Kejahatan Siber Berbasis AI Akan Merajalela di 2025, Begini Cara Mengantisipasinya
Fortinet, memperingatkan ancaman siber berbasis AI yang semakin masif dan terstruktur di tahun 2025. Dalam laporan terbaru FortiGuard Labs, perusahaan mengungkap bahwa kelompok Cybercrime-as-a-Service (CaaS) kini beralih ke spesialisasi, menawarkan serangan yang lebih presisi dan terkoordinasi. Ancaman ini semakin terfokus dengan memanfaatkan teknologi canggih, termasuk Large Language Models (LLM), untuk memperluas kemampuan dan skala operasi mereka.
Menurut Edwin Lim, Country Director Fortinet Indonesia, tren ancaman siber di masa depan mencerminkan bagaimana pelaku kejahatan siber terus mendorong batasan. “Mulai dari meningkatnya layanan Cybercrime-as-a-Service hingga konvergensi antara ancaman siber dan fisik, para penjahat siber kini mengembangkan serangan yang semakin presisi dan berskala besar,” ujarnya dalam sesi bersama media di Jakarta (11/12).
Fortinet memprediksi beberapa tren besar pada tahun 2025, termasuk pergeseran kelompok CaaS menjadi lebih spesifik dalam menyediakan layanan. Edwin menekankan pentingnya mengantisipasi perubahan ini. “Kerugian dari serangan siber tidak hanya melibatkan pembayaran tebusan. Biaya pemulihan sering kali lebih besar dan membutuhkan waktu lebih lama, dengan 50% organisasi melaporkan proses pemulihan melebihi satu bulan,” ungkap Edwin.
Selain itu, lingkungan cloud juga diprediksi menjadi sasaran utama serangan siber. Teknologi cloud yang telah menjadi tulang punggung banyak organisasi kini menghadapi eksploitasi kerentanan yang terus meningkat. Fortinet juga mencatat bahwa serangan berbasis AI akan lebih terstruktur dengan memanfaatkan analisis data besar secara otomatis, menjadikannya ancaman yang sulit dikendalikan. “AI dapat menganalisis sejumlah besar data dengan cepat, membantu organisasi mengidentifikasi dan merespons ancaman dengan lebih efektif. Integrasi AI dalam strategi keamanan menjadi sangat penting,” tambah Edwin.
Baca Juga: Inovasi Generative AI dan Antisipasi IT Security Makin Tinggi
Fortinet juga memperingatkan bahwa playbook kejahatan siber kini mencakup ancaman fisik di dunia nyata. Beberapa kelompok kejahatan bahkan mulai mengancam eksekutif dan karyawan secara fisik untuk menambah tekanan pada organisasi yang menjadi target mereka. Tren ini memperkuat keterkaitan antara ancaman digital dan fisik, menghadirkan tantangan baru bagi pelaku keamanan siber.
Namun, Edwin Lim percaya bahwa kolaborasi lintas industri dan kemitraan publik-swasta dapat menjadi langkah strategis untuk menghadapi kejahatan siber yang semakin kompleks. Ia menekankan perlunya kesadaran publik yang lebih besar terkait keamanan siber. “Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan adalah kunci untuk memberdayakan individu dan organisasi dalam mengenali dan mengurangi potensi ancaman,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: