Kadin Sebut Kebijakan Tarif Trump Akan Berdampak pada Kinerja Ekspor dan Investasi
Kredit Foto: WE
Presiden Amerika Serikat (AS) secara resmi telah mengenakan tarif resiprokal kepada Indonesia sebesar 32 persen dari basis tarif sebesar 10 persen yang diterapkan AS kepada semua negara dan tarif yang dikenakan AS saat ini. Tarif resiprokal AS ini akan berlaku mulai tanggal 9 April 2025. Pengenaan tarif resiprokal AS ini akan memberikan dampak signifikan terhadap daya saing ekspor Indonesia ke AS.
Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Novyan Bakrie mengakui, jika AS menindaklanjuti rencana tarif impor 32% untuk produk Indonesia dampak signifikan akan menimpa neraca pembayaran, khususnya neraca perdagangan dan arus investasi. AS merupakan pemasok valuta asing terbesar, yang menyumbang surplus perdagangan sebesar US$16,8 miliar pada tahun 2024. Mitra dagang bilateral terbesar Indonesia pada tahun 2024 adalah AS yang memberikan surplus US$16,8 miliar kepada Indonesia.
"Hampir semua ekspor komoditas utama Indonesia ke AS meningkat pada tahun 2024. Sebagian besar barang Indonesia yang diekspor ke AS adalah produk manufaktur, yaitu peralatan listrik, alas kaki, pakaian, bukan komoditas mentah. Selama ini, produk Indonesia dikenakan tarif impor sekitar 10% di AS," ujarnya di Jakarta, Jumat (4/4/2025).
Baca Juga: Meski Baru Cek Ombak, Kadin Minta RI Tetap Siaga dan Pintu Negosiasi dengan AS Masih Terbuka
Untuk memperkuat neraca perdagangan pasca keputusan Trump, Ia berpandangan, negosiasi perdagangan dapat dilakukan lebih selektif. Fokus bisa dilakukan kepada industri padat karya terdampak secara vertikal, hulu hingga hilir. Selain itu, Indonesia perlu membuka pasar baru selain Asia Pasifik dan ASEAN, yakni pasar Asia Tengah, Turki dan Eropa, sampai Afrika dan Amerika Latin.
"Ada peluang Indonesia mempertahankan hubungan baik dengan AS sebagai mitra dagang. AS membutuhkan pasar bagi peralatan pertahanan, pesawat terbang, dan LNG. Kita bisa menegosiasikan hal ini dengan produk ekspor andalan Indonesia," ungkapnya.
AS memberlakukan Inflation Reduction Act (IRA) atau UU Penurunan Inflasi yang bertujuan menurunkan inflasi di AS, mendorong transisi energi bersih melalui insentif besar-besaran terhadap kendaraan listrik (EV), energi terbarukan (solar, angin), dan industri baterai dan semikonduktor.
"AS bisa memberikan subsidi terhadap impor produk olahan dari nikel dan mineral lainnya dari Indonesia sepanjang mineral itu diolah sesuai standar lingkungan dan ketenagakerjaan. Hal ini dimungkinkan oleh critical minerals agreements dengan AS," tambahnya.
Baca Juga: Waspada! Pertumbuhan Ekonomi Berpotensi Melorot Gegara Kebijakan Tarif Trump
Tak hanya ekspor, kebijakan Presiden Trump juga berdampak pada pergerakan dana investasi, baik investasi portofilio maupun foreign direct investment (FDI) atau investasi langsung. Karena itu, penting sekali upaya Indonesia menarik investasi, di antaranya lewat pembuatan special economic zone yang dikhususkan untuk AS dengan aliansinya. Kawasan ekonomi khusus (KEK) itu sangat penting untuk menarik relokasi industri dari China.
"Dampak negatif kebijakan Presiden Trump perlu dihitung dengan cermat. Penurunan ekspor alas kaki, pakaian, dan produk elektronik Indonesia ke AS akan berdampak pada ketenagakerjaan. Kadin mengimbau agar pemerintah dan pelaku usaha bersama-sama mencegah PHK," ucapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: