Kredit Foto: Kemenperin
Di tengah gempuran produk impor yang semakin masif dan dinamika ekonomi global yang belum stabil, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memperkuat struktur industri nasional. Banyak pelaku industri menilai derasnya arus barang impor, terutama di sektor bahan kimia, berpotensi melemahkan utilisasi dan perkembangan industri dalam negeri.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan langkah-langkah strategis dalam pertemuan dengan perwakilan Asahi Glass Co., (AGC) saat kunjungan kerjanya ke Jepang.
Dalam pertemuan itu, AGC menyuarakan keresahan atas meningkatnya volume impor produk kimia, khususnya PVC, yang masuk ke pasar domestik. Mereka pun meminta dukungan konkret dari pemerintah Indonesia untuk segera mengambil tindakan guna melindungi industri nasional.
Baca Juga: Trump Naikkan Tarif 32%, Menhub Usul Impor Suku Cadang Bebas Bea Masuk
Menperin menegaskan bahwa perlu ada koordinasi lintas kementerian untuk menyelaraskan kebijakan yang mampu menjaga daya saing industri manufaktur nasional.
“Kemenperin terus berkoordinasi dan berkolaborasi dengan kementerian lain demi mencapai kebijakan strategis yang selaras dan meningkatkan daya saing industri. Terdapat beberapa kebijakan yang menentukan kemandirian industri manufaktur, diantaranya seperti harga gas untuk industri (HGBT), pengendalian impor, dan pemberian insentif fiskal,” kata Agus, dikutip dari siaran pers, Minggu (13/5).
Ia optimistis, dengan kebijakan yang harmonis, pemerintah dapat memberikan perlindungan dan ruang tumbuh yang lebih besar bagi pelaku industri dalam negeri. Salah satu fokus utamanya adalah mengakselerasi transformasi industri bahan kimia agar lebih inovatif, produktif, dan kompetitif.
Selain membahas soal daya saing industri, Menperin juga menyoroti pentingnya upaya dekarbonisasi dan pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di sektor industri sebagai langkah nyata menuju target Net Zero Emission 2050. Dalam hal ini, ia mendorong AGC untuk memperkuat kontribusinya dalam menurunkan emisi karbon dioksida (CO₂).
“Kami mengapresiasi komitmen dari AGC selama ini melalui berbagai langkah nyata yang telah diterapkan untuk mencapai Net Zero Emission lewat sertifikasi dan penerapan bisnis yang telah sejalan dengan roadmap industri nasional,” ungkapnya.
AGC sendiri menjalankan dua lini bisnis besar di Indonesia, yaitu PT Asahimas Chemical dan PT Asahimas Flat Glass, yang berfokus pada industri petrokimia dan kaca lembaran. Kedua entitas ini masih memanfaatkan batu bara sebagai sumber energi utama.
Menperin pun menegaskan bahwa sudah saatnya AGC mempercepat upaya transisi menuju energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. “Sumber energi yang digunakan oleh PT Asahimas Chemical dan PT Asahimas Flat Glass perlu dipertimbangkan mengingat tujuan kita untuk mewujudkan industri hijau yang berkelanjutan. Sebagai alternatif, saat ini kami tengah mengkaji penerapan teknologi Carbon Capture and Utilization (CCU),” tegasnya.
Baca Juga: Mood Trump Lagi Enggak Bagus Lagi, Kali ini Tetapkan Tarif Impor 50 Persen untuk Barang ini...
Teknologi CCU sendiri dinilai lebih menguntungkan secara ekonomi dibandingkan dengan metode Carbon Capture and Storage (CCS). Melalui pendekatan ini, emisi karbon yang ditangkap dari proses industri bisa diolah dan dimanfaatkan kembali menjadi produk yang berguna di sektor industri lainnya. Dengan begitu, selain mengurangi emisi, industri juga bisa mendapatkan nilai tambah dari emisi yang mereka hasilkan.
Dengan kolaborasi lintas sektor dan pemanfaatan teknologi seperti CCU, Kemenperin berharap industri nasional tidak hanya mampu bertahan di tengah tantangan, tetapi juga tumbuh lebih kuat, ramah lingkungan, dan berdaya saing tinggi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Belinda Safitri
Editor: Belinda Safitri
Tag Terkait: