Kredit Foto: BEI
Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah mengkaji penyesuaian jam perdagangan saham dan ukuran lot saham sebagai bagian dari strategi memperluas akses bagi investor ritel, terutama di luar Pulau Jawa. Kebijakan ini juga bertujuan menjaga daya saing pasar modal Indonesia di tingkat regional.
Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, mengungkapkan bahwa perubahan profil investor dalam tiga tahun terakhir menjadi dasar utama peninjauan ulang struktur perdagangan.
“Dulu 70% investor kita berada di Pulau Jawa. Sekarang turun jadi sekitar 67–68%. Artinya, pertumbuhan investor luar Jawa—terutama dari kawasan waktu Indonesia Tengah dan Timur—lebih cepat,” ujarnya dalam konferensi pers di Gedung BEI, Kamis (19/6/2025).
Baca Juga: BEI Buka Peluang Ubah Sistem Lot Saham
Saat ini, jam perdagangan saham berlangsung dari pukul 09.00 hingga 16.00 WIB. Namun, BEI membuka berbagai opsi dalam kajiannya, mulai dari memajukan waktu pembukaan menjadi pukul 08.00 hingga memperpanjang waktu penutupan hingga pukul 17.00.
“Opsinya banyak. Bisa 8 ke 4, bisa 9 ke 5, dan sebagainya. Kita sedang pelajari semuanya,” jelas Jeffrey. Ia menyebut bahwa tren bursa global, termasuk di Amerika Serikat dan negara-negara tetangga, menjadi acuan dalam menentukan skema terbaik.
Selain jam dagang, ukuran lot saham juga turut dikaji. Saat ini, satu lot saham terdiri dari 100 lembar. BEI mempertimbangkan penurunan jumlah tersebut agar lebih inklusif dan memudahkan investor pemula masuk ke pasar.
“Kalau kita lihat bursa seperti London dan Korea, mereka sudah menerapkan satu lembar per lot. Ini yang sedang kita kaji, supaya lebih inklusif dan aksesibel,” ucap Jeffrey.
Baca Juga: BEI Godok Jam Perdagangan Baru, Ini Dua Skenarionya
Meski kajian berjalan, BEI menegaskan bahwa implementasi dua kebijakan tersebut belum akan dilakukan dalam waktu dekat. Tahun ini, BEI fokus pada penerapan sistem perdagangan baru yang menyerap banyak sumber daya.
“Tahun ini kami masih konsentrasi ke sistem perdagangan. Tapi kajian untuk jam dagang dan lot tetap berjalan,” tegasnya.
Jeffrey menambahkan bahwa arah perubahan ini lebih menyasar investor ritel lokal, khususnya kalangan muda. Investor asing dinilai sudah memiliki akses dan kapasitas transaksi yang cukup besar sehingga tidak terlalu terpengaruh oleh perubahan tersebut.
“Yang kita pikirkan adalah bagaimana membuat pasar kita makin ramah, terutama bagi investor ritel lokal. Akses yang mudah, waktu yang pas, dan modal awal yang terjangkau,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: