanah
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono, mengungkapkan bahwa kuantitas ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) yang dihasilkan oleh industri domestik imbas dari rencana masuknya Indonesia sebagai bagian dari aliansi BRICS.

        "Jadi saya meyakini dengan kita gabung di BRICS, tidak ada masalah dengan ekspor kita utamanya juga ke Eropa," kata Eddy kepada Warta Ekonomi, Senin (11/11/2024).

        Baca Juga: Ketar-ketir, Importir Bersiap Hadapi Mengecilnya Pasokan Sawit Indonesia

        Eddy mengungkapkan bahwa kebutuhan dunia terhadap industri kelapa sawit tidak bisa tergantikan mengingat sektor tersebut sudah menjadi bagian yang dibutuhkan oleh masyarakat global. Apalagi, Indonesia tercatat sebagai produsen sawit terbesar sehingga meski masuk dalam aliansi BRICS, hal tersebut sama sekali tidak berpengaruh pada kontribusi minyak sawit ke devisa negara.

        "Jadi saya meyakini di Eropa pun akan tetap membutuhkan sawit, dan contoh yang utamanya untuk industri, industri makanan," ucapnya.

        Hal yang bakal mengganggu ekspor CPO Indonesia menurutnya yakni penerapan regulasi bebas produk deforestasi Uni Eropa atau EUDR. Pasalnya, hingga saat ini, aturan tersebut belum jelas secara teknis penerapannya.

        Para ekonom pun memproyeksikan harga minyak sawit per kilogram hingga Februari atau Maret 2025 nanti sebesar Rp17.500.

        GAPKI sebelumnya menyatakan kesiapannya bersinergi dengan pemerintahan Presiden Prabowo dalam menghadapi tantangan global. Tujuannya agar mewujudkan industri sawit sebagai komoditas ekspor unggulan yang strategis.

        Menurut Eddy, industri sawit domestik saat ini menghadapi ketidakpastian lantaran potensi krisis makanan dan energi serta hambatan perdagangan yang diberlakukan oleh negara-negara importir seperti EUDR.

        Baca Juga: EUDR Ancam Industri Minyak Sawit, Bisa Picu Kelangkaan hingga Kenaikan Harga

        Sementara itu, Eddy mengatakan produksi sawit yang stagnan dalam beberapa tahun terakhir ini, sebagai akibat dari lambatnya pelaksanaan penanaman kembali (replanting) di lahan-lahan kebun para petani sawit.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Uswah Hasanah
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: