Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Permintaan Lesu, Bank Dunia Prediksi Harga Minyak Bakal Anjlok 17% di 2025

        Permintaan Lesu, Bank Dunia Prediksi Harga Minyak Bakal Anjlok 17% di 2025 Kredit Foto: SKK Migas
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Harga energi global diperkirakan turun tajam pada 2025 dan 2026, seiring dengan melambatnya pertumbuhan permintaan minyak dan stabilnya pasokan global. Laporan terbaru Bank Dunia yang dirilis April 2025 menyebutkan, indeks harga energi bakal merosot 17 persen tahun ini dan berlanjut 6 persen lagi pada tahun depan.

        Salah satu faktor utama adalah keputusan OPEC+ yang tetap melanjutkan pemangkasan produksi sebesar 2,2 juta barel per hari (mb/d) yang telah disepakati sejak akhir 2023. Meski sempat mengumumkan rencana peningkatan produksi, OPEC+ diperkirakan akan menghadapi dilema besar: mempertahankan pangsa pasar sambil menerima harga lebih rendah.

        Baca Juga: Impor Energi dari AS Masih Tahap Negosiasi, Bahlil: Belum Ada Nilai Final

        Baca Juga: Bank Dunia Prediksi Rasio Utang Indonesia Terus Naik hingga 2027

        Harga minyak mentah Brent diperkirakan akan berada di rata-rata US$64 per barel pada 2025, turun US$17 dari tahun sebelumnya, dan berlanjut ke level US$60 per barel pada 2026. Penurunan ini terjadi di tengah persaingan pasar global yang makin ketat dan pergeseran konsumsi energi di negara-negara utama dunia.

        Pasokan minyak global sendiri diprediksi naik 1,2 juta barel per hari pada 2025, mencapai lebih dari 104 juta barel per hari. Kenaikan terutama berasal dari produsen utama seperti OPEC+, Brasil, Kanada, dan Guyana. Namun, produksi minyak Amerika Serikat justru diproyeksikan melemah akibat harga WTI yang tidak cukup menarik untuk proyek pengeboran baru.

        Sementara itu, konsumsi minyak hanya akan tumbuh 0,7 juta barel per hari—hampir setengah dari rata-rata tahunan selama 2015–2019. Lemahnya pertumbuhan permintaan ini dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi global serta tren jangka panjang seperti penurunan intensitas minyak dalam kegiatan ekonomi.

        Baca Juga: Peran BPDP dalam Mendukung Petani Kelapa Sawit Rakyat

        Baca Juga: 5 Peran Devisa Sawit bagi Indonesia

        Salah satu penggerak utama tren ini adalah pesatnya pertumbuhan kendaraan listrik di China. Diperkirakan, lebih dari 40 persen mobil baru yang dibeli pada 2024 merupakan kendaraan listrik murni atau hibrida—nyaris tiga kali lipat dari tahun 2021.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: