Para importir tengah ketar-ketir di tengah meningkatnya penurunan suplai minyak sawit di pasar global. Akibatnya, para importir harus mencari langkah-langkah antisipasi untuk mencari subtitusi. Di sisi lain, berdasarkan prediksi para analisis, ketergantungan para negara importir terbesar kelapa sawit yang merupakan tujuan utama ekspor Indonesia akan sangat berkurang pada tahun depan.
Adapun kekhawatiran tersebut dipicu oleh rencana pemerintah untuk meningkatkan produksi biodiesel dan meningkatnya harga sawit sebagai akibat pungutan ekspor minyak sawit Indonesia yang dinilai terlalu tinggi.
Baca Juga: EUDR Ancam Industri Minyak Sawit, Bisa Picu Kelangkaan hingga Kenaikan Harga
Direktur China CNF Business, Oils & Oil Seeds Cargil Investments (China), Ryan Chen, menyebut bahwa ada kecenderungan pasar Cina beralih dari minyak sawit ke minyak nabati lainnya.
“Dalam pasar domestik Cina sekarang ini tersedia pilihan pasokan minyak nabati lain, khususnya minyak kedelai. Apalagi harganya bisa berpotensi lebih murah. Saya kira dalam hal harga, sudah berakhir era minyak sawit paling murah,” kata Ryan, dikutip Warta Ekonomi, Senin (11/11/2024).
Menurut Ryan, tahun 2024 ini permintaan minyak nabati Cina bakal stagnan usai mengalami kenaikan pada tahun 2023 lalu. Permintaan minyak sawit Cina baik olein dan stearin diperkirakan turun sekitar 30% tahun ini karena beberapa faktor, terutama menyangkut harga.
Pada tahun ini, pangsa minyak sawit terhadap total permintaan minyak nabati diperkirakan menurun ke 12,8% dibandingkan dengan tahun 2023 yang hanya 17,5%. Sedangkan impor minyak olein tahun ini menurun ke angka 2,3 juta metric ton. Angka tersebut lebih rendah di tahun 2023 yakni 4,2 juta metric ton. Pada tahun 2025, impor olein diprediksi akan stagnan di angka 2,3 – 2,4 juta metric ton.
Lebih lanjut, Direktur Eksekutif dari The Solvent Extractors Association di India, B.V Mehta, memprediksi permintaan di pasar India dan Pakistan bakal meningkat kendati ada kekhawatiran atas kemungkinan penurunan suplai minyak sawit dari Indonesia serta pungutan ekspornya yang bisa menaikkan harganya.
Menurut dia, permintaan minyak nabati akan terus meningkat namun produksi domestik tidak bisa menutupi seluruh permintaan. Berdasarkan catatannya, konsumsi domestik India mencapai 30 juta metric ton, namun hanya bisa dipenuhi sekitar 13 juta ton dengan produksi lokal saja.
“India masih akan tergantung pada impor minyak nabati, namun kebijakan biodiesel di Indonesia telah menimbulkan kekhawatiran di pasar soal suplai sawit,” kata Abdul Rasheed Jan Mohammad, CEO, Westbury Group, Perusahaan Pakistan.
Sementara Alponsus Inyang, Presiden National Palm Produce Association of Nigeria (NPPAN), mengatakan bahwa ada kesempatan untuk investasi dan perdagangan minyak nabati di Afrika.
Baca Juga: Tentukan Nasib Industri Sawit, Pakar Prediksi Tiga Skenario EUDR
“Kita mengundang para investor untuk berinvestasi di Nigeria dan perdagangan minyak nabati karena permintaan minyak nabati di Afrika meningkat terus,” kata dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement