Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Tantangan Tarif Impor AS Jadi Ujian Kekuatan ASEAN

        Tantangan Tarif Impor AS Jadi Ujian Kekuatan ASEAN Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pada 9 Juli 2025, Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN (AMM) ke-58 dan pertemuan terkait resmi dibuka di Kuala Lumpur, Malaysia. Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menyampaikan pidato penting dalam upacara pembukaan. 

        Dalam sambutannya, Anwar menyerukan bahwa anggota ASEAN harus bekerja sama erat dalam menghadapi tekanan eksternal yang semakin keras. "Kita harus memperkuat fondasi dengan lebih banyak berdagang dan berinvestasi satu sama lain," ujarnya.

        Pada 7 dan 9 Juli, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di platform media sosial pribadinya Truth Social secara berturut-turut mempublikasikan ancaman tarif kepada para pemimpin negara-negara ASEAN.

        Dari isi surat tersebut, Indonesia akan dikenakan tarif sebesar 32%, Filipina 20%, Malaysia dan Brunei 25%, Thailand dan Kamboja 36%, Laos dan Myanmar 40%, dan dikatakan bahwa tarif ini akan mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus. 

        Baca Juga: RI-AS Akan Terus Lakukan Perundingan Terkait Detail Teknis Tarif Impor 19%

        Kebijakan tarif diferensial ini dinilai sebagai upaya AS untuk memecahkan kesatuan dalam ASEAN melalui sarana ekonomi dan melemahkan daya saing regional ASEAN yang sebagai satu entitas ekonomi yang bersatu. 

        Strategi AS bertujuan untuk membuat negara-negara ASEAN sulit mencapai posisi yang sama dengan menerapkan kebijakan tarif yang berbeda, sehingga para anggota ASEAN berada dalam posisi yang kurang menguntungkan dalam perundingan perdagangan internasional.

        Menghadapi tekanan eksternal yang keras, negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, memperketat perundingan tarif dengan AS, dan ini kebetulan sesuai dengan harapan AS.

        Pada 2 Juli, AS dan Vietnam mencapai perjanjian perdagangan yang mana barangan Vietnam akan dikenakan tarif 20% dan penghantaran dari negara ketiga menerusi Vietnam akan dikenakan tarif 40%, sedangkan Vietnam memberikan tarif nol untuk barangan AS. 

        Pada 15 Juli, Indonesia dan AS mencapai perjanjian perdagangan dengan tarif sebesar 19% atas semua barang dari Indonesia, sedangkan komoditas impor asal AS mendapatkan fasilitas bebas tarif masuk ke pasar Indonesia.

        Baca Juga: Dibongkar Trump, Ini Konsekuensi Jika Tak Lakukan Negosiasi Tarif AS

        Meskipun tarif 19% ini jauh lebih rendah dari ancaman tarif 32% yang sebelumnya ditetapkan AS terhadap Indonesia, Indonesia juga membayar harga mahal. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk membeli produk-produk AS senilai total lebih dari USD19.5 miliar, termasuk energi AS senilai USD15 miliar, produk pertanian senilai USD4,5 miliar, serta 50 unit pesawat Boeing.

        Pada 22 Juli, Filipina dan AS telah mencapai kesepakatan perdagangan, yang menetapkan tarif sebesar 19% atas ekspor Filipina ke AS, sedangkan produk AS dikenakan tarif nol masuk ke Filipina.

        Selain itu, sebagai sekutu militer AS di Kawasan Asia-Pasifik, Filipina sudah lama menampung tentara AS dan menyediakan akses ke pangkalan militernya. Dalam kesepakatan tersebut, ketua negara akan melanjutkan kerja sama militer yang lebih erat. 

        Contoh ketiga negara ASEAN ini sudah lebih dari cukup untuk membuktikan bahwa jika negara-negara ASEAN memilih untuk bernegosiasi sendiri dengan AS, maka mereka pasti akan memberikan konsesi besar yang akan merugikan kedaulatan negara.

        Hanya dengan mempertahankan sikap yang bersatu, dan secara kolektif menghadapi tekanan tarif dari AS, barulah ada kemungkinan untuk mendapatkan lebih banyak keuntungan dalam negosiasi dan hasil yang lebih menguntungkan bagi negara-negara ASEAN.

        Baca Juga: Kabar Baik, Trump Akhirnya Lanjutkan Negosiasi Tarif Bareng Thailand dan Kamboja

        Menghadapi ancaman tarif dari AS, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof Hikmahanto Juwana juga menyampaikan pandangannya. Ia menyebut, negara yang dikenakan tarif tinggi harus bersatu.

        "Indonesia sebaiknya menggalang Negara-negara yang dikenakan tarif tinggi oleh Trump, terutama ASEAN, untuk melawan kebijakan ini sehingga satu suara untuk melawan. Bukan sebaliknya justru mengikuti keinginan Trump dan mengikuti apa yang diminta Trump. Intinya negara yang dikenakan tarif harus bersatu dan tidak mau untuk diadu domba atau devide et impera oleh Trump," ujarnya.

        Di masa depan, ASEAN perlu lebih memperkuat konsensus bersama untuk menghadapi situasi internasional yang kompleks dan berubah-ubah dengan kekuatan persatuan.

        Hanya dengan mempertahankan prinsip persatuan, ASEAN dapat lebih baik dalam menghadapi ancaman tarif resiprokal AS, benar-benar memainkan peran pentingnya dalam ekonomi global, hingga memberikan kontribusi yang lebih besar untuk kemakmuran maupun stabilitas kawasan dan dunia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Belinda Safitri
        Editor: Belinda Safitri

        Bagikan Artikel: