- Home
- /
- Kabar Sawit
- /
- Energi
Capai Netral Karbon di 2030 Indonesia Butuh USD 55 Miliar, Panas Bumi Jadi Tumpuan
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menyatakan bahwa Indonesia membutuhkan investasi sebesar USD 55 miliar untuk mencapai target Enhanced Nationally Determined Contribution (E-NDC) pada tahun 2030.
Salah satu fokus utama upaya ini adalah meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT), khususnya melalui pengembangan panas bumi.
Hal ini disampaikan oleh Eniya dalam diskusi panel di Indonesia Paviliun, Conference of the Parties (COP) ke-29 yang berlangsung di Baku, Azerbaijan, pada 13 November 2024.
“Jika kita berbicara tentang emisi nol bersih hingga 2030, Indonesia membutuhkan USD 55 miliar,” ungkap Eniya.
Eniya menjelaskan bahwa Indonesia memiliki potensi sumber daya panas bumi sebesar 23,5 gigawatt (GW), namun kapasitas yang terpasang saat ini baru mencapai 2,5 GW, atau sekitar 11% dari potensi tersebut. Untuk mempercepat pengembangan panas bumi dan EBT secara keseluruhan, Pemerintah Indonesia telah merevisi regulasi terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Revisi ini diharapkan dapat menarik lebih banyak investor asing.
”Saya pikir konsep regulasi ini bisa menciptakan lebih banyak investasi dari pendanaan internasional. Kami berpikir bahwa regulasi ini dapat mendukung investasi,” lanjut Eniya.
Baca Juga: Cegah Perubahan Iklim, Pertamina Geothermal (PGEO) Ajak Dunia Kolaborasi Optimalkan Panas Bumi
Selain itu, pemerintah juga meluncurkan program Government Drilling untuk mendukung eksplorasi panas bumi. Melalui program ini, pemerintah akan menentukan lokasi-lokasi yang siap untuk investasi, sehingga investor dapat langsung memulai proyek di area yang sudah ditetapkan.
Fokus pengembangan panas bumi akan diarahkan ke wilayah Sumatera, Jawa, dan Sulawesi. Hingga tahun 2029, pemerintah merencanakan penambahan kapasitas panas bumi sebesar 1,19 gigawatt. Pemerintah juga telah meningkatkan pengembalian investasi (Internal Rate of Return/IRR) sektor panas bumi menjadi 1,5%, sebagai langkah untuk menarik lebih banyak investor dalam memajukan sektor ini.
”Jadi kami akan mengundang lebih banyak investasi. Untuk informasi Anda, kami telah melakukan deregulasi terkait periode survei, pengeboran, dan perizinan dari lima tahun ditambah dua tahun. Namun sekarang kami ingin memperpendeknya menjadi tiga tahun,” tutup Eniya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Amry Nur Hidayat