Optimalisasi Terbatasnya Kepemilikan Saluran Komunikasi untuk Jangkau Multi-Segmen
Kredit Foto: Istimewa
Sebuah brand atau organisasi tentunya memiliki kepentingan untuk berinteraksi dan membangun reputasi di hadapan berbagai pemangku kepentingannya. Mulai dari konsumen, klien, mitra kerja, investor, regulator, kelompok komunitas, dan bahkan kompetitor.
Begitu ragamnya platform komunikasi, baik digital maupun non-digital, kerap membingungkan brand atau organisasi dalam mengemas pesan dan dalam menentukan penggunaan platform yang tepat untuk dapat menjangkau berbagai sasaran khalayaknya, mengingat tiap-tiap kelompok memiliki kebutuhan informasi dan preferensi cara komunikasi yang berbeda.
Sebagian besar pemilik pesan juga kurang percaya diri untuk memilih atau mengombinasikan berbagai jenis saluran demi mencapai tujuan komunikasinya, terutama jika ia terbatas sumberdaya. Misalnya; tidak memiliki saluran komunikasi dengan jumlah memadai karena terbatasnya kebijakan perusahaan, tidak memiliki cukup alokasi biaya komunikasi untuk memastikan konsistensi penyampaian pesan secara jangka panjang, kurangnya kemampuan untuk mengembangkan strategi serta kreativitas, tidak memiliki cukup jumlah sumber daya manusia yang teliti merancang dan terus menerus menyesuaikan pesan agar relevan dengan tiap-tiap kelompok khalayak, tidak cukupnya waktu untuk mengelola percakapan dengan khalayak sasaran, tidak memiliki cukup keterampilan untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi dan perubahan tren komunikasi yang berubah begitu cepat, tidak punya cukup pengetahuan untuk mengukur keberhasilan komunikasi secara tepat, dan seterusnya. Padahal pemilik pesan dituntut untuk semakin personal dan microtargeting terhadap khalayaknya.
Lantas, bagaimana cara yang paling praktis agar komunikator suatu brand atau organisasi – meski dengan modal terbatas – dapat berselancar, menyampaikan pesannya dengan baik, dan membangun reputasinya di tengah matriks komunikasi yang kini sedemikian kompleks dan begitu hiruk pikuknya pesan dipertukarkan di luar sana?
Baca Juga: BRI Insurance Kembali Meraih Penghargaan Best Public Relation Era Digital di IPRA 2025
Penentuan Prioritas Segmen Khalayak
Jika kita mengandaikan bahwa strategi komunikasi adalah sebuah rumah, maka di dalamnya diperlukan banyak elemen – mulai dari jendela, pintu, atap, hingga seluruh perabotan di dalamnya. Seorang arsitek akan mendesain rumah tersebut dengan mengombinasikan bahan, tampilan, tata ruang, kesesuaian desain dengan lingkungan sekitar, hingga konsep desain interior. Semua upayanya ini dilakukan untuk menerjemahkan aspirasi pemilik rumah agar bisa memiliki hunian idamannya. Semakin tepat ramuan seluruh elemen rumah tersebut, maka akan semakin relevan nilai rumah tersebut bagi pemiliknya.
Menggunakan analogi di atas, maka sebuah strategi komunikasi adalah gabungan dari sejumlah elemen seperti tujuan komunikasi, target audiens, pesan, saluran komunikasi, hingga berbagai kegiatan turunannya agar brand atau organisasi dapat terus relevan dalam berinteraksi dengan pemangku kepentingannya.
Pemilik pesan perlu mengenal target khalayaknya dengan baik dan menetapkan prioritas siapa saja yang berdampak besar bagi brand atau organisasi, sehingga perlu dijangkau terlebih dahulu. Perancang strategi komunikasi perlu memikirkan bagaimana caranya brand atau organisasi selalu dibutuhkan oleh target prioritas tersebut. Pemikiran yang cermat ini tentunya juga akan memudahkan pemilihan saluran komunikasi dan implementasi rencana aksinya.
Semua Orang Akan Menjadi Digital Native
Disrupsi teknologi digital telah menggeser akses manusia terhadap informasi.
Berbagai sumber mengungkapkan bahwa jika kita memperhitungkan semua platform media sosial yang eksis di dunia, saat ini terdapat sekitar 400–500 platform yang aktif. Namun, hanya sekitar 50–100 yang cukup terkenal dan digunakan di seluruh dunia. Berbagai studi menyatakan, di Indonesia sendiri hanya sekitar 10 platforms yang sangat popular dan digunakan sehari-hari yaitu WhatsApp, Instagram, Facebook, TikTok, Telegram, X (Twitter), Facebook Messenger, Pinterest, Snack Video, dan LinkedIn - dengan peringkat penggunaan yang bergerak atau bertukar tiap tahunnya.
Meski temuan di tahun-tahun awal meledaknya media sosial menyatakan bahwa dominasi penggunanya adalah generasi millennial (karena mereka tumbuh dan berkembang di era kerajaan teknologi digital sehingga segala sesuatu yang beratribut ‘digital’ dianggap cocok untuk dijadikan alat komunikasi dengan generasi ini), kita perlu ingat bahwa generasi pun bergerak. Tidak lama lagi seluruh generasi adalah digital native, alias mereka yang telah menginternalisasikan perilaku digital secara alami sejak lahir. Sebentar lagi, tidak bisa dipungkiri, medium tradisional akan menjelang masa terbenamnya.
Kelompok pemangku kepentingan brand dan organisasi yang jumlahnya tidak sedikit tadi, akan terdiri dari individu-individu yang sudah sepenuhnya melek digital dan terbiasa menggunakan multi-channels yang transformatif dalam mengonsumsi pesan. Di masa depan, medium digital mutlak akan menjadi pilihan utama – jika bukan satu-satunya pilihan, ketika kita semua akhirnya mencapai satu titik perubahan secara bersama-sama. Pemilik pesan perlu menaruh konsentrasi yang lebih besar terhadap pemanfaatan saluran digital, untuk menjangkau siapa pun perwakilan kelompok pemangku kepentingannya.
Baca Juga: BRI Insurance Kembali Meraih Penghargaan Best Public Relation Era Digital di IPRA 2025
Single Channel Multi Outlets
Jika saat ini kelompok generasi produktif terbiasa terpapar pesan dari multi-digital channels, tidak lama lagi (sesuai laporan Delloite – Tren Media Digital 2024) akan tercipta satu channel yang terdiri dari multi-outlets – lebih komprehensif dan lebih powerful daripada yang kita kenal hari ini. Bukan hanya mengintegrasikan kekuatan audio dan visual, tetapi dalam platform tunggal tersebut juga termuat gamifikasi, transaksi e-commerce, social conversation, entertainment features, dan lain-lain – dimana semua pihak bisa bertemu dan berinteraksi di dalamnya.
Integrasi teknologi yang makin solid di masa depan ini, dipercaya akan menyulitkan pembagian segmentasi atau peruntukkan suatu channel bagi kalangan tertentu saja, karena semua pihak pada akhirnya akan bercampur meski hadir dengan kepentingan dan kebutuhan yang berbeda-beda. Oleh karenanya, bisa jadi pendekatan komunikasi di masa depan justru kembali membaurkan pola lama yang dipraktikkan pada penggunaan media konvensional, namun dengan personalisasi yang lebih tajam dan interaktivitas yang lebih tinggi sesuai kecanggihan teknologi dan sesuai tuntutan masa kini.
Satu channel mungkin kembali melayani berbagai kelompok usia, generasi, minat dan kepentingan, dengan cara membedakan kemasannya, gaya bahasanya, gaya visualnya, tingkat interaktivitasnya dan sebagainya. Informasi yang lebih sensitif atau yang bobotnya lebih serius bagi kalangan tertentu, mungkin disuguhkan dengan cara tertentu, dibandingkan informasi yang lebih umum dan ringan – meski dalam satu platform.
Komunikator brand dan organisasi diharapkan dan diproyeksikan akan menjadi semakin piawai dalam mengubah-ubah muatan informasinya, sebagaimana seorang editor handal yang memproduksi berita yang berbeda-beda bagi segmen yang berbeda-beda dalam satu platform media online.
Kualitas Versus Kuantitas Saluran
Saat ini pun, pemilik pesan sebenarnya sudah terbiasa berlatih untuk bermetamorfosa dari satu platform ke platform lain. Pemilik pesan diuntungkan dengan begitu fleksibelnya dan begitu luasnya kemungkinan untuk berkreasi, serta begitu menariknya suguhan informasi secara digital.
Pemilik pesan juga memiliki keleluasaan yang lebih besar karena biaya produksi muatan pesan digital yang relatif lebih murah dibandingkan cara kerja media konvensional. Terutama karena dibantu begitu banyaknya aplikasi dan alat kerja berbasis artificial intelligence (AI) yang tersedia hari ini, sehingga muatan pesan yang begitu mengesankan sudah bisa diciptakan secara mandiri.
ID COMM, sebuah firma komunikasi dan kehumasan, berhasil mengoptimalkan akun Instagramnya @idcomm.id, menggunakannya secara bijak dan proporsional untuk menjangkau beberapa kelompok pemangku kepentingan dengan tingkat kebutuhan dan perilaku yang berbeda-beda. Meski memprioritaskan target komunitas bisnis dan pelaku sektor, akun ini membedakan waktu publikasi konten, guratan desain khas yang ditampilkan, bahasa yang digunakan, atau fitur-fitur lain yang disematkan, untuk membuatnya khas bagi kelompok sasaran lainnya seperti calon profesional public relations, mitra kerja, dan lain-lain. Utamanya, kanal ini berbagi kisah perjalanan dan keahlian para konsultan ID COMM melalui konten edukasi seputar komunikasi dan kehumasan, klien yang ditangani, juga pencapaian yang diraih. Kombinasi konten tersebut sengaja diproduksi agar menarik minat calon klien, tetapi sekaligus menebarkan inspirasi kepada para praktisi PR muda.
Dengan demikian, jumlah dan jenis channels yang dimiliki oleh pemilik pesan sebenarnya bukanlah persoalan. Lebih penting adalah kualitas, ketepatan, dan kegunaan informasi untuk tiap segmen, kemasan yang sesuai, dan engagement yang tinggi. Brand dan organisasi dengan sumberdaya yang terbatas tidak perlu khawatir dengan manajemen multi-channels yang mungkin membutuhkan modal dan manajemen tinggi. Alih-alih dapat berkonsentrasi mengoptimalkan satu channel namun dengan strategi yang cermat untuk menyasar beberapa target khalayak sesuai prioritasnya, dengan tetap konsisten membangun identitas dan reputasi di dalamnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: