Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Cerita Sukses Harita Group, dari Semangat Toko Kelontong hingga jadi Konglomerasi Kayu, Sawit, Nikel, dan Banyak Sektor Lainnya

        Cerita Sukses Harita Group, dari Semangat Toko Kelontong hingga jadi Konglomerasi Kayu, Sawit, Nikel, dan Banyak Sektor Lainnya Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Lim Hariyanto Wijaya Sarwono menjadi salah satu nama besar di dunia bisnis Tanah Air. Ia adalah pendiri dan pemilik Harita Group, grup bisnis yang bergerak pada sektor pertambangan nikel, batubara, bauksit, perkebunan kelapa sawit, pengolahan alumina, perkayuan, properti, hingga pelayaran.

        Nasib bisnis Lim Hariyanto sudah dimulai sejak tahun 1915, ketika ayahnya yang bernama Lim Tju King merantau dari Tiongkok dan mendirikan toko kelontong di Long Iram, Kalimantan Timur. Usaha inilah yang menjadi fondasi awal.

        Setelah sang ayah meninggal, Lim Hariyanto meneruskan usaha. Namun, ia memiliki visi yang lebih luas yaitu dengan memandang potensi sumber daya alam. 

        Perjalanan Lim Hariyanto mulai mencuri perhatian ketika ia merambah industri kayu pada era 1980-an. Melalui perusahaan seperti Tirta Mahakam, ia menguasai konsesi kayu dan membangun pabrik plywood. 

        Kesuksesan di industri kayu membuka jalan bagi ekspansi lebih besar. Pada tahun 1988, Harita Group menjalin kerja sama dengan raksasa tambang global Rio Tinto melalui Kelian Equatorial Mining, menjajaki tambang emas dan batu bara di Kalimantan Timur.

        Dari sini, gurita bisnis Harita berkembang cepat. Tahun 1998 mereka masuk ke sektor perkebunan kelapa sawit, lalu ke bauksit pada 2003, dan nikel pada 2004. Masing-masing langkah diambil dengan strategi diversifikasi cermat dan Harita Group salah satu pemain kunci di sektor hilirisasi mineral nasional.

        Baca Juga: Harita Nickel Gelontorkan Rp1,91 Triliun untuk Dividen, Pemegang Saham Kantongi Rp30,33 per Saham

        Kini, Harita Group tak hanya sekadar perusahaan, tapi dinasti bisnis multi-sektor yang dijalankan oleh keluarga Lim. Beberapa unit bisnis utamanya antara lain:

        • Nikel: PT Trimegah Bangun Persada (Harita Nickel) menjadi ujung tombak operasi nikel di Pulau Obi, Maluku Utara. Selain smelter feronikel, mereka juga mengoperasikan fasilitas HPAL (High Pressure Acid Leaching) yang mengolah bijih limonit menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik.
        • Kelapa Sawit: Bumitama Agri Ltd, yang terdaftar di Bursa Efek Singapura, mengelola lahan sawit di Kalimantan. CEO-nya, Lim Gunawan Hariyanto (putra Lim Hariyanto), memimpin pengelolaan operasional perusahaan ini.
        • Bauksit dan Alumina: PT Cita Mineral Investindo Tbk adalah pemain penting dalam pertambangan bauksit dan penyulingan alumina. Harita menjadi pelopor dengan mendirikan kilang alumina pertama di Indonesia.
        • Batubara: Melalui PT Multi Harapan Utama, grup ini mengelola tambang batubara di Kutai Kartanegara dan Samarinda, Kalimantan Timur.
        • Keuangan dan Investasi: Putri Lim, Christina Hariyanto, turut memperkuat dinasti ini dengan memimpin Harita Kencana Sekuritas sebagai Presiden Komisaris.

        Baca Juga: Harita Nickel Bidik Produksi 60 Ribu Ton Feronikel 2025

        Tahun 2024 menjadi titik penting dalam performa keuangan Harita Nickel. Pendapatan mencapai Rp 26,96 triliun, naik 13% dari tahun sebelumnya. Laba bersih menembus Rp6,38 triliun, dan dividen sebesar Rp 1,91 triliun dibagikan kepada pemegang saham. Kesuksesan ini ditopang oleh produksi nikel dan HPAL yang terus meningkat.

        Ekspansi pun berlanjut. Fasilitas HPAL tahap kedua mulai beroperasi penuh pada Agustus 2024, dan smelter ketiga (PT Karunia Permai Sentosa) tengah dibangun dengan kapasitas 185.000 ton nikel per tahun. 

        Tak hanya berorientasi pada pertumbuhan bisnis, Harita juga serius mengurangi jejak karbon dengan membangun PLTS 40 MWp di tahun 2024, dan merencanakan tambahan kapasitas 300 MWp di Pulau Obi.

        Harita Group juga menunjukkan tanggung jawab sosial yang tinggi. Mereka aktif dalam reklamasi pasca-tambang seluas 231,53 hektare, serta memastikan kualitas air melalui pengelolaan kolam pengendapan yang ketat. Audit IRMA juga dijalani demi menjamin praktik pertambangan berkelanjutan yang bisa diterima pasar global, termasuk di Eropa dan Amerika Serikat.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Amry Nur Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: