Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Membongkar Mitos Panas Bumi: Energi ‘Emas Uap’ yang Sering Disalahpahami

Membongkar Mitos Panas Bumi: Energi ‘Emas Uap’ yang Sering Disalahpahami Kredit Foto: PT PLN (Persero)
Warta Ekonomi, Jakarta -

Di tengah hiruk-pikuk diskusi energi terbarukan di Indonesia, panas bumi seringkali menjadi bahan perdebatan. Disebut “emas uap” karena nilainya yang strategis, sumber energi ini justru kerap dianggap kontroversial. Masyarakat menilai proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dari sisi risiko keselamatan hingga dampak lingkungan. Bahkan di media sosial, narasi negatif sering kali lebih dominan dibandingkan fakta lapangan.

Padahal, geotermal adalah sumber energi bersih, stabil, dan berkelanjutan yang sangat strategis bagi ketahanan energi nasional. Energi ini mampu berjalan 24 jam tanpa terpengaruh cuaca, menghasilkan listrik yang ramah lingkungan, sekaligus memberi manfaat sosial bagi warga sekitar.

Penolakan Bukan Sekadar Teknologi

Fakta menunjukkan, penolakan bukan sekadar soal teknis atau lingkungan. Fabby Tumiwa, CEO Institute for Essential Services Reform (IESR), menegaskan bahwa akar persoalan penolakan masyarakat terhadap proyek panas bumi lebih kompleks.

“Yang menolak itu kan banyak di Flores. Harus dilihat persoalannya. Apa akar persoalan penolakan masyarakat itu. Penolakan masyarakat itu terjadi karena tidak ada proses konsultasi dengan masyarakat. Partisipasi masyarakat tidak ada dalam pengembangan proyek itu,” jelas Fabby kepada Warta Ekonomi, Sabtu (1/11/2025).

Fabby menambahkan, solusi dari persoalan ini sebenarnya sederhana: masyarakat harus dilibatkan sebagai pemilik sebagian proyek, bukan hanya sebagai penonton. Misalnya, melalui kepemilikan saham 5–10 persen.

“Masyarakat itu tepat dilibatkan di lokasi. Kalau perlu, sebagian dari kepemilikan pembangkit bisa diberikan kepada warga. Artinya, dari kabupaten sampai ke desa, diberikan porsi untuk masyarakat. Mereka tidak harus menyiapkan modal, tapi bisa menikmati keuntungan perusahaan. Masyarakat jangan hanya jadi penonton, tapi mereka juga harus menikmati, karena itu ada di tanah mereka," lanjutnya.

Hal ini bisa menjadi gambaran sesungguhnya mengapa banyak berita tentang protes masyarakat muncul: bukan karena teknologi berbahaya, melainkan karena keterlibatan warga yang minim. Tanpa partisipasi sosial yang memadai, mitos dan skeptisisme pun terus beredar.

PLTP Lahendong: Lebih dari Sekadar Kapasitas

Di Tomohon, PLTP Lahendong menjadi bukti nyata bahwa panas bumi bisa bersih, andal, dan ramah lingkungan. H.S.M. Saragih, Manager Unit Layanan Pusat Listrik PLN IP, menyebut bahwa pembangkit ini menyuplai sekitar 18 persen dari total kapasitas listrik Sulutgo. Lebih dari itu, PLTP ini bahkan menjadi satu-satunya pembangkit panas bumi yang menyuplai langsung ke kota madya.

“Sulutgo itu beban puncaknya 490 MW. Dari jumlah itu, 80 MW dipasok oleh Lahendong,” ujar Saragih di Tomohon, Rabu (30/10/2025).

Keberlanjutan menjadi fokus utama. Uap panas bumi yang digunakan tidak dibuang begitu saja; setelah dikondensasikan, air disuntikkan kembali ke perut bumi sehingga membentuk siklus tertutup. Hal ini memastikan energi yang dihasilkan terbarukan dan minim dampak lingkungan.

“Jadi, uap yang kami gunakan setelah dikondensasikan jadi air disuntik lagi ke perut bumi, diinjeksi kembali, dan menghasilkan uap kembali. Makanya disebut PLTP itu merupakan energi baru terbarukan,” kata Saragih.

Selain aspek teknis, PLTP Lahendong juga memberi dampak sosial nyata. Setiap pemeliharaan rutin menyerap sekitar 30 tenaga kerja lokal, di luar 70 karyawan tetap.

“Dengan adanya PLTP di Kelurahan atau Kota Tomohon ini, sangat membantu warga untuk mencari pekerjaan,” jelas Saragih.

Aspek keamanan lingkungan juga dijaga ketat. Limbah panas bumi minimal, dan pengelolaan minyak pelumas dilakukan pihak ketiga berizin. Risiko gas H₂S terkendali melalui detektor dan pengaturan arah angin.

“Memang ada H₂S di sistem PLTP, tapi itu tidak bertahan lama. Begitu terbawa udara, ia akan hilang sendiri. Dia tidak akan jadi H₂S selamanya. Untuk menghindarinya, salah satunya kami buang dengan melawan arah angin,” ungkapnya.

Fakta di lapangan ini menegaskan: panas bumi bukan ancaman, melainkan solusi energi bersih yang aman bagi masyarakat.

Baca Juga: REC PLN, Sertifikat Hijau yang Mengubah Wajah Industri Indonesia

Potensi Nasional yang Masih Terpendam

Indonesia memiliki cadangan panas bumi terbesar ke dua di dunia, mencapai sekitar 27 GW. Namun, baru sekitar 10 persen yang dimanfaatkan. Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menekankan hambatan regulasi dan keterbatasan jaringan transmisi menjadi kendala utama percepatan pemanfaatan energi panas bumi.

“Kami memangkas berbagai tahapan regulasi yang menghambat percepatan geotermal. Secara ekonomis, teman-teman pengusaha yang punya geotermal, begitu IPO, harga sahamnya naik berkali-kali lipat. Namanya emas uap,” ujar Bahlil dalam International Indonesian Geothermal & Clean Energy (IIGCE), Jakarta, 17 September 2025.

Bahlil melanjutkan bahwa harga listrik tahap pertama dari panas bumi ditetapkan USD 9,5 sen per kWh, dengan estimasi break-even hanya 8-9 tahun, lebih cepat dari perkiraan pemerintah sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa energi ini bukan hanya bersih, tetapi juga ekonomis.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) KESDM, Eniya Listiani Dewi, menambahkan bukti nyata percepatan pengembangan panas bumi.

“Dari potensi 27 GW, yang terinstal tadinya 2,6 GW, sekarang sudah 2,71 GW. Perizinan yang tadinya 1,5 tahun sekarang bisa online single submission hanya 7 hari. Pemenang lelang, misalnya di Cisolok dan Nage, sudah keluar izin dalam 7 hari," jabarnya.

Bonus produksi panas bumi juga mengalir ke daerah, mendukung ekonomi lokal dan penciptaan green jobs.

“Selama 10 tahun ke belakang, sudah mengalirkan lebih dari Rp 1 triliun ke daerah. Keputusan Menteri SDM soal bonus produksi sudah dikirim ke daerah-daerah. Ini mendukung ekonomi lokal sekaligus green jobs,” jelas Eniya.

Panas Bumi sebagai Energi Strategis

Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia, Jufi Hadi, menegaskan bahwa geotermal adalah sumber daya lokal yang handal, bersih, dan berkelanjutan.

“Beroperasi handal 24 jam, bersih, 99 % dan renewable. Bisa berjalan lebih dari 100 tahun yang mendukung ketahanan energi," kata Jufi di IIGCE 2025.

Jufi menambahkan, inovasi dan sinergi stakeholder menjadi kunci percepatan pengembangan. Modular power plant, industrialisasi manufaktur lokal, serta diversifikasi bisnis seperti green hydrogen dan green ammonia menjadi fokus percepatan.

Baca Juga: Rayakan HLN ke-80, PLN Terangi Rumah Warga Tak Mampu di Padang

Kolaborasi Strategis BUMN

PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero) menjalin kerja sama untuk mengembangkan proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dengan nilai investasi yang diperkirakan mencapai USD5,4 miliar atau setara Rp88,49 triliun.

Kolaborasi ini mencakup percepatan 19 proyek eksisting dengan kapasitas sekitar 530 megawatt (MW), serta kajian pengembangan tambahan yang berpotensi meningkatkan total kapasitas hingga 1.130 MW.

Kerja sama ini difasilitasi oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia) melalui anak usahanya PT Danantara Asset Management yang ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara PLN melalui PT PLN Indonesia Power (PLN IP) dan Pertamina melalui PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE), serta diperkuat dengan Head of Agreements dan Consortium Agreement untuk proyek Ulubelu Bottoming Unit di Lampung dan Lahendong Bottoming Unit di Sulawesi Utara.

CEO Danantara Indonesia, Rosan Roeslani, mengatakan Danantara Indonesia akan terus mendorong percepatan langkah-langkah strategis guna memberikan kontribusi nyata bagi ketahanan energi nasional dan pertumbuhan ekonomi rendah karbon.

“Kami berkomitmen memastikan bahwa setiap inisiatif pengelolaan aset strategis dilaksanakan dengan tata kelola yang akuntabel, profesional, dan selaras dengan standar internasional. Melalui kolaborasi lintas BUMN yang terintegrasi, Danantara Indonesia mendukung terciptanya pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, sekaligus memperkuat kemandirian energi Indonesia,” ujar Rosan dalam keterangan resmi, Selasa (5/8/2025).

Sementara itu, Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo menjelaskan, sebagai lokomotif transisi energi, PLN akan terus mendukung langkah Pemerintah dalam upaya nyata meningkatkan peran EBT lebih masif dalam kebutuhan energi di tanah air.

“Melalui kerja sama ini, kami memperkuat upaya pengembangan PLTP sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk memperbesar kapasitas energi bersih. Kolaborasi ini wujud nyata sinergi antarlembaga untuk mempercepat proyek pembangkitan rendah karbon sekaligus memastikan ketahanan pasokan energi nasional.”

Sementara itu, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri, menegaskan Pertamina melalui PGE berkomitmen memperluas pemanfaatan sumber daya panas bumi sebagai tulang punggung energi bersih Indonesia.

“Kami menjajaki skema kolaboratif yang memungkinkan optimalisasi potensi wilayah kerja panas bumi secara terukur dan progresif. Bersama PLN dan Danantara Indonesia, kami siap mempercepat realisasi proyek strategis yang memberikan kontribusi langsung pada target transisi energi nasional dan peningkatan bauran EBT,” tutupnya.

Emas Uap yang Nyata

Dari stigma sosial, sejarah pembangunan PLTP Lahendong, percepatan regulasi nasional, hingga kolaborasi strategis BUMN, jelas bahwa panas bumi bukan sekadar kontroversi. Energi ini adalah solusi nyata bagi ketahanan energi Indonesia, peluang ekonomi daerah, dan jalan menuju transisi energi bersih.

Energi “emas uap” telah membuktikan diri: aman, produktif, dan mampu menjadi tulang punggung masa depan energi nasional. Dari Tomohon hingga Flores, dari uap yang membentuk listrik hingga manfaat bagi masyarakat lokal, panas bumi menunjukkan bahwa masa depan energi Indonesia ada di dalam perut bumi, bersih, stabil, dan berkelanjutan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: