Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ditekan Efek Gencatan Senjata Israel-Iran, Harga Minyak Anjlok Menuju Level Terendah Dua Pekan

        Ditekan Efek Gencatan Senjata Israel-Iran, Harga Minyak Anjlok Menuju Level Terendah Dua Pekan Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Harga minyak mentah global anjlok pada Selasa (24/6). Hal ini menyusul tercapainya gencatan senjata antara Israel dan Iran. Ia dinilai dapat menurunkan risiko gangguan pasokan minyak dari Timur Tengah.

        Dilansir dari Reuters, Rabu (25/6), Brent Crude turun 6,1% menjadi US$67,14. Sementara West Texas Intermediate (WTI) anjlok 6,0% ke US$64,37. Kedua minyak mencapai level terendah dalam dua pekan.

        Baca Juga: Padahal Gegara Serang Iran, Trump Panik Lihat Harga Minyak Global Naik

        Pasar menyambut baik gencatan senjata dari Israel-Iran. Namun Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menuduh kedua negara telah melanggarnya hanya beberapa jam setelah pengumuman tersebut, membuat situasi masih belum sepenuhnya stabil.

        "Premi risiko geopolitik yang muncul sejak serangan pertama antra kedua negara dua pekan lalu kini telah lenyap sepenuhnya," ujar Analis Senior PVM Oil Associates, Tamas Varga.

        Trump juga menekan harga minyak tak hanya dengan permintaan soal produksi minyak dalam negeri. China baru-baru ini diizinkan olehnya untuk tetap membeli minyak dari Iran.

        Adapun Kazakhstan KazMunayGaz merevisi naik proyeksi produksi minyak di Tengiz Oilfield. Kini pihaknya memproyeksikan produksi minyak dari ladang itu menjadi 35,7 juta ton pada 2025. Padahal sebelumnya hanya 34,8 juta ton.

        Adapun Guyana melaporkan kenaikan produksi minyak menjadi 667.000 barel per hari (bpd) di Mei 2025. Hal tersebut berkat peningkatan produksi di dua dari tiga fasilitas milik Exxon Mobil.

        Faktor lain yang menekan harga adalah data kepercayaan konsumen yang memburuk pada Juni. Hal itu seiring meningkatnya kekhawatiran masyarakat terhadap pasar kerja dan ketidakpastian ekonomi akibat kebijakan tarif di AS.

        Baca Juga: Soal Konflik AS-Iran, Kemenkeu Pastikan APBN 2025 Tangguh Hadapi Gejolak Harga Minyak

        Presiden Federal Reserve Bank of New York, John Williams, mengatakan bahwa ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan melambat dan inflasi meningkat tahun ini, sebagian besar disebabkan oleh tarif perdagangan.

        Komentar tersebut menunjukkan bahwa bank sentral belum akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat, meskipun pemangkasan dapat mendorong permintaan minyak.

        Baca Juga: Kontribusi Besar Industri Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Aspek Ketenagakerjaan

        Baca Juga: 6 Keunggulan Minyak Sawit sebagai Kebutuhan Penting bagi Masyarakat Dunia

        Sementara American Petroleum Institute (API) dan U.S. Energy Information Administration (EIA) dijadwalkan merilis data stok minyak AS. Para analis memperkirakan penurunan stok sekitar 800.000 barel selama pekan yang berakhir pada 20 Juni.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: